Oleh : Humaira Alkarinah
Harta adalah amanah di hadapan Allah, bukan hanya angka di layar atau alat transaksi. Ketika otoritas mengambil langkah yang menyentuh hak manusia, hati kita harus waspada. Apakah ini demi keadilan? atau justru mencederai kepercayaan?
Kontroversi muncul ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan pemblokiran lebih dari 31 juta rekening dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Pemblokiran ini dilakukan atas dugaan keterlibatan rekening - rekening tersebut dalam aktivitas ilegal, mulai dari judi online, penipuan digital, hingga pencucian uang lintas negara. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk melindungi sistem keuangan nasional dari praktik yang merugikan masyarakat luas.
Meski begitu, langkah ini menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat mendukung penuh tindakan tegas tersebut sebagai upaya membersihkan sistem keuangan, sementara pihak lain khawatir adanya rekening yang diblokir secara sepihak tanpa kejelasan proses hukum. Menurut Ustadz Ahmad Sarwat, pendiri Rumah Fiqih Indonesia, tindakan pencegahan terhadap peredaran harta haram adalah langkah yang sejalan dengan ajaran Islam, namun tetap harus dilakukan dengan prinsip adl(keadilan) dan menghindari zulm (kezaliman). "Islam melarang mengambil hak seseorang tanpa bukti yang jelas. Hukum harus ditegakkan, tapi jangan sampai mengorbankan orang yang tidak bersalah," tegasnya.
PPATK memblokir sekitar 31 juta rekening dormant sebagai upaya pencegahan tindak pidana seperti pencucian uang dan penipuan. Namun ketika masyarakat heboh karena harusnya rekening itu adalah tabungan darurat atau warisan, PPATK membuka kembali lebih dari 28 juta rekening setelah diverifikasi ulang.
Dari ranah keagamaan, Ketua PBNU, Choirul Sholeh Rasyid, menyatakan bahwa kebijakan itu serampangan dan menimbulkan rasa panik yang meluas di kalangan masyarakat kecil yang hanya ingin menyimpan sedikit dana cadangan. Beliau memperingatkan bahwa tindakan semacam ini bisa merusak rasa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai fondasi ekonomi nasional.
Sementara itu,Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menyebut kebijakan tersebut sebagai tindakan yang kurang bijak. Beliau menceritakan bahwa rekening yayasan miliknya senilai Rp 200–300 juta juga terblokir, dan menekankan bahwa pemblokiran harus dilakukan secara selektif dan berdasarkan indikasi kuat, bukan secara massal. Hal ini penting agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap anjuran pemerintah untuk menabung.
Dalam perspektif Islam, kebijakan apapun yang menyentuh hak milik harus dijalankan dengan amanah, keadilan, dan tabayyun (klarifikasi). Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…” (QS. An-Nisa: 29).
Selain itu, prinsip tabayyun ditegaskan oleh Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya…”(QS. Al-Hujurat: 6)
Rasulullah ﷺ juga menegaskan keadilan tanpa pandang bulu—tetap berlaku bagi semua, bahkan terhadap orang lemah—karena kezaliman sekecil apapun bisa menghancurkan umat.
Dalam perspektif Islam, solusi terhadap persoalan ini bukan hanya penegakan hukum yang tegas, tapi juga edukasi moral dan spiritual bagi masyarakat. Sistem keuangan perlu dibersihkan dari transaksi riba, penipuan, dan praktik haram lainnya. Negara juga wajib memastikan mekanisme verifikasi yang adil agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Pada akhirnya, peristiwa ini menjadi pengingat keras bahwa menjaga amanah harta bukan hanya tanggung jawab individu, tapi juga tanggung jawab kolektif. Masyarakat yang jujur, pemerintah yang adil, dan sistem yang transparan akan menciptakan lingkungan yang diberkahi. Sebab dalam Islam, harta yang haram akan menjadi api di akhirat, sedangkan harta yang halal, bersih, dan dikelola dengan amanah akan menjadi cahaya yang menyelamatkan. Pada akhirnya, peristiwa ini menjadi pengingat keras bahwa menjaga amanah harta bukan hanya tanggung jawab individu, tapi juga tanggung jawab kolektif. Masyarakat yang jujur, pemerintah yang adil, dan sistem yang transparan akan menciptakan lingkungan yang diberkahi. Sebab dalam Islam, harta yang haram akan menjadi api di akhirat, sedangkan harta yang halal, bersih, dan dikelola dengan amanah akan menjadi cahaya yang menyelamatkan.
Anjayyyy
BalasHapus