Pernikahan; Momok Menakutkan bagi Remaja



Oleh : Aksara Adhikari
 (Pelajar Kota Bogor)




Bagi sebagian anak muda saat ini, menikah adalah satu dari sekian keinginan yang jauh dari angan-angan. Mereka menilai, kestabilan ekonomi jauh lebih penting daripada menikah.

Sulitnya mencari lapangan kerja, lonjakan harga-harga kebutuhan pokok, mahalnya biaya hunian, dan ketatnya persaingan kerja menjadi sebagian dasar pemikiran mereka. Mereka pun merasa takut, pernikahan mereka justru menjadi beban dan pengungkung kebebasan.

‎Narasi “Marriage is Scary” juga memperkuat persepsi ketakutan mereka akan pernikahan. Belum lagi munculnya banyak kasus tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perselingkuhan dan perceraian. Hal tersebut menambah deretan panjang pilihan mereka untuk tidak menikah.

Semua hal di atas merupakan kumpulan masalah yang berkaitan erat dengan ‎pemikiran materialis dan hedonisme anak muda saat ini. Keduanya tumbuh dari sistem pendidikan sekuler dan pengaruh media liberal. Pernikahan dipandang sebagai beban, bukan sebagai ladang kebaikan dan jalan melanjutkan keturunan. Mereka bahkan menganggap pernikahan sebagai kutukan ekonomi masa depan.

Itu semua jelas merupakan hal yang salah kaprah. Islam justru menggambarkan pernikahan sebagai sesuatu yang indah. Sesuatu yang sakral, bahkan mendorong para pemudanya untuk menyegerakan pernikahan ketika sudah siap.

Sebagaimana yang disampaikan Allah SWT dalam QS. Ar-Ruum ayat 21, yang artinya :

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." 

Adapun terkait dengan dorongan pernikahan, maka Allah SWT pun telah menegaskannya dalam QS. An-Nur ayat 32, yang artinya :

"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya."

Dorongan ini jelaslah bukan hal yang mengada-ada. Pasalnya, institusi pernikahan adalah inti dari sebuah peradaban yang besar. Sungguh, dari sebuah pernikahan yang baik akan menghasilkan segala hal yang baik-baik. Dalam hal ini, anak-anak yang baik, yang nantinya akan menjadi titik perubahan masyarakat. 

Alhasil, persepsi tentang pernikahan harus dibentuk ulang. Segala ketakutan akan pernikahan harus dikikis. Mulai dari penyebabnya, semisal KDRT, selingkuh, perceraian, dan lain-lain. Hingga konten media sosial yang bertebaran yang menunjukkan hal-hal buruk tentang pernikahan.

Persepsi akan materi dan gaya hidup hedonisme juga harus dihilangkan. Berganti dengan persepsi dan nilai-nilai keislaman, dalam segala hal. Sosialisasi dan dakwah perlu dilakukan melalui berbagai platform media sosial dan mainstream. Termasuk pengaturan di dalamnya. Hal ini pun harus sejalan dengan adanya pemenuhan kebutuhan oleh negara, dan penjaminan atas keselamatan dan berbagai kesulitan sebagai masyarakat kecil.

Semua ini memerlukan kerja keras dari berbagai pihak. Bukan hanya keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Upaya ini pun wajib melibatkan aparatur pemerintahan. Pasalnya, ada beberapa hal yang memang hanya bisa diakses oleh mereka, para pemegang kebijakan.

Sehingga, kita butuh sebuah institusi yang bisa menerapkan seluruh aturan-aturan Islam dalam kehidupan. Terutama dalam pengelolaan media sosial dan arah opini masyarakat, yang itu semua dilakukan sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadits. Hal-hal ini sungguh tidak bisa diterapkan, kecuali dengan terwujudnya Daulah Khilafah Islamiyyah.

Wallahu A'lam bis Shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak