Mesin Digital Kapitalisme Dapat Merusak Mental Generasi

Oleh:Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)


Indonesia mencetak rekor dunia tapi bukan dalam prestasi, melainkan sebagai pengakses internet terbesar. Menurut laporan Digital 2025 Global Overview tercatat ada 98,7% penduduk Indonesia berusia 16 tahun ke atas mengakses internet.(CNN Indonesia, 29/11/2025).

Rata-rata masyarakat mengakses internet selama 7 jam 22 menit, lebih lama dari rata-rata global yaitu 6 jam 38 menit. Meskipun angka ini masih di bawah Afrika Selatan dan Brazil yang mengakses internet lebih dari 9 jam setiap hari. Sebanyak 63% masyarakat Indonesia mengakses internet melalui ponsel, sementara yang menggunakan komputer hanya 73%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata global. Sementara itu perempuan berusia 16-24 tahun tercatat sebagai pengguna aktif. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari internet, ponsel adalah barang wajib yang selalu ada di sampingnya. Diprediksi angka ini akan terus bertambah karena perkembangan teknologi digital saat ini(Arrahmah,6/12/25).

Media sosial saat ini menjadi sarana untuk membagikan aktivitas keseharian masyarakat agar bisa dilihat banyak orang. Hal ini bisa berpotensi baik, namun juga bisa memberikan dampak buruk jika tidak digunakan dengan bijak. Di Indonesia belum ada aturan pembatasan penggunaan ponsel seperti yang telah dilakukan di beberapa negara di dunia. Seperti halnya di Malaysia, anak usia di bawah 16 tahun tidak diberikan izin untuk mendaftar akun media sosial mulai tahun 2026. (The Straits Times)

Malaysia berencana untuk meningkatkan keselamatan anak-anak saat mengakses internet, dan meminta penyedia platform untuk melakukan penerapan verifikasi elektronik kenali pelanggan anda (Ekyc).

Selandia Baru juga berencana akan mengajukan rancangan undang-undang pembatasan penggunaan media sosial bagi anak dibawah usia 16 tahun. Belanda menyarankan orang tua tidak mengizinkan anak-anak dibawah usia 15 tahun mengakses medsos seperti Tiktok dan Instagram dengan alasan masalah kesehatan seperti depresi dan insomnia. Norwegia, Belgia dan beberapa negara telah membuat kebijakan terkait pembatasan penggunaan ponsel pada anak-anak, lantas bagaimana dengan Indonesia?

Ponsel dan teknologi digital sifatnya netral. Potensi baik dan buruk tergantung manusia yang menggunakannya. Dilansir dari Ekspose.id, 12/11/2025 ada lebih dari seratus siswa dari berbagai jenjang pendidikan terdeteksi mengalami depresi ringan. Penyebab utamanya karena telah adiksi terhadap ponsel. Banyak anak-anak yang mengalami gangguan tidur, mudah cemas, kesulitan fokus untuk belajar, bahkan menarik diri dari lingkungan sosial. Belum lagi bahaya ketika anak-anak mengakses ponsel untuk game online yang rentan akan kekerasan, porno aksi dan pornografi dan efek negatif lainnya.
Ponsel ibarat pisau bermata dua.

Maraknya isu kesehatan mental pada anak dan remaja, bullying, kekerasan, judol, pinjol, human trafficking dan lainnya adalah efek buruk dari kemajuan teknologi digital. Tontonan kini jadi tuntunan, dan tanpa sadar mempengaruhi di kehidupan nyata. Misalnya kasus judol yang nilai transaksinya mencapai Rp1.200 triliun pada akhir 2025, ternyata dilakukan oleh sebagiannya oleh pemain berusia 10-16 tahun. Mereka mengetahui aktivitas tersebut dari media sosial.

Dominasi generasi muda dalam penggunaan internet memang sebuah kewajaran, karena mereka memang lahir di era digital dan diwarnai secara terus-menerus dengan informasi digital. Generasi ini disebut juga sebagai digital native alias warga dunia digital. Mereka dekat dengan teknologi sedari kecil, mereka sangat mahir menggunakan berbagai perangkat dan platform digital. Pembelajaran hari ini pun banyak yang menggunakan internet, komunikasi lebih mudah dan cepat, serta bisa membuka peluang usaha dan lainnya.

Mirisnya hari ini kita diatur oleh sistem kapitalis sekuler. Agama dipisahkan dari kehidupan. Agama hanya berperan dalam ranah individu. Itu pun hanya sebatas aspek ritual dan moral dengan berbagai batasan seperti HAM dan kebebasan. Materialisme dan liberalisme menggerus nilai moral dan kemanusiaan. Menjauhkan dari nilai ruhiyah sehingga perbuatan tidak lagi didasarkan kepada halal dan haram, melainkan kesenangan dan manfaat.

Peran negara dalam sistem hari ini hanya sebagai regulator. Negara berhitung untung rugi dalam meriayah rakyatnya sendiri. Sehingga semua kebijakan yang dikeluarkan penguasa termasuk ruang digital didasarkan pada satu kepentingan yaitu ekonomi. Makanya tidak heran situs judol dan pinjol, pornografi dan pornoaksi serta konten negatif lainnya masih mendapatkan tempat di negeri ini. Tidak benar-benar diberantas kecuali hanya formalitas. Arus informasi begitu besar, menghanyutkan generasi ke dalam berbagai kerusakan.

Kita bisa melihat berbagai kebijakan hari ini selalu mengarah kepada kepentingan untuk menggenjot ekonomi, mulai dari pendidikan, kesehatan, keamanan, informasi dan media massa. Proyek-proyek menyangkut digitalisasi dijadikan sebagai lahan sekularisasi dan liberalisasi yang membuat generasi mengalami disorientasi hidup serta kehilangan ketahanan ideologi. Alhasil hari ini profil generasi tangguh dan agen perubahan kian sulit terwujud. Gaya hidup mereka dari cara berbicara, berpakaian, dan pemikiran merujuk pada budaya asing.

Dalam Islam teknologi itu sifatnya netral, hanya sekadar wasilah atau alat mempermudah kehidupan. Teknologi dikembangkan hanya demi kemuliaan Islam dan kesejahteraan umat. Bahkan negara akan mendorong penuh perkembangan teknologi dalam rangka melaksanakan tugasnya untuk meriayah rakyat dan melindunginya. Tugas negara untuk menjaga keselamatan manusia baik dari sisi harta, kehormatan, akal, jiwa dan agama.

Islam datang dengan seperangkat aturan sebagai solusi untuk semua permasalahan kehidupan manusia. Islam melindungi manusia dengan berlapis-lapis perlindungan mulai dari ketakwaan pada setiap individu sebagai benteng utama dan pertama. Ketakwaan ini diperoleh dari penanaman akidah sejak dini serta dampak dari penerapan sistem pendidikan Islam.

Penjagaan kedua datang dari keluarga. Keluarga yang kokoh baik dari struktur maupun fungsinya. Ketiga penjagaan dari masyarakat melalui amar makruf nahi mungkar. Dan penjagaan terakhir dari negara dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam semua aspek kehidupan. Negara merupakan support sistem yang utuh dan menyeluruh bagi terwujudnya seluruh lapisan pelindung di atas. Negara akan mengatur penggunaan teknologi digital sebagai sarana pendidikan, penguat dakwah, serta alat propaganda untuk menunjukkan kekuatan negara Islam di hadapan negara lain khususnya musuh Islam. Negara akan memfilter setiap informasi yang masuk, memastikan tidak ada satupun pihak yang berbuat kerusakan dan menimbulkan mudharat.

Negara akan mendorong para ilmuwan dan peneliti untuk mengembangkan teknologi di berbagai bidang demi kemaslahatan umat. Hal ini bisa menjadi sebuah kekuatan untuk menjaga kedaulatan negara Islam. Negara yang mandiri, terdepan dalam bidang teknologi, bahkan bisa menjadi rujukan bagi negara lain. Semua ini dalam rangka mengamalkan firman Allah SWT dalam QS Al -Anfal ayat 60:
” Dan persiapkanlah kekuatan apa saja yang kalian mampu untuk menghadapi musuh, termasuk kuda-kuda yang terlatih dan pasukan yang kuat. Supaya kamu dapat menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang tidak kamu ketahui, tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah, Niscaya Allah akan balas dengan cukup kepadamu dan kami tidak akan dizalimi (dirugikan).”

Wallahua’lam bis shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak