Oleh Alin FM
Praktisi Multimedia dan Penulis
Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah yang berat. Bukan sekadar kekuasaan, melainkan pertanggungjawaban di hadapan manusia dan, yang utamanya adalah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT).
Dalam pusaran politik demokrasi modern, yang dipercepat oleh media sosial dan siklus berita 24 jam, pemimpin seringkali teruji oleh janji-janji besar dan program-program ambisius. Namun, sejatinya, ujian terberat sang pemimpin terletak pada tujuan menduduki kekuasaan.
Seharusnya pemimpin sejati selalu merujuk kepada hal-hal yang telah dicontohkan secara gamblang oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Dalam politik kenegaraan beliau, Politik Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam di Madinah adalah cerminan utuh dari empat sifat kenabian: Siddiq (Jujur), Amanah (Dapat Dipercaya), Tabligh (Menyampaikan), dan Fathanah (Cerdas/Bijaksana). Inilah pilar-pilar yang harus menjadi tolok ukur setiap pemimpin.
Ujian sederhana bagi pemimpin masa kini adalah kejujuran personal: apakah ia memimpin berdasarkan fakta dan realitas atau sekadar membangun citra. Di tengah era post-truth dan survei elektabilitas, godaan untuk memanipulasi data atau mengabaikan kritik demi popularitas menjadi sangat besar. Rasulullah dikenal sebagai Al-Amin karena menjauhi kebohongan dan manipulasi. Sejatinya, kepemimpinan adalah beban, bukan fasilitas.
Ujian sederhana lainnya adalah kemampuannya menunaikan hak-hak rakyat (hukum, keadilan, kesejahteraan) tanpa pamrih pribadi, memimpin dengan kerendahan hati dan kesederhanaan, seperti kesediaan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam turut serta menggali parit dalam Perang Khandaq (Parit).
Kepemimpinan ala Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam adalah tentang pelayanan (khidmah), bukan tentang dihormati atau dilayani. Ujian sederhana yang sering luput adalah kesediaan mendengar dan memecahkan masalah kecil rakyatnya tanpa memandang status.
Di era demokrasi-kapitalisme, ujian sang pemimpin diperberat oleh tantangan sistemik, yakni oligarki. Oligarki, kekuasaan yang didominasi segelintir elite kaya, menciptakan lingkungan politik yang toksik (beracun). Fakta hari ini menunjukkan bahwa segelintir orang terkaya dapat menguasai sebagian besar kekayaan negara, yang kemudian mereka gunakan untuk mendanai kampanye politik, memengaruhi kebijakan, dan menempatkan wakil mereka di lembaga-lembaga penting. Jika politik Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam berlandaskan pada wahyu dan takwa, politik oligarki berlandaskan pada modal dan transaksi.
Ujian ekstra bagi pemimpin hari ini adalah: menghentikan praktik legislasi dan regulasi yang secara nyata lebih memihak keuntungan korporasi dan pemodal besar daripada perlindungan hak buruh, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat luas; menjamin independensi lembaga penegak hukum agar tidak diintervensi demi kepentingan elite; dan meneladani kesederhanaan (zuhud) Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dengan memprioritaskan anggaran untuk kebutuhan dasar rakyat, bukan untuk fasilitas mewah. Misalnya, menolak pengadaan mobil dinas super mewah, pembangunan proyek mercusuar yang tidak mendesak rakyat, atau perjalanan dinas yang menghabiskan dana miliaran, sementara pada saat yang sama rakyat masih kesulitan mengakses pendidikan atau layanan kesehatan dasar.
Pada akhirnya, politik Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam berakar pada ketakwaan kepada Allah SWT. Standar kemuliaan di sisi Allah SWT bukanlah jabatan, melainkan ketakwaan:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ١٣
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
Ujian sederhana sang pemimpin, yang diwarisi dari Politik Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, adalah apakah ia mampu melalui hari-harinya dengan jujur, adil, melayani rakyat, dan hanya takut kepada Allah. Warisan politik Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang paripurna, yang mencakup seluruh aspek kepemimpinan dan penerapan syariat, sesungguhnya adalah sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah Islamiyah.
Ujian sederhana ini gagal dilewati, terutama ketika dihadapkan pada cengkeraman oligarki. Maka janji-janji besar dan program ambisius hanyalah ilusi yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Wallahu a'lam bishoab
Wallahu a'lam bishoab
Tags
opini
