Oleh Alin FM
Praktisi Multimedia dan Penulis
Kita tidak sedang berkhayal, kita sedang melihat fakta. Di tengah gemerlapnya teknologi dan klaim kemajuan peradaban Barat, dunia kita sejatinya sedang menderita. Penderitaan ini bukan terjadi secara kebetulan; ia adalah konsekuensi logis dari sebuah sistem yang dibangun di atas fondasi yang rapuh: sistem yang menafikan nilai-nilai hukum Ilahi yang pernah menjadi tulang punggung peradaban Islam selama berabad-abad. Dunia yang tidak diatur oleh Islam adalah dunia yang secara otomatis kehilangan kompas. Coba Kita lihat buktinya:
Dari segi Krisis Lingkungan: Ketika manusia didoktrinasi dengan pandangan hidup materialistik dan sekuler, alam semesta dipandang hanya sebagai sumber daya mati yang boleh dieksploitasi hingga tetes terakhir demi akumulasi keuntungan. Hasilnya? Kerusakan lingkungan (fasad fil ardhi) yang masif dan akhirnya berakibat pada pemanasan global, polusi yang mencekik, dan kehancuran ekosistem. Ini terjadi karena nilai Khalifah pada manusia yang bertanggung jawab telah hilang. Allah SWT telah memperingatkan kita dengan tegas:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ ٤١
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (Q.S. Ar-Rum [30]: 41)
Kemudian dari fakta Krisis Ekonomi yaitu perekonomian global yang didominasi oleh sistem riba (bunga) telah melahirkan jurang ketidakadilan sosial yang mencolok. Segelintir orang menguasai separuh kekayaan dunia, sementara miliaran lainnya berjuang melawan kemiskinan dan pengangguran. Sistem ini secara inheren eksploitatif. Islam, dengan instrumen zakat dan larangan riba, menawarkan pemerataan distributif yang membumi. Al-Qur'an telah memberi peringatan keras yang tak bisa ditawar. Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ٢٧٨فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu..." (Q.S. Al-Baqarah [2]: 278-279)
Selanjutnya dari fakta krisis pendidikan yaitu kita menghasilkan sarjana-sarjana yang cerdas secara teknis, tetapi miskin akhlak dan etika. Kualitas pendidikan yang rendah bukan hanya soal kurangnya fasilitas, tetapi kegagalan mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan hikmah dan tujuan keimanan yang lebih tinggi. Pendidikan saat ini seringkali hanya mencetak worker bagi pasar modal, bukan pemimpin yang berjiwa 'alim dan beradab.
Karena tujuan pendidikan menurut QS. Luqman ayat 12-19 adalah membentuk manusia yang bertauhid, berakhlak mulia, dan selamat dunia akhirat. Ini dicapai melalui pengajaran akidah yang bersih dari syirik, kepatuhan dan bakti kepada orang tua (selama tidak maksiat), pelaksanaan salat, amar ma'ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran), serta memiliki kesabaran, sikap tawadhu, dan sopan santun.
Selanjutnya fakta krisis sosial dan keluarga yaitu ketika individu dibebaskan dari pertanggungjawaban moral yang kuat, dan ketika nilai-nilai sakinah dalam keluarga digantikan oleh kebebasan tanpa batas, maka kriminalitas meningkat dan tatanan keluarga rusak menjadi keniscayaan. Allah SWT telah menjadikan keluarga sebagai poros ketenangan:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Q.S. Ar-Rum [30]: 21)
Dunia ini membutuhkan bukan hanya solusi tambal sulang, melainkan sebuah perubahan fundamental dalam paradigma hidup. Kita telah menyaksikan konsekuensi pahit dari aturan buatan manusia. Sebaliknya, Allah SWT telah menjanjikan kehidupan yang penuh keberkahan jika kita menerapkan sistem-Nya:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ٩٦
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Q.S. Al-A'raf [7]: 96)
Oleh karena itu, kebutuhan kita terhadap penerapan aturan dan peradaban Islam secara totalitas adalah sebuah keharusan, bukan pilihan. Peradaban Islam akan mampu memancarkan cahayanya secara sempurna, hanya jika ditegakkan oleh institusi politik yang menjadi perisai dan pelaksana syariat secara kaffah. Institusi politik Islam sempurna yang dimaksud adalah yang akan mengakhiri kegelapan multidimensi ini yaitu Khilafah 'ala minhajin nubuwwah (Khilafah yang mengikuti metode kenabian). Institusi ini bukanlah utopia, melainkan janji dan tahapan sejarah yang pasti. Rasulullah SAW bersabda:
ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
"Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian." (H.R. Imam Ahmad)
Hanya dengan kembalinya institusi ini, segala aspek kehidupan dari ekonomi, sosial, pendidikan, hingga lingkungan akan ditata kembali berdasarkan hukum Allah SWT, menghilangkan krisis multidimensi, dan mengembalikan cahaya kehidupan serta keberkahan bagi seluruh alam.
Tags
opini
