Oleh : Umi Zadit Zareen
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Bencana longsor hingga banjir bandang menerjang sebagian wilayah Sumatra Barat, Sumatra Utara, Aceh, dan beberapa lainnya. Hingga kini korban meninggal mencapai 807 jiwa, kemudian orang hilang sebanyak 647 jiwa, dan korban terluka sebanyak 2.600 jiwa. BNPB mengkoreksi data korban bencana.(Detiknews.3/12/25)
Melihat dari apa yang terjadi ini tidak hanya karena faktor curah hujan yang sampai pada puncaknya, banjir bandang terlihat sangat parah karena diiringi oleh menurunnya daya tampung wilayah. Mengingat banjir menjadi musibah setiap tahun diberbagai wilayah. Semestinya pemerintah melakukan upaya antisipasi dan mitigasi banjir dengan lebih serius.
Bencana yg terjadi bukan karena faktor alam atau sekadar ujian semata, tapi dampak kejahatan lingkungan yg telah berlangsung lama dan dilegitimasi kebijakan penguasa dan kemudahan dalam membuka para pemilik modal untuk mengelola tanpa memikirkan dampaknya untuk masyarakat.
Sikap penguasa seperti ini sangat tergambar dalam sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Sistem kapitalisme di mana negara hanya regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal, sehingga abai pada rakyat, Penguasa & pengusaha kerap kongkalikong untuk menjarah hak milik rakyat berlindung dari kata pembangunan.
Bencana ini juga akibat pembangunan ala kapitalisme yang memberi ruang kebebasan bagi oligarki mengubah lahan serapan menjadi lahan bisnis, abai atas keselamatan rakyat dan kerusakan alam, karena hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Musibah banjir dan longsor di Sumatra memperlihatkan bahaya yang begitu nyata akibat kerusakan lingkungan, terlebih dengan pembukaan hutan besar-besaran tanpa memperhitungkan dampaknya.
Inilah efek dari negara meninggalkan hukum Allah atau sistem Islam dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat yang menderita, sedangkan pengusaha dan penguasa yang menikmati hasil hutannya.
Dalam Islam, Negara wajib menghindarkan rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana. Allah telah mengingatkan bahwa kerusakan di bumi akibat ulah manusia. Dari sini, sebagai wujud keimanan, umat Islam harus menjaga kelestarian lingkungan.
Negara akan melakukan perencanaan matang dalam membangun kota/desa dan berorientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat. Negara membangun kota berbasis mitigasi bencana serta menjaga kelestarian lingkungan.
Bahkan dalam sistem Islam, telah mengatur konservasi agar ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Islam juga mengharuskan adanya pemetaan wilayah sesuai potensi bencana berdasarkan letak geografisnya, sehingga akan membangun tata ruang yang berbasis mitigasi bencana, sehingga aman untuk manusia dan alam
Semua dilakukan oleh negara karena Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah, termasuk dalam menghadapi bencana. Karena tanggung jawab menjaga kelestarian alam dengan menata hutan dalam pengelolaan yang benar.
Hanya dengan hukum Allah, negara dapat meminimalisir terjadinya banjir dan longsor yang menyengsarakan rakyat. Sebagai pemegang mandat dari Allah akan fokus setiap kebijakannya mengutamakan keselamatan umat manusia dan lingkungan dari dharar. Pastinya akan merancang blue print tata ruang secara menyeluruh, melakukan pemetaan wilayah sesuai fungsi alaminya, tempat tinggal dengan semua daya dukungnya, industri, tambang, dan himmah. Semua akan berjalan, sejalan dengan ketaqwaan yang tumbuh dari masyarakat dan pemerintah untuk saling menjaga dan melestarikan lingkungan.
Wallahu a'lam.
Tags
opini
