Oleh: Julia Ummu Adiva Farras
Beberapa pekan terakhir Indonesia didera berbagai bencana alam, mulai banjir, longsor, angin puting beliung dan baru saja kemarin pulau Sumatera dan sekitarnya di guyur hujan yang tak kunjung berhenti hingga mengakibatkan banjir bandang di sejumlah titik daerah terdampak.
Kepala DEPUTI Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Budi Irawan, terus memastikan penanganan tanggap darurat tanah longsor di plKabupaten Cilacap, Jawa Tengah segera ditangani agar tak memakan korban lebih banyak bersama para tim sar dikerahkan. Hingga Jumat (14/11) malam ada sebanyak 20 orang korban hilang dalam pencarian. Karna intensitas hujan ringan hingga sedang masih berpotensi terjadi hingga Minggu (16/11), maka warga diminta untuk waspada, terutama di kawasan cekungan Majenang yang rentan pergerakan tanah. Dilansir dari mediaindonesia,com.
Bersamaan dengan itu, tepat di Kabupaten Banjarnegara terjadi longsor di Desa Pandanarum, Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (15/11).
Tim SAR telah berhasil mengevakuasi 34 orang dari kawasan hutan di sekitar longsoran dan masih ada yang belum ditemukan, diperkirakan 27 orang lagi. Senin (17/11), dikutip dari cnnindonesia,com.
Begitupun, di daerah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dikepung banjir hingga angin puting beliung selama dua hari terakhir akibat cuaca ekstrem hingga terjadi abrasi pantai di Kabupaten Tolitoli, Morowali Utara, dan Buol. Minggu, 23/11/2025, cnnindonesia.com.
Sepanjang bulan November ini, alam seolah memberi sinyal namun di abaikan oleh manusia yang berkuasa hingga banjir bandang pun menyapu di sejumlah wilayah Sumatera akibat curah hujan yang tinggi. Namun hal ini diperparah dengan pembalakan liar yg memang di rusak segelintir orang, mulai dari ekosistem hutan di hulu daerah aliran sungai (DAS).
Menurut Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, Hatma Suryatmojo, hutan di wilayah DAS memiliki peranan seperti penyangga hidrologis. Ini bisa menjadi spons untuk menyerap air hujan ke dalam tanah, seraya menahannya untuk tidak langsung masuk ke sungai.
Dari hasil berbagai penelitian di hutan tropis alami Kalimantan dan Sumatera, kemampuan hutan di wilayah tersebut menahan dan menampung air hujan di tajuk mencapai 15-35% dari hujan. Dengan permukaan tanah yang tidak terganggu bisa memasukkan air ke dalam tanah mencapai 55%, jadi limpasan permukaan ke badan sungai hanya 10-20% saja.
Sementara itu, kemampuan hutan mengembalikan air ke atmosfer lewat proses evapotranspirasi mencapai 25 hingga 40 persen dari total hujan. Hal ini merupakan peranan penting, terutama hutan yang dapat menjaga keseimbangan siklus air hingga mencegah banjir saat musim hujan. Saat hutan di hulu rusak atau gundul, maka mengganggu siklus hidrologi alami dan semua fungsi hutan akan menghilang.
"Peran hutan untuk intersepsi, infiltrasi dan evapotranspirasi akan hilang. Air hujan yang deras tak lagi banyak terserap karena lapisan tanah kehilangan porositas akibat hilangnya jaringan akar. Akibatnya, mayoritasi hujan menjadi limpasan permukaan yang langsung mengalir deras ke hilir," jelasnya dikutip dari laman resmi UGM, Senin (1/12/2025).
Sejumlah hutan yang masih utuh dinilai juga memiliki kemampuan tertentu menampung hujan. Misalnya pada hujan ekstrem akan meningkatkan potensi longsor, yang membawa material berupa tanah, batu, dan batang pohon.
Bencana alam yang terjad terus berulang di sepanjang tahun, tanpa ada penyelesaian dan solusi konkrit yang tuntas. Justru hal ini terus terjadi akibat kesalahan tata kelola ruang hidup dan lingkungan yang tidak berlandaskan Islam. Mulai dari lambannya mitigasi bencana yang terlihat lemah dan tidak komperhensif baik dari tataran individu, masyarakat dan negara. Padahal pemerintah seharusnya menyiapkan kebijakan yang tegas bagi preventif dan kuratif dalam mitigasi bencana. Pemerintah bertanggung jawab sepenuhnya atas apa yang dipimpinnya. Namun itu semua nihil rasanya ketika berada di sistem demokrasi yang hanya mementingkan untung rugi, dimana ada asas manfaat maka akan dilibas tanpa memikirkan dampak yang dirasakan terutama kepada rakyatnya dan lagi-lagi setiap kebijakan yang ada, rakyat selalu menjadi korban atas keserakahan tangan manusia minim empati.
Sungguh sangat jauh sekali dengan Islam. Islam memiliki 2 dimensi soal bencana, yakni dimensi ruhiyah yakni memaknai setiap bencana alam merupakan tanda kekuasaan Allah.
Kemudian dimensi siyasiyah terkait dengan kebijakan tata kelola ruang dan mitigasi bencana yang sangat di atur dalam Islam secara komplek bagaimana cara menjaga alam, tidak merusak, tebang pilih ataupun lainnya.
Islam sangat serius melakukan mitigasi bencana karna dalam rangka menjaga keselamatan jiwa rakyatnya, juga menyejahterakan rakyatnya semata. Bukan lagi karna asas manfaat. Jikapun terjadi bencana maka seorang pemimpin akan bertanggung jawab dengan memberikan secara layak, pendampingan hingga mampu menjalani kehidupannya secara normal kembali pasca bencana tersebut. Itu semua hanya bisa kita rasakan ketika syari'at Islam ditegakkan. Islam akan mengatur segala aspek kehidupan manusia di semua lini yang akan memancarkan cahaya bak matahari yang menyinari dunia dan alam semesta.
Wallahu a'lam bish-shawab [].
Tags
opini
