Tragedi Ledakan di Lingkungan Sekolah, Bukti Gagalnya Sekularisme dalam Mendidik Generasi


Oleh. Rus Ummu Nahla



Dunia pendidikan Indonesia kembali diguncang oleh tragedi memilukan. Pada Jumat, 7 November 2025, terjadi ledakan di area sekitar Masjid SMA Negeri 72 Jakarta saat para siswa tengah melaksanakan salat Jumat. Peristiwa tersebut menimbulkan kepanikan besar dan menyebabkan puluhan siswa mengalami luka-luka. Aparat kepolisian segera mengamankan seorang pelajar berusia 17 tahun yang diduga sebagai pelaku. Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa remaja tersebut membawa bahan peledak rakitan (Kumparan News, 12 November 2025).

Motif di balik tindakan nekat itu pun perlahan terungkap. Pelaku diketahui mengalami tekanan psikologis berat karena kerap menjadi korban perundungan (bullying) di sekolahnya. Ia merasa tersisih, diremehkan, dan tidak mendapatkan dukungan emosional dari lingkungan sekitar. Akumulasi tekanan itu akhirnya meledak dalam bentuk tindakan ekstrem yang membahayakan banyak orang.

Tak lama berselang, peristiwa serupa juga terjadi di Aceh Besar. Seorang santri di Pesantren Babul Maghfirah nekat membakar asrama putra tempat ia belajar. Remaja di bawah umur tersebut mengaku sering menjadi sasaran perundungan oleh teman-temannya. Tekanan emosional yang tak tertahankan membuatnya kehilangan kendali hingga melakukan aksi berbahaya itu.

Dua tragedi ini memang baru pertama kalinya terjadi di indonesia. Namun tidak bisa dianggap sepele dan tentunya kasus ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Keduanya merupakan  sebuah perjalanan yang merupakan hasil akibat gagalnya sistem pendidikan di Indonesia dalam membangun pondasi keimanan dan akhlak dalam diri anak didik.  

Lumrah diketahui bahwasanya sistem pendidikan di Indonesia saat ini, hanya menitikberatkan pada pencapaian akademik semata atau hanya sekedar menuntut prestasi dengan mengukur bagusnya nilai, namun mengabaikan aspek pembentukan akhlak,dan gagal menanamkan keimanan terhadap siswa.
Sehingga orientasi belajar hanya sebatas bagaimana dia mendapatkan nilai bagus namun miskin akhlak.

Buah Sekularisme

Sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan saat ini telah memisahkan nilai-nilai agama dari seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Sekolah menjadi institusi yang berfokus pada pencapaian akademik, kompetisi, dan target pasar kerja. Siswa didorong untuk unggul secara intelektual, tetapi tidak diarahkan untuk memahami hakikat kehidupan sebagai hamba Allah yang hidup semata-mata untuk beribadah kepada-Nya.

Akibatnya, banyak siswa tumbuh menjadi pribadi rapuh dan emosional. Mereka mudah stres, kehilangan arah, dan tidak mampu mengendalikan diri. Ketika mengalami perundungan dan  kegagalan mereka tidak memiliki sandaran nilai dan keyakinan yang kokoh untuk bangkit. Dari sinilah muncul fenomena kekerasan, depresi, bahkan tindakan ekstrem seperti bunuh diri dan balas dendam.

Selain itu, sistem sekuler-kapitalis menciptakan lingkungan pendidikan yang kompetitif, individualistik, dan liberal. Sekolah tidak lagi menjadi tempat pembinaan insan berakhlak mulia, melainkan arena pembuktian diri dan ajang perebutan status sosial. Nilai keberhasilan diukur dari ranking, nilai ujian, dan prestise sekolah, bukan dari kemuliaan akhlak dan kontribusi sosial. Pendidikan pun bergeser menjadi komoditas ekonomi, sekadar pabrik pencetak tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Orientasi pendidikan semacam ini telah menjauhkan generasi muda dari makna sejati ilmu dan tujuan hidup yang hakiki. Mereka tumbuh menjadi individu produktif dan kompeten, namun miskin nilai, dan mudah terombang-ambing oleh arus materialisme. 


Islam sebagai Solusi 

Islam menawarkan solusi menyeluruh atas krisis pendidikan dan maraknya kekerasan di lingkungan sekolah. Dalam pandangan Islam, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga proses pembentukan kepribadian islami (syakhsiyyah Islamiyyah). Siswa dididik agar berpola pikir (aqliyyah) dan berpola sikap (nafsiyyah) berdasarkan akidah Islam. Tujuan akhirnya adalah melahirkan insan berilmu, beriman, dan bertakwa yang mampu memimpin peradaban menuju kemaslahatan umat manusia.

Sistem pendidikan Islam menempatkan keimanan sebagai poros utama pembinaan. Setiap ilmu yang diajarkan diarahkan agar peserta didik semakin mengenal Allah, semakin tunduk kepada syariat-Nya, dan semakin sadar akan tanggung jawab hidup sebagai hamba Allah di muka bumi.

Dalam sistem Islam pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari sistem kehidupan yang integral. Penerapan sistem ekonomi Islam akan saling mendukung demi terpenuhinya kebutuhan pokok guru dan siswa sehingga pendidikan dapat berlangsung tanpa tekanan biaya dan seterusnya . Selain itu,  Sistem sosial Islam ketika Islam diterapkan tentunya akan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembinaan akhlak dan ukhuwah para peserta didik ditambah dengan penerapan sistem sanksi Islam yang tegas akan mampu menjamin terciptanya ketertiban, keamanan, dan keadilan di tengah-tengah umat, khususnya di lingkungan sekolah.

Dengan dukungan seluruh sistem itu, masyarakat Islam terbentuk menjadi masyarakat yang bersih dari kriminalitas, perundungan, serta gaya hidup bebas. Politik Islam pun memastikan bahwa setiap kebijakan negara berorientasi pada ketaatan kepada Allah SWT dan kemaslahatan umat, bukan pada kepentingan korporasi.

Tragedi kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan seharusnya menjadi alarm bagi seluruh elemen pejabat untuk melakukan introspeksi mendalam. Ini bukan sekadar persoalan keamanan sekolah, melainkan krisis sistemik yang berakar dari sekularisme yang menihilkan peran agama dalam mengatur kehidupan

Selama sistem pendidikan masih berjalan di atas paradigma sekuler-kapitalistik, kekerasan, perundungan, dan krisis ahklak akan terus berulang terjadi. Solusi sejati hanya dapat ditemukan dengan mengembalikan pendidikan kepada fitrahnya yaitu membentuk manusia beriman, berilmu, dan berakhlak mulia, di bawah naungan sistem Islam yang menegakkan aturan Allah secara kaffah.

Hanya dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, dunia pendidikan akan benar-benar melahirkan generasi, tangguh, beradab, dan siap memimpin peradaban.

Wallahu'alam bi ashshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak