Sumatera dalam Pusaran Bencana: Siapa yang Sebenarnya Bertanggung Jawab?




Oleh : Kiasatina Izzati Pertiwi
 (Mahasiswa Karawang)




Badan Nasional Penanggulangan Bencana 
(BNPB) melaporkan total korban meninggal dunia akibat banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, mencapai 303 orang hingga Sabtu (29/11) sore. (30/11/2025 CNN Indonesia.com)

Sumatera utara dan Sumatera barat menjadi daerah yang kini sedang dilanda banjir dan longsor yang sangat parah, banyak rumah tenggelam dan jiwa yang menghilang akibat insiden tersebut. Menurut data BNPB ada sekitar 10 kabupaten yang mengalami banjir serupa antaranya kabupaten aceh barat, aceh timur, aceh utara, aceh singkil dan sebagainya. 

Kini musibah yang terjadi di Sumut dan Sumbar tersebut banyak menjadi sorotan dan banyak menimbulkan pertanyaan dibenak banyak orang. Apakah musibah tersebut terjadi semata mata karena bencana alam atau ada penyebab ini semua bisa terjadi?. Masalahnya, jika kita lihat lebih teliti akan kita temukan banyaknya proyek yang sedang diusung oleh pemerintah yang malah mengorbankan dan merusak ekosistem alam. Yang sangat berdampak pada Masyarakat Sumut dan Sumbar adalah hilang nya hutan tropis terakhir yakni Harangan Tapanuli dan Hutan Batang Toru. 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara (Sumut) menyatakan banjir bandang hingga tanah longsor di sejumlah daerah Sumut terjadi karena kerusakan Ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru.

Maka bisa kita lihat dan simpulkan bahwa kejadian yang kini sedang menimpa Sumut dan Sumbar bukan semata mata bencana alam, tetapi keserakahan orang orang tamak yang mengorbankan banyak penduduk setempat. Lalu yang harus kita soroti juga dalah kebijakan dari Pemimpin dan para Menteri yang sudah memberi izin kepada para kapitalis untuk membuat proyek tambang di hutan tersebut. Seharusnya para Menteri terutama Menteri Kehutanan memikirkan dampak yang akan terjadi jikalau hutan menjadi tempat pertambangan, terlebih pada hutan yang menjadi penyeimbang ekosistem bagi manusia dan juga banyak fauna lainnya.

Kerusakan kebijakan jelas sangat merugikan rakyat. Kapitalisme telah mejadikan tanggung jawab para pemegang kekuasaan bukan lagi kepada rakyat nya, tetapi pada kepuasan nafsu dan ketamakan mereka. Setiap kebijakan yang mereka buat selalu menumbalkan rakyat semata dan menguntungkan para kaum elite yang memiliki cuan. Standar mereka dalam bertindak bukan lagi halal atau haram atau kesejahteraan rakyat, melainkan kebermanfaatan yang mereka raih. 

Kapitalisme Sekuluerisme menjadi bukti gagalnya sistem yang dianut dinegri ini, tidak pernah ada keadilan yang merata, atau keadilan bagi seluruh rakyat, hanya kesengsaraan yang selalu muncul disetiap kebijkannya. Berulang kali negara mengganti nama diatas bangku kekuasaan, tetapi kebijakan masih saja selalu merugikan. Karena setiap peraturan yang lahir untu mengatur negara dan Masyarakat berasal dari akal manusia yang sangat terbatas. Peraturan yang bisa dirubah jika tidak lagi memberikan keuntungan dan diperalat untuk mendapatkan kemanfaatan.
Hakikatnya manusia atau masyarkat haruslah memilki aturan , tetaapi bukan peraturan yang bisa dirubah sesuai kebutuhan penjabat dan pesanan kaum kapitalis, melainkan peraturan yang tetap dan berasal dari sang pencipta manusia. Islam sangat teliti dalam memebrikan Solusi dalam setiap permasalahan. Islam juga sangat melarang ekosistem, air, tanah, gas, dan minyak bumi diperjualbelikan unruk keuntungan kantong para penjabat.

Seperti pada hadits Rasulullah SAW :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad dari jalur Hiban bin Zaid asy-Syar’abi Abu Khidasy, dari seorang laki-laki sahabat Nabi saw.. Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Khathib dalam Mûdhih Awhâm al-Jam’i wa at-Tafrîq, Abu Nu’aim dalam Ma’rifah ash-Shahâbah pada bagian “tarjamah Abu Khidasy” dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Ad-Dirâyah fî Takhrîj Ahâdîts al-Hidâyah mengomentari, “Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Abiy Syaibah, dan Ibnu ‘Adi. Para perawinya tsiqah.” Para ulama hadis menilai para perawi hadis ini tsiqah.

Dalam hadits tersebut maksud ‘berserikat’ ialah bahwa rumput, air dan api adalah kepemilikan umum yang boleh dirasakan manfaatnya oleg seluruh Masyarakat dan tidak boleh negara mengambil keuntungan dari 3 perkara diatas. Dengan demikian, apa saja (air, padang rumput, api, sarana irigasi, dan selainnya) yang memenuhi sifat sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas yang jika tidak ada maka masyarakat akan berselisih dalam mencarinya maka manusia berserikat di dalamnya.

Begitulah islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, peraturan yang tidak akan berubah dan sesuai standar manusia. Maka masalah yang terjadi di negri ini bukan sekedar butuh perubahan undang undang semata yang hanya akan menjadi sistem tumbal sulam, tetapi perubahan menyeluruh yakni sistem/peraturan bernegara denga hadirnya institusi islam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak