Membaca Krisis Sudan sebagai Cermin Benturan Peradaban: Solusi dan Harapan dalam Aturan Islam

Oleh: Imanta 
Mahasiswa Surabaya 


Sudan adalah negara yang sangat strategis secara geopolitik dan kaya akan sumber daya alam, yang jika bisa dikelola sesuai dengan petunjuk dari Allah, maka kekayaan itu akan bermanfaat untuk sekitar sehingga tidak perlu adanya krisis pangan yang sudah lama terjadi hingga saat ini. Bahkan problemtikanya meningkat, maraknya pembunuhan, maupun pemerkosaan yang terjadi. Sudan yang kaya sumberdaya alam hanya menjadi objek permainan dan perebutan negara2 adidaya. Laporan dari OCHA (Office for the coordination of humanitarian affairs, diperkirakan 7,1 juta orang diyakini akan mengalami kekurangan pangan tingkat tinggi antara April dan Juli 2024. Diantara mereka sebanyak 79.000 orang berada pada risiko kelaparan catastrophic level (IPC phase 5) – yang setara denga bencana kelaparan. Mereka kebanyakan bermukim di daerah yang terdampak perubahan iklim, krisis ekonomi, dan konflik sejak 13 tahun terakhir setelah adanya konflik pemisahan sudan dan sudan selatan. Laporan terbaru dari Replubika.id menyatakan bahwasannya Warga Sudan yang melarikan diri dari kota el-Fasher, setelah pasukan paramiliter Sudan membunuh ratusan orang di wilayah barat Darfur di kamp di Tawila, Sudan, Rabu, 29 Oktober 2025. Aljazirah melaporkan, terdpat 1500 warga sudan meninggal dunia dalam waktu 3 hari akibat insiden tersebut.

Kelaparan, serta pembataian hanya merupakan akibat panjangnya konflik yang telah terjadi. Akar penyebab masalah perpanjangan konflik ini harus dianalisis akar penyebab masalahnya. Adanya pemisahan sudan dan sudan Selatan, menandakan adanya fragmentasi dan disintegrasi di tengah kaum muslimin. Padahal Allah mmerintahkan kewajiban dalam menjaga keutuhan satu kesatuan ummat diberbagai penjuru dunia. Ikhitiar yang harus diagungkan bukan sekedar ikhtiar parsial, melainkan ikhtiar menyelesaikan persoalan ini pada level politik, yaitu pada level kesadaran kita untuk memahami ummat agar persoalan diselesaikan dalam aturan Islam, bukan malah aturan dengan intervensi dari negara-negara barat. Krisis ini dikarenakan bukan hanya krisis yang bermotif etnis, melainkan keterlibatan negara adidaya (Amerika serikat) dan inggris serta para turunan-turunannya seperti zionis dan UEA terkait perebutan pengaruh politik proyek timur tengah baru Amerika serikat demi kepentingan perampokan sumber daya alam yang melimpah ruah. Lembaga2 dan aturan internasional dibuat dalam frame kepentingan melanggengkan hegemoni negara adidaya terhadap negeri  muslim. Desain aturan yang berakibat konflik tersbeut, merupakan desain dari sistem politik sekuler yang dilahirkan oleh dunia barat, yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Mengutamakan keuntungan bagi mereka sehingga segala cara dilakukan.

Umat Islam perlu ditingkatkan kapasitas berpikirnya agar mampu memahami berbagai persoalan global dalam konteks ideologis yang lebih luas. Konflik seperti yang terjadi di Sudan sejatinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari benturan peradaban antara ideologi Islam dan ideologi kapitalisme yang mendominasi dunia saat ini. Dengan pola pikir ideologis, umat dapat melihat akar persoalan dengan jernih bahwa banyak krisis yang terjadi di dunia Islam merupakan akibat dari jauhnya umat dari nilai dan aturan Islam yang seharusnya menjadi pedoman hidup.

Hanya dengan kembali pada aturan Islam secara menyeluruh yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, dan moral krisis yang menimpa negeri-negeri Muslim dapat diselesaikan secara mendasar. Aturan Islam tidak hanya mengatur ibadah individu, tetapi juga sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang berkeadilan. Melalui penerapan aturan Islam ini, keadilan sosial, kesejahteraan ekonomi, serta kedamaian antarbangsa dapat diwujudkan. Kesadaran ini hendaknya tumbuh bukan karena tekanan atau kepentingan duniawi, tetapi karena dorongan iman bahwa aturan Allahlah satu-satunya jalan yang dapat membawa keberkahan dan rahmat bagi seluruh alam.

Persatuan di antara negeri-negeri Muslim merupakan hal yang sangat penting dan mendesak. Selama umat Islam masih terpecah-pecah dalam batas-batas nasional yang sempit dan terus terpengaruh oleh kepentingan negara-negara besar, mereka akan tetap berada dalam posisi lemah dan mudah dijajah baik secara politik, ekonomi, maupun budaya. Hegemoni kekuatan Barat yang terus berupaya mempertahankan dominasi globalnya telah menyebabkan banyak negeri Muslim mengalami penderitaan dan ketidakstabilan. Karena itu, sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa kekuatan sejati terletak pada persatuan mereka di bawah satu kesepahaman dan penerapan aturan Islam secara menyeluruh. Persatuan inilah yang akan menjadi benteng melawan ketidakadilan global dan membuka jalan bagi lahirnya tatanan dunia yang lebih adil, damai, dan berkeadaban.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak