Oleh : Annisa A
Kasus pelajar SMP yang terjerat pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) kembali marak dan menimbulkan keprihatinan serius. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, menilai bahwa kasus ini merupakan cerminan dari kesalahan dalam sistem pendidikan saat ini. Salah satu contoh kasus terjadi pada seorang siswa SMP di Kulon Progo, DIY, yang diketahui terjerat judol dan pinjol hingga bolos sekolah selama satu bulan.
Fakta ini menunjukkan bahwa judi online kini telah menjangkau ruang yang sangat dekat dengan pelajar. Konten judi online bahkan merambah situs-situs pendidikan dan permainan digital, sehingga siswa berada dalam posisi sangat rentan terhadap paparan. Ketika mereka kehabisan uang akibat kalah bermain judol, pelajar mudah terdorong untuk mencari pinjaman dari platform pinjol yang menawarkan akses cepat dan syarat yang longgar. Fenomena ini kemudian membentuk lingkaran masalah yang semakin sulit diputus.
Situasi ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan orang tua, sekolah, serta lemahnya campur tangan negara dalam memberantas situs-situs judi online. Sejauh ini, pendidikan karakter dan literasi digital yang diterapkan belum mampu menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh. Hal ini karena akar masalahnya tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan, tetapi juga pola pikir yang terbentuk dalam lingkungan kapitalistik saat ini.
Dalam sistem kapitalisme, keberhasilan sering diukur melalui materi, sehingga muncul cara berpikir instan seperti ingin cepat kaya tanpa kerja keras. Ditambah dengan kemudahan akses dan modal kecil, remaja dengan cepat terjebak pada praktik tidak bermoral tersebut. Di sisi lain, negara dalam sistem kapitalisme berperan lebih sebagai regulator, bukan sebagai pelindung yang bagi rakyat, termasuk bagi generasi muda.
Oleh karena itu, solusi tidak cukup hanya menambah edukasi karakter seperti pada saat ini. Melainkan perlu diberikan pemahaman yang jelas bahwa judi online dan pinjol adalah perbuatan yang haram, sehingga mereka memiliki landasan nilai yang kuat dalam bertindak. Hal ini dapat dicapai melalui sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah sebagai fondasi pembentukan pola pikir dan pola sikap peserta didik.
Dalam kerangka pendidikan Islam, pembentukan karakter tidak bersifat permukaan, tetapi mencakup penguatan kepribadian Islami yang menyeluruh. Sistem ini mampu membimbing pelajar agar memiliki keteguhan moral dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan, termasuk godaan digital seperti judol dan pinjol.
Selain itu, negara memiliki kewajiban untuk menutup akses judi online secara total serta memberikan sanksi tegas kepada pelaku dan pengelolanya. Negara harus hadir sebagai pelindung generasi muda, bukan hanya sebagai regulator yang menetapkan aturan tanpa tindakan yang efektif.
Dengan demikian, kasus pelajar SMP yang terjerat pinjol dan judol seharusnya menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali peran negara dan sistem pendidikan. Perlindungan terhadap generasi muda hanya dapat dilakukan melalui sistem yang komprehensif, yaitu sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah serta negara yang berfungsi aktif menjaga moral dan keamanan masyarakat.
Tags
opini