Bullying Meningkat, Butuh Tanggung Jawab Negara




Oleh: Hamnah. B. Lin

Dilansir oleh kompas.id, 08/11/2025, bahwa Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa terduga pelaku peledakan di SMA Negeri 72 Jakarta adalah siswa sekolah tersebut. Meski banyak beredar informasi tentang pelaku dan motif pelaku di media sosial dan sejumlah media massa, hingga kini belum ada keterangan resmi tentang identitas dan alasan di balik tindakan yang dilakukan pelaku.

Berdasarkan keterangan resmi yang ada sampai sekarang, peneliti psikologi forensik Universitas Airlangga, Surabaya, Margaretha, saat dihubungi, Sabtu (8/11/2025), menduga peristiwa peledakan di sekolah tersebut sebagai tindakan terencana untuk membalas sesuatu. Kemarahan yang dipendam pelaku diarahkan menjadi tindakan agresi yang menimbulkan korban.

Bullying memang sudah menjadi isu yang memprihatinkan. Dari waktu ke waktu kasusnya terus meningkat signifikan, termasuk di lingkungan satuan pendidikan. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebut, pada 2022 jumlah kasusnya ada 194, sedangkan pada 2024 meningkat menjadi 573 kasus. Itu yang tercatat.

Ditambah pengaruh sosial media yang memperparah pelaku aksi bullying, bahkan bullying dijadikan candaan berlebihan. Hal ini menunjukkan telah terjadi krisis adab dan hilangnya fungsi pendidikan. Bahayanya sosial media adalah ketika menjadi rujukan korban bullying untuk melakukan tindakan yang membahayakan nyawa orang lain sebagai pelampiasan kemarahan atau balas dendam. 

Adalah Sistem pendidikan sekuler kapitalistik yang diterapkan oleh negeri ini, menjadi biang keladi maraknya bullying karena kurikulumnya berfokus pada materi sehingga telah gagal dalam membentuk akhlak terpuji. Kurikulum pendidikan hari ini yakni memisahkan aturan Agama dengan materi ajar, nyatanya telah berhasil menjadikan anak - anak peserta didik jauh dari memiliki sikap atau akhlak terpuji, jauh dari memiliki ketakwaan kepada Sang Pencipta, yang pada aspek ketakwaan inilah kunci bisa mengontrol sikap dan lisan anak - anak.

Hal ini jauh berbeda ketika Sistem Islam ada, yakni khilafah dengan pemimpinnya bernama khalifah akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Sistem khilafah Islamiyah memiliki mekanisme dalam menjaga dan melindungi generasi dari aksi kekerasan atau perilaku buruk, yakni akidah, syariat, serta sistem sanksi yang diterapkan negara Khilafah.

Pertama, penanaman akidah Islam akan menuntun individu menjadi generasi yang berkepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai Islam. Pendidikan akidah islam adalah fondasi dasar yang harus diajarkan dan ditanamkan sejak usia dini. Ini menjadi tanggung jawab orang tua sebagai sekolah pertama dan utama bagi generasi. Orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak, mengajarkan sikap peduli dan empati di lingkungan keluarga dan masyarakat, serta akhak yang baik. Dengan kepribadian Islam, generasi tidak akan mudah berbuat buruk atau rusak.

Kedua, masyarakat yang menerapkan aturan Islam akan menjadi kontrol sosial bagi perilaku yang bertentangan dengan Islam. Ini karena Islam mengatur pergaulan, sosial, dan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Dengan pembiasaan saling menasihati, masyarakat tidak akan menoleransi tindak kekerasan dalam bentuk apa pun. Sudah seharusnya normalisasi amar makruf nahi mungkar ditumbuhkan dalam lingkungan masyarakat agar nilai kepedulian dan empati terhadap sesama manusia terus hidup dalam diri mereka.

Ketiga, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah hlm. 8 Syekh ’Atha’ bin Khalil menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut. Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islam) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan.

Keempat, negara Khilafah memberlakukan sistem sanksi untuk mencegah dan menangani kejahatan dan kasus kriminal. Sistem sanksi Islam (ukubat)berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan ukubat sebagai zawajir karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Keberadaan ukubat sebagai jawabir dikarenakan ukubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara di dunia.

Langkah -langkah di atas dapat terlaksana ketika sistem hari ini beralih kepada sistem khilafah islamiyah. Kembalinya Khilafah memang sebuah keniscayaan sejarah. Terlebih Allah telah menjanjikan bahwa Khilafah akan kembali menaungi umat Islam. Namun, tegaknya Khilafah menuntut untuk diperjuangkan. Mari bersama bulatkan tekat, tebas habis kasus bullying dengan sistem mumpuni yakni khilafah islmaiyah.
Allahu a'lam biasshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak