Kasus Bunuh Diri Terjadi Berulang Kali, Alarm Besar Dunia Pendidikan?




Fathimah A. S
(Aktivis Dakwah Kampus)




KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas terjadinya dua kasus dugaan bunuh diri yang melibatkan pelajar di Sawahlunto, Sumatera Barat dan Sukabumi, Jawa Barat. Dua peristiwa tragis pelajar bunuh diri ini menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan dan keluarga untuk lebih peka terhadap kesehatan mental anak dan remaja (mediaindonesia.com, 31/10/2025).

Dilansir dari Tech Crunch pada Selasa, OpenAI menyebut sekitar 0,15 persen pengguna aktif ChatGPT setiap minggu terlibat dalam percakapan eksplisit yang menunjukkan tanda-tanda rencana atau niat untuk bunuh diri. Dengan lebih dari 800 juta pengguna aktif mingguan, angka itu setara dengan lebih dari satu juta orang per minggu (antaranews.com, 28/10/2025).

Potret Kelam Pelajar dalam Sistem Sekuler

Remaja hari ini amatlah rentan ketika ditimpa masalah. Mereka menganggap masalahnya paling besar, seolah tak ada jalan keluar. Selalu mencari cara untuk melarikan diri, bukannya mencari solusi. Tak dimungkiri, bunuh diri menjadi hal yang diminati. Sebab setelah itu, mereka menganggap tak lagi merasakan beratnya ujian hidup. Sangat tepat bila mereka disebut bermental "krupuk", tak memiliki mental baja. Semangat juangnya amatlah rendah dan mudah sekali termakan apa kata orang. Seperti inilah potret generasi hasil sistem pendidikan sekuler. Agama dijauhkan dari kehidupan, sehingga mereka tak memahami syariat. Cenderung berperilaku bebas dan sesuka hati. Perkara bunuh diri yang jelas-jelas diharamkan dalam Islam pun berani mereka langgar.

Kondisi ini diperparah dengan tekanan hidup yang amat berat. Generasi dituntut untuk berpendidikan tinggi. Akan tetapi, untuk masuk ke gerbang pendidikan tersebut sangatlah sulit. Pendidikan, yang sebenarnya adalah kebutuhan seluruh rakyat tanpa terkecuali, namun sistem sekuler membuat pendidikan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang. Biaya yang mahal, seleksi yang ketat, dsb. Kondisi inilah yang membuat generasi hari ini merasa harus berkompetisi dengan teman sebayanya. Ketika tak mendapat apa yang ia impikan, generasi sekuler mudah depresi dan putus asa, sehingga membuat keputusan tanpa pikir panjang, yaitu bunuh diri.

Solusi Problem Pelajar: Kembali pada Islam

Tak ada kata lain lagi untuk menyikapi problem generasi yang semakin menjadi-jadi, yaitu kembali pada Islam. Sebab, Islam adalah agama yang berasal dari Sang Pencipta kita. Sebagai makhluk yang lemah, kita harus harus mengabdikan diri ini kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Dunia adalah sementara, akhirat adalah pasti dan abadi. Dengan berakhirnya hidup, bukan berarti urusan selesai. Akan tetapi, masih ada pertanggungjawaban di akhirat kelak. Maka, selama masih di dunia, ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala harus kita hadirkan secara totalitas.

Islam, sebagai agama yang sempurna, telah menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dan hak bagi seluruh rakyat, tanpa terkecuali. Dengan kata lain, negara wajib menjamin seluruh rakyatnya untuk mendapatkan akses pendidikan. Negara yang dapat menerapkan syariat Islam secara kafah inilah yang disebut Khilafah.

Pendidikan Islam sangat berbeda jauh dengan pendidikan sekuler. Sistem sekuler cenderung abai terhadap agama dan tak peduli pada kepribadian generasi. Sementara tujuan pendidikan Islam adalah untuk menciptakan generasi yang berkepribadian Islam. Kurikulumnya juga berasaskan akidah Islam. Dengan begitu, generasinya dapat memiliki pola pikir dan pola sikap islami. Mereka akan takut untuk bermaksiat dan selalu berusaha taat pada syariat. 

Pendidikan Islam juga bertujuan untuk membekali pelajar dengan tsaqafah islam dan iptek. Sehingga, generasi yang paham syariat akan paham mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Mereka juga tidak menjadi umat yang tertinggal dan justru menjadi umat terdepan. Generasi hasil sistem pendidikan Khilafah amatlah banyak. Ada ilmuwan seperti Abbas Ibnu Firnas Sang Penemu Pesawat, Al-Khawarizmi Sang penggagas angka nol, Maryam al-Astrulabi sang penemu astrolab (cikal bakal gps). Ada juga ulama yang mencapai dua ketinggian derajat, sebagai mujtahid dan mujahid, yaitu Imam Syafi'i. Dan masih banyak lagi. 

Dengan jaminan sistem pendidikan seperti ini, Khilafah akan mampu menghasilkan masyarakat yang bermental baja dan sejahtera. Generasinya tak mudah rapuh ketika ditimpa ujian. Sebab mereka memahami, hidup adalah tempatnya ujian. Sikap yang benar ketika menghadapi ujian adalah sabar dan berikhtiar untuk menyelesaikannya. Dengan begitu, kita akan disibukan untuk mencari solusi yang sesuai dengan syariat. Bukan malah bunuh diri. 

Agar kita dapat terhindar dari perilaku salah, maka kita harus menyibukkan diri dengan aktivitas yang diridhai Allah. Langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengkaji islam kafah. Kemudian mendakwahkannya kepada orang-orang di sekitar kita. Dengan begitu, semakin banyak umat yang sadar akan pentingnya taat secara kafah, dan merasa butuh akan hadirnya Khilafah. Maka, generasi akan terselamatkan dan kesejahteraan dapat kita rasakan.

Wallahu A'lam Bi Shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak