Kasus Bunuh Diri Anak, Bukti Cacatnya Pendidikan Sekuler



Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)


Kasus bunuh diri yang menimpa anak-anak semakin memprihatinkan. Jumlah kasusnya pun terus mengalami kenaikan.


Fakta Memprihatinkan

Dalam waktu sepekan, ditemukan 2 kasus bunuh diri anak di wilayah Jawa Barat. Pertama ditemukan di Kabupaten Cianjur, kedua di Sukabumi (kompas.id, 31-10-2025). Kondisi ini menjadi tamparan keras bagi semua pihak terkhusus orang tua, sekolah dan masyarakat. 

Dilaporkan kasus anak bunuh diri di Cianjur berusia 10 tahun. Peristiwa ini terjadi di Kampung Cihaur, Desa Gunung Sari, Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Mengenaskan, korban ditemukan tergantung dengan leher yang terikat seutas tali sepatu yang diikatkan di kusen kamar neneknya. Peristiwa ini terjadi diduga karena adanya perundungan yang menimpa korban. 

Kejadian serupa juga terjadi Kabupaten Sukabumi. Seorang siswi SMP berusia 14 tahun, nekat mengakhiri hidupnya dengan alasan yang sama, yakni perundungan. 

Menanggapi fenomena tersebut, Psikolog Universitas Maranatha Bandung, Efrie Indriani menuturkan generasi Alfa (kelahiran tahun 2010-2024) cenderung memiliki mental fragile yang lemah. Berbeda dengan gen sebelumnya yang relatif lebih tangguh. Keadaan emosi yang terpuruk dan dipendam berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun telah menjadi bom waktu yang membahayakan bagi kepribadian mereka. 

Keadaan ini pun diperparah dengan fakta yang membeberkan peningkatan kasus bunuh diri. Seolah dijadikan template solusi masalah yang dihadapi. Bunuh diri dianggap jalan yang mampu menyelesaikan masalah. Padahal konsep ini sangatlah keliru. 

Hasil data program pemeriksaan gratis terkait kesehatan mental menggambarkan fakta yang mengkhawatirkan. Tidak kurang dari 2 juta anak Indonesia mengalami gangguan mental. Hasil pemeriksaan yang dilakukan Kementerian Kesehatan tersebut telah menjangkau 20 juta jiwa secara keseluruhan. Demikian disampaikan Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono (republika.co.id, 30-10-2025). 


Dampak Pendidikan Sekuler

Angka bunuh diri terus meningkat di kalangan pelajar. Beragam persoalan mampu menjadi pemantik terjadinya bunuh diri. Tidak hanya bullying, masalah lain yang menerpa kalangan pelajar pun disebutkan bisa menjadi penyebab terjadinya kasus bunuh diri. 

Deretan fakta ini merefleksikan lemahnya kepribadian remaja saat ini. Dorongan bunuh diri begitu kuat. Tidak hanya karena masalah pribadi, namun kasus ini juga dipicu oleh buruknya tatanan akidah yang dimiliki setiap pelajar. Terlebih, di sekolah jam pelajaran pendidikan agama hanya diajarkan 1 hingga 2 jam saja per pekan. Alhasil, kekuatan akidah dan pemahaman agama yang tertanam sangatlah lemah. Inilah dampak penerapan sistem pendidikan sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Pendidikan agama yang diajarkan pun hanya sebatas teori yang sama sekali tidak mampu mendarah daging dalam diri pelajar. Sistem pendidikan yang ada hanya mengejar nilai dan prestasi secara kuantitas saja. Tanpa mempedulikan kualitas diri pribadi.

Sistem pendidikan sekuler juga melahirkan paradigma pembatasan usia yang tidak sesuai fitrah manusia. Anak-anak dengan batas usia 18 tahun masih diperlakukan sebagai anak dan tidak diajari batasan-batasan kedewasaan yang mampu mempengaruhi pola pikir dan pola sikapnya. Alhasil, anak-anak yang beranjak dewasa kesulitan menghadapi, menganalisis dan menemukan solusi suatu masalah. 

Jika ditengok dari sudut lain, bunuh diri merupakan puncak segala masalah yang dipendam dalam jangka waktu relatif lama. Hingga akhirnya menemukan puncaknya dan meledak. Gangguan mental tersebut bisa jadi dikarenakan masalah ekonomi, gaya hidup, konflik keluarga, pola asuh orang tua, perundungan, pergaulan dan beragam masalah lainnya. Segala bentuk tujuan hidup difokuskan hanya untuk kesenangan jasadiyah dan manfaat materi sehingga melalaikan fitrah keadaan manusia. Konsep inilah yang akhirnya menjadi bom waktu yang merusak mental manusia. Tidak hanya itu, paparan media sosial yang banjir informasi pun memberikan dampak negatif bagi perkembangan emosi generasi. Generasi mudah terpengaruh konten-konten negatif yang merusak akal. Merebaknya konten tutotial bunuh diri hingga blow up kasus bunuh diri di berbagai media, telah berhasil mempengaruhi dan "menginspirasi" generasi untuk berbuat zalim dan melewati batas. Sementara negara yang mestinya mengedukasi dan bertanggung jawab pada masa depan generasi, lalai begitu saja tanpa solusi kebijakan yang mampu melindungi. Inilah sistem kapitalisme yang menjadikan asas materi dan manfaat sebagai landasan berpikir dan berbuat. Hingga akhirnya setiap individu secara tidak sadar, dengan mudahnya membahayakan dan menzalimi diri sendiri. 


Pandangan Islam

Islam merupakan ajaran yang berisi tuntunan yang menjaga kehidupan. Islam juga menjadi aturan yang mampu melindungi setiap nyawa individu karena menjadi perisai dari perbuatan keji dan mungkar. 

Dalam tatanan Islam, pendidikan merupakan salah satu aspek mendasar yang wajib disediakan negara untuk setiap warga negaranya. Tidak hanya itu, negara juga merupakan institusi utama yang menyediakan kurikulum jelas dan tegas dalam mendidik warga negara. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. 
Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Islam menetapkan pendidikan ditetapkan berdasarkan konsep hukum syarak yang mampu mengintegrasikan aturan agama dalam menjalankan kehidupan. Dengan konsep tersebut, setiap individu akan dididik dengan basis pendidikan yang disandarkan pada Al Qur'an dan hadits. Dengan mekanisme ini, setiap individu mampu menggapai iman dan takwa yang sempurna sebagai bekal untuk menghadapi berbagai masalah kehidupan. Proses berpikir dan berbuat senantiasa disandingkan dengan hukum halal haram sesuai konsep syariat Islam. Sehingga tidak seenaknya melakukan perbuatan. Dengan konsep tersebut, proses pendidikan mampu melahirkan syakhsiyyah Islamiyyah (kepribadian Islam) yang membentuk ketangguhan bagi setiap pribadi muslim. 

Pendidikan Islam juga menerapkan pendidikan terkait aqil baligh bagi setiap anak dan remaja. Konsep tersebut mampu membentuk pemikiran dewasa dan mampu menjadi smart solutor dalam setiap masalah. Solusi ini mampu mengurangi bahkan men-zero-kan kasus bunuh diri. 

Istimewanya, Islam juga mampu mereduksi setiap faktor non klinis yang memantik terjadinya kasus bunuh diri. Masalah ekonomi misalnya. Islam mampu menjamin kesejahteraan ekonomi secara merata. Karena negara mampu menjamin setiap kebutuhan individu rakyat, mulai dari sandang, pangan, papan, pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan dan semua sektor yang dibutuhkan.

Sempurnanya Islam menetapkan solusi yang sistematis, utuh dan menyeluruh. Dengannya kekuatan, keselamatan dan kesejahteraan umat terjaga sempurna. Berkah dan rahmat pun melimpah. 

Wallahu'alam bisshowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak