Oleh Pastri Sokma Sari
Sejumlah perusahaan air minum menguasai banyak mata air di berbagai daerah dan bahkan mengeksploitasi air tanah dalam melalui pengeboran sumur.
Sebagaimana yang dilansir oleh (mediaindonesia.com, 23/10/2025), diberitakan bahwa air pegunungan kerap dijadikan sumber utama industri air minum dalam kemasan (AMDK). Namun, menurut pakar hidrogeologi ITB Prof. Lambok M. Hutasoit, air tersebut bukan diambil langsung dari mata air permukaan, melainkan dari akuifer bawah tanah hasil resapan air hujan di pegunungan. Ia menjelaskan, pemilihan sumber air pegunungan dilakukan karena kualitasnya lebih aman untuk dikonsumsi dibanding air tanah biasa yang berisiko mengandung zat beracun seperti Kromium VI. Kualitas air juga bergantung pada jenis batuan; batu pasir, kapur, dan gamping dinilai baik, sedangkan batu lumpur mudah tercemar.
Berita tersebut muncul setelah sebelumnya diberitakan bahwa inspeksi dadakan yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke PT Tirta Investama (Aqua) Pabrik Subang viral di media sosial, sebagaimana yang dilansir oleh (www.tempo.co, 24/10/2025). Dalam inspeksi mendadak ke pabrik Aqua Subang yang diunggah di Instagram pada 22 Oktober 2025, Dedi Mulyadi mengetahui bahwa sumber air yang digunakan PT Tirta Investama (Aqua) berasal dari sumur bor, bukan mata air permukaan. Pihak perusahaan menjelaskan bahwa air diambil dari beberapa titik sumur bawah tanah di sekitar pabrik.
Masih dalam sumber berita yang sama, Danone Indonesia meluruskan pernyataan terkait sumber air Aqua, menegaskan bahwa air yang digunakan bukan dari sumur bor biasa, melainkan dari akuifer dalam di kawasan pegunungan pada kedalaman 60–140 meter. Air ini diklaim terlindungi secara alami dan bebas kontaminasi.
Berdasarkan kajian ahli hidrogeologi UGM dan Unpad, sumber air Aqua tidak bersinggungan dengan air warga. Danone juga menegaskan bahwa seluruh proses pengambilan air telah berizin dan diawasi pemerintah, serta dijalankan sesuai kebijakan perlindungan air tanah yang menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas air. Meskipun Dedi Mulyadi sudah memastikan bahwa sumber air Aqua diambil melalui pengeboran bawah tanah, yang dibenarkan pihak perusahaan. Ia kemudian tetap mengingatkan potensi dampak lingkungan seperti pergeseran tanah dan longsor akibat praktik tersebut.
Menanggapi maraknya pemberitaan terkait penggunaan air sumur tanah dalam pada AMDK merek Aqua, Ikhsan Abdullah Founder Indonesia Halal Watch pun turut buka suara. Hal tersebut seperti diberitakan oleh media kabar daring (mediaindonesia.com, 25/10/2025). Ikhsan dari IHW menilai dugaan kecurangan sumber air oleh produsen Aqua bisa berujung pada konsekuensi hukum serius. Jika terbukti menggunakan bahan baku berbeda dari yang diajukan saat pengurusan izin edar BPOM dan sertifikasi halal BPJPH, perusahaan dapat dikenai sanksi sesuai UU Perlindungan Konsumen, termasuk pencabutan izin, pembatalan sertifikasi halal, dan penurunan iklan. Ia juga menyoroti potensi rusaknya reputasi dan hilangnya kepercayaan publik, serta risiko kesehatan bagi konsumen. BPOM dan BPJPH diminta melakukan audit ketat dan menindak jika ditemukan pelanggaran.
Air kini menjadi komoditas berharga yang dikendalikan oleh korporasi, sehingga akses terhadap air bersih makin sulit. Warga sekitar pabrik AMDK, seperti di Subang, mengeluhkan kekurangan air karena sumbernya tersedot perusahaan, sementara masyarakat miskin harus membeli air untuk kebutuhan harian. Eksploitasi air tanah besar-besaran juga memicu dampak lingkungan serius, seperti turunnya permukaan air tanah, hilangnya mata air, dan amblesnya tanah.
Kapitalisme menjadikan air sebagai komoditas yang dikuasai pemilik modal. Praktek bisnis ala kapitalis meniscayakan manipulasi produk demi keuntungan perusahaan. Dalam sistem ini, siapa pun bebas memiliki sumber daya selama mampu membeli. Akibatnya, aset vital seperti air dikuasai korporasi besar, sebut saja Danone yang menguasai 85 persen saham Aqua dan menjadi salah satu dari lima raksasa air dunia.
Negara pun ikut menjustifikasi komersialisasi air melalui regulasi seperti UU No. 17/2019 tentang Sumber Daya Air, yang membuka ruang bagi swasta dan BUMN untuk mengelola sumber air. Alih-alih menjamin pemerataan, kebijakan ini justru memperparah ketimpangan karena orientasi bisnis adalah profit, bukan kesejahteraan rakyat. Negara pun tampak abai terhadap 28 juta warganya yang kesulitan mengakses air bersih, sementara secara global, 2,1 miliar orang atau satu dari empat penduduk dunia masih kekurangan air layak konsumsi.
Islam memiliki sistem pengelolaan air yang menempatkan negara sebagai penanggung jawab utama penyediaan air bagi seluruh rakyat. Air termasuk kepemilikan umum yang haram diprivatisasi, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Dalam sistem Khilafah, negara mengelola seluruh sumber air seperti sungai, danau, laut, hingga air tanah, dan hasilnya dikembalikan secara penuh untuk kemaslahatan umat.
Negara akan memperketat regulasi terkait pengelolaan SDA sehingga tidak memicu penyalahgunaan dan kerusakan alam. Negara juga akan memastikan distribusi air merata, misalnya melalui jaringan perpipaan atau industri air bersih yang dibiayai dari baitulmal. Dengan sistem ekonomi berbasis syariat, keuangan negara akan cukup kuat untuk menghadirkan teknologi pengelolaan air yang efisien dan ramah lingkungan. Dengan demikian, kebutuhan air masyarakat terpenuhi tanpa eksploitasi berlebihan, karena orientasinya adalah kemaslahatan, bukan keuntungan.
Tags
opini