Angka Bunuh Diri Anak Meningkat: Cermin Kegagalan Sistem Pedidikan Sekuler.

Oleh: Febrinda Setyo 
Aktivis Mahasiswa 



Kasus bunuh diri di kalangan remaja saat ini sudah mencapai level yang memprihatinkan. Dilansir dari SchoolMediaNews, hingga awal november 2025, Komisi Perlindungan Ibu dan Anak melaporkan setidaknya tercatat ada 26 kasus bunuh diri anak. Kasus bunuh diri tersebut dilakukan oleh remaja dengan rentang usia belasan tahun atau masih duduk di bangku sekolah menengah. Faktor utama yang diduga melatarbelakangi tingginya kasus tersebut adalah semakin maraknya tindakan perundungan atau bullying, baik secara verbal maupun fisik dan sebagian besar terjadi di lingkungan pendidikan yakni sekolah. Dr. Aris Adi Leksono selaku anggota KPAI menyampaikan bahwa banyaknya bunuh diri di kalangan anak-anak menjadi sebuah sinyal bahwa kepekaan terhadap permasalahan psikologis anak, baik di sekolah maupun keluarga masih sangat lemah. Ia menekankan bahwa seluruh elemen masyarakat baik itu di sekolah, keluarga, maupun komunitas harus berintegrasi untuk dapat mendeteksi setiap perubahan yang terjadi pada anak yang merujuk pada gejala awal stress berat maupun gangguan psikologis lainnya.

Dari tingginya kasus bunuh diri anak ini, kita dapat melihat bahwa saat ini tindakan perundungan atau bullying semakin merebak dan meluas. Masalah ini juga diperburuk dengan situasi masyarakat yang kurang mendukung adanya kehidupan yang harmonis. Banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh anak-anak atau remaja juga menunjukkan bahwa saat ini tak sedikit generasi muda yang bermental rapuh sehingga mudah mengalami gangguan mental. Menurut data yang diungkapkan oleh Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono, sekitar 2 juta anak di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Angka ini didapat dari pemeriksaan jiwa gratis yang telah dilakukan. Gangguan kesehatan ini dapat membuat anak-anak depresi dan terdorong untuk melakukan bunuh diri.

Rapuhnya kepribadian anak saat ini tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme yang memisahkan dan menjauhkan umat dari ajaran agama (sekuler). Akibatnya, banyak generasi muda yang memiliki Aqidah yang lemah dan hanya memahami agama sebatas teori saja, tidak benar-benar mendarah daging pada diri umat. Maka dari itu, tidak heran jika generasi muda sekarang hanya fokus pada pencapaian materi saja seperti prestasi fisik, popularitas, dll, sementara aspek agama diabaikan. Ketika harapan tersebut tidak tercapai, mereka akan lebih mudah merasa kecewa dan akan mulai menyalahkan diri. Jika kondisi tersebut dibiarkan, akan muncul kerentanan pada anak untuk mengalami berbagai gangguan mental. Paradigma kapitalis mengenai batas usia kedewasaan juga membuat anak yang sebenarnya sudah baligh tidak mendapatkan pendidikan yang semestinya karena masih dianggap anak-anak atau belum cukup dewasa. Padahal jika dilihat dari sudut pandang syari’at, anak-anak yang sudah baligh tadi sudah memikul tanggungjawab yang besar.

Sistem kapitalisme juga melahirkan berbagai persoalan seperti kesulitan ekonomi, sehingga banyak menyita waktu orang tua demi dapat memberi nafkah. Hal ini membuat anak merasa kurang kasih sayang karena tidak memiliki banyak waktu untuk berinteraksi dengan keluarga. Hal ini juga dapat meningkatkan angka perceraian, serta melahirkan tuntutan gaya hidup hedon ala barat. Semua hal itu dapat meningkatkan risiko gangguan mental pada anak yang mampu mendorong anak-anak untuk melakukan bunuh diri. Ditambah tidak adanya penyaringan konten terkait bunuh diri di media sosial semakin membentuk generasi muda yang rentan bunuh diri.

Dalam Islam, landasan pendidikan di segala aspek baik itu di keluarga, sekolah, maupun seluruh jenjang pendidikan lainnya adalah Akidah Islam. Dengan fondasi ini, anak-anak akan memiliki kekuatan untuk mampu bertahan di segala kesulitan. Sistem pendidikan Islam tak hanya membentuk pola pikir Islami saja namun juga pola sikap Islam sehingga akan membentuk kepribadian Islam. Sebelum mencapai usia baligh, anak-anak sudah disiapkan dengan pendidikan yang mendewasakan dan mematangkan karakter keislamannya. Dengan demikian, ketika mereka sudah mencapai baligh mereka juga telah mencapai taraf aqil. Dengan pola pendidikan seperti ini akan mampu mencegah timbulnya gangguan mental pada generasi muda, karena mampu membangun generasi muda yang berkepribadian kuat dan tak mudah goyah. Pola pendidikan Islam juga mampu menjadi solusi untuk segala persoalan sekarang karena Islam tak hanya memperhatikan aspek pembelajaran saja, namun juga menjamin pemenuhan pokok, membangun hubungan keluarga yang hangat dan harmonis, serta memberikan arah hidup yang benar sesuai dengan tujuan penciptaan manusia. Kurikulum pendidikan dalam khilafah memadukan penguatan kepribadian Islam sehingga generasi muda dapat menyikapi setiap persoalan kehidupan dengan cara yang syar’iy.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak