Oleh ; Arini
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan pemerintah memberikan paket stimulus ekonomi dengan menambah jumlah penerima bantuan langsung tunai (BLT), hingga peserta program magang nasional yang mulai bekerja bulan ini.
Menko Airlangga yang mewakili Presiden Prabowo Subianto mengumumkan stimulus ekonomi tersebut merinci Presiden Prabowo menambah jumlah penerima bantuan langsung tunai (BLT) sebanyak dua kali lipat menjadi 35.046.783 keluarga penerima manfaat (KPM) pada Oktober, November dan Desember 2025.
ANTARA.com(17/10/2025).
Bantuan sosial atau bansos bagi masyarakat prasejahtera tentu adalah sebuah kabar baik. Hal ini menjadi angin segar bagi mereka. Apalagi bila bansos hadir dalam situasi di mana harga bahan-bahan pokok melambung tinggi. Hati mereka tentu akan sangat lega mendapatkannya. Sebab, kebutuhan dasar untuk beberapa hari ke depan sudah tak perlu diambil pusing. Namun saat jumlah bansos yang diterima mulai menipis, bagaimana kehidupan mereka selanjutnya, jika bahan pangan pokok tetap tinggi?
Sekilas program ini tampak baik dan berpihak kepada rakyat kecil. Namun jika ditelusuri lebih dalam, program seperti ini sebenarnya merupakan stimulus ekonomi, bukan solusi ekonomi. Tujuannya lebih pada menjaga sirkulasi uang agar ekonomi tetap “bergerak”, bukan memperbaiki sistem yang menyebabkan ketimpangan dan kemiskinan itu sendiri. Inilah ciri khas sistem ekonomi kapitalisme yang kini mendominasi hampir seluruh dunia termasuk Indonesia.
Dalam sistem kapitalisme, kesejahteraan diukur dari pertumbuhan ekonomi, bukan dari terpenuhinya kebutuhan hidup manusia secara adil. Negara berperan hanya sebagai fasilitator pasar, bukan penanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan rakyat. Akibatnya, ketika krisis melanda, pemerintah hanya mampu memberi bantuan sementara seperti BLT — bukan memperbaiki akar masalah seperti distribusi kekayaan yang tidak merata, penguasaan sumber daya oleh segelintir pihak, dan sistem keuangan berbasis utang serta bunga. Bantuan sosial seperti BLT memang membantu masyarakat miskin untuk bertahan hidup, tetapi tidak mengubah struktur ekonomi yang membuat mereka tetap miskin. Demikian pula Program Magang Nasional, yang di satu sisi memberi peluang pengalaman kerja, namun di sisi lain tidak menyentuh akar masalah tingginya pengangguran dan lemahnya kemandirian industri dalam negeri.
*Pandangan dalam Islam**
Islam memandang bahwa kemiskinan bukan hanya persoalan ekonomi, melainkan hasil dari sistem yang tidak adil. Karena itu, solusi yang ditawarkan Islam juga bersifat sistemik, bukan tambal sulam. Dalam pandangan Islam, negara (khilafah) memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, dalam perspektif Islam, BLT dan Magang Nasional tidak dapat dianggap sebagai solusi hakiki. Keduanya hanya refleksi dari sistem kapitalisme yang sudah rusak dan gagal menyejahterakan manusia. Islam tidak menolak upaya membantu rakyat, tetapi menuntut agar bantuan itu menjadi bagian dari sistem yang berkelanjutan dan adil, bukan sekadar alat menjaga stabilitas ekonomi atau citra pemerintah.
Jadi, meskipun BLT dan Magang Nasional tampak bermanfaat, keduanya tidak menyentuh akar persoalan ekonomi bangsa, ketimpangan struktural akibat sistem kapitalisme. Islam menawarkan solusi menyeluruh melalui sistem ekonomi yang berbasis syariah, keadilan, dan pengelolaan harta secara amanah. Solusi Islam bukan stimulus sesaat, melainkan sistem yang membangun kesejahteraan sejati — lahir dari aturan Allah, untuk kemaslahatan seluruh umat manusia.
Wallahu a'lam bishawab.
Tags
opini
