Remaja Terjebak dalam Polemik Pendidikan ala Kapitalis




Oleh : Nia Faeyza
(Aktivis Dakwah dan Penulis)




Potret buram dunia pendidikan kembali menjadi sorotan. Baru-baru ini polemik terjadi di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten. Kepala sekolah, Dini Fitri diduga menampar siswa yang merokok di lingkungan sekolah. Insiden penamparan ini bermula ketika siswa bernama Indra ketahuan oleh Dini merokok di belakang sekolah. Dini pun menegur, tapi Indra berbohong jika dirinya merokok.
Kasus ini telah diselesaikan secara damai. Orang tua siswa pun mencabut laporan polisi terhadap Dini Fitri.

Insiden yang sama terjadi di SMA Makassar. Foto seorang siswa berinisial AS, yang dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo. Foto ini langsung menyebar dengan cepat viral di jagat maya. Insiden ini bukan sekedar cerita tentang kenakalan remaja, melainkan sebuah dilema besar yang dihadapi para pendidik di era modern ini.

sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta remaja berusia 13-15 tahun di seluruh dunia menggunakan rokok elektrik atau vape. Dalam laporan terbarunya, WHO menyebut remaja memiliki kemungkinan sembilan kali lebih besar untuk menggunakan vape dibandingkan orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa polemik yang terjadi di sekolah sudah masuk zona darurat. Bahaya mengancam dunia pendidikan dan generasi. 

*Akan Dibawa Kemana Arah Pedidikan Saat Ini?*

Betapa rumitnya posisi pendidik saat ini. Guru seolah terkurung dalam sangkar yang tidak bisa berbuat apa-apa saat ada pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Hal ini disebabkan karena adanya ruang abu-abu dalam penerapan disiplin siswa. Serta tergerusnya wibawa seorang guru. Berbeda dengan zaman dulu, ketika siswa melakukan pelanggaran maka akan langsung dihukum. Hukuman akan membuat siswa jera, sehingga meminimalisir terjadi hal serupa. Tidak ada orang tua yang menuntut, jika ada itupun sangat jarang. 

Dengan adanya fenomena di atas, menunjukkan bagaimana siswa merasa punya kebebasan untuk bertindak diluar batas etika. Sementara guru merasa tak berdaya. Ketika guru ingin menegakkan kedisiplinan bagi siswanya, sering kali guru diadukan bahkan mengancam posisinya, seperti dicopot jabatan atau pemecatan. Padahal seharusnya kedisiplinan harus dipertahankan bahkan dari zaman dulu, di era delapan puluhan dan sembilan puluhan saat itu guru diposisikan terhormat. Didikan yang tegas adalah harga mati untuk sebuah kedisiplinan. Namun sekarang semuanya berubah, semuanya berbalik arah. Bukan lagi murid yang takut pada guru, tapi guru yang takut pada murid. 

Di satu sisi, semua ini terjadi karena sistem liberal yang diterapkan dan negara yang abai terhadap pendidikan, sehingga melahirkan generasi yang tidak takut aturan dan krisis moral. Merokok menjadi alasan "ungkapan kedewasaan", jati diri dan kebanggaan agar dibilang keren. 
Di sisi lain, rokok sangat mudah dijangkau termasuk oleh para remaja. Rokok dijual bebas di pasaran, dari mulai yang legal sampai yang ilegal. Ini adalah bukti lemahnya pengawasan negara. Lemah terhadap sesuatu yang mengandung manfaat dan uang. Negara yang seharusnya memutus rantai rokok yang jelas membahayakan kesehatan dan generasi, di sini justru malah membiarkannya semakin menjamur. 

Namun dalam hal ini, ketika pun ada siswa yang melanggar aturan, maka seharusnya diberikan sanksi yang sifatnya mendidik. Segala bentuk kekerasan tidak dibenarkan, apapun alasannya. Maka butuh pendidikan yang menjadikan remaja paham siapa dirinya dan kemana arah hidupnya. Butuh aturan yang bisa melindungi siswa dan tenaga pendidik sehingga tujuan pendidikan sebagai kunci keberhasilan bisa terwujud. Bukan hanya berhasil di dunia, tetapi juga di akhirat. 

*Pendidikan Dalam Pandangan Islam*

Dalam sistem pendidikan saat ini tidak ada perlindungan yang jelas bagi guru, guru berada dalam tekanan yang luar biasa. Padahal mengingatkan seseorang yang bersalah adalah salah satu bagian dari ammar ma'ruf nahi mungkar. Namun saling mengingatkan di sini bukan melalui kekerasan. Upaya tabayun dan pendekatan untuk mengetahui latar belakang seseorang melakukan perbuatan tersebut. 

Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini justru memberikan ruang kebebasan. Yang akhirnya menjadi celah bagi siswa untuk berbuat sewenang-wenang, pihak guru pun tidak punya banyak pilihan untuk menindaknya sebab takut. Jelas hal ini semakin mengkerdilkan aturan dalam dunia pendidikan saat ini. Sistem saat ini telah gagal mencetak peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. Generasi sekarang semakin minim rasa hormat terhadap guru. Tidak menghargai ilmu, bahkan tidak menghargai adab yang sejatinya lebih tinggi daripada ilmu. Maka perlu menanamkan kembali niali-nilai fundamental sopan santun dan hormat kepada guru. 

Dalam Islam, guru adalah pilar peradaban, posisinya dihormati dan dimuliakan karena tugasnya yang amat mulia yaitu membentuk kepribadian muridnya. Guru bukan hanya gudang ilmu, tapi juga pendidik yang memberikan suri tauladan atau contoh terbaik bagi muridnya. Dengan alasan apapun guru tidak boleh dicela, dihina, apalagi dianggap remeh. Jasanya yang sangat luhur membuat mereka tak cukup hanya dengan digaji setiap bulan, tapi yang jauh lebih penting adalah rasa hormat dan perlakuan terhibur mereka. 

Dalam Islam, hukum merokok memang mubah, tapi di sisi lain tidak boleh dzolim bahkan sampai membahayakan diri sendiri dan orang lain. Merokok dapat membahayakan kesehatan bukan hanya bagi perokok aktif, tapi juga pasif. Bahkan perkokok pasif bisa lebih terancam jika terlalu sering terpapar asap rokok.

Sistem pendidikan Islam mengajarkan bagaimana pelajar mempunyai pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam. Melahirkan generasi yang mempunyai kesadaran bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak.  Remaja muslim harus berprinsip dan bangkit menjadi generasi yang beriman bukan generasi yang merusak.

Wallahu 'alam bish-shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak