Bahaya Bullying, Alarm Kuat Negara lost Kontrol Dalam Dunia Pendidikan




By: Hasna Hanan

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal menilai, ketakutan guru menjadi salah satu faktor banyak kasus perundungan (bully) yang terjadi di sekolah, termasuk yang menimpa ABP (12), bocah SMP yang tewas di Grobogan, Jawa Tengah.

Menurutnya, guru takut ikut campur terlalu jauh dalam urusan siswa karena takut dilaporkan kepada pihak berwajib

Sementara itu Kakek korban, Pujiyo (50), mengatakan bahwa sebelum meninggal, ABP sering mengeluh menjadi korban bullying verbal dan fisik di sekolah.

Ia pun menyayangkan lemahnya pengawasan dari  sekolah, yang menyebabkan kasus perundungan tersebut terus terjadi hingga akhirnya merenggut nyawa cucunya.

Merebaknya perundungan (bullying),sudah mencapai tingkat yg mengkhawatirkan dan membahayakan generasi bagaikan gunung es , kasus perundungan semakin banyak dengan korban yg semakin tahun terus meningkat, dari korban trauma secara psikis, hingga yang tragis sampai kepada kematian

Seperti yang baru ini juga terjadi seorang siswa korban bullying melakukan tindakan peledakan di SMA 72 Jakarta yang diduga dipicu dendam akibat bullying, hal ini memperlihatkan betapa rapuhnya kondisi generasi.  (liputan6.com, 7 November 2025), Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman justru menjadi tempat lahirnya tragedi yang memilukan.

Sistem Sekuler Biang Maraknya Bullying

Yang perlu dipahami tentang bullying itu sendiri adalah
definisinya menurut Ibnu Utsaimin dalam syarah Riyadus Shalihin, bullying itu berarti mengganggu. Jadi mengganggu secara fisik maupun secara verbal yang menyebabkan orang itu bisa sakit secara fisik atau sakit secara hati,
Maka macam-macam bullying itu ada empat. Pertama, bullying fisik. Yang berupa tindakan fisik, memukul, menendang.
Kedua, bullying verbal. Yaitu yang berarti dari kata-kata. Yang  di mulai dari body shaming
Ketiga, bullying psikis atau sosial yaitu yang berhubungan dengan mentalnya seperti trauma dampaknya
Keempat cyber bullying. Yaitu pembullyan melalui medsos yang saat ini kita melihat pengaruhnya luar biasa.

Di sistem Sekuler hari ini, fakta bullying terus ada karena itu sudah menjadi budaya pemakluman yang biasa ada, Budaya ini terbentuk karena sistem juga mempertahankannya. Ketika sudah pada titik kritis negara berupaya melakukan sosialisasi program dengan penyuluhan  tapi apakah selesai dan membawa solusi dengan berkurangnya aksi bullying?, pada faktanya setelah program selesai disosialisasikan tidak  ada kelanjutan follow up, maka yg terjadi loss control lagi, dan pembullyan itupun berulang hingga saat ini.

sistem kehidupan kapitalisme sekuler penyebab utama maraknya perundingan di dunia pendidikan. Dalam sistem ini, kurikulum pendidikan tidak menjadikan penanaman akidah Islam sebagai dasar pembentukan kepribadian anak. Akibatnya, lahirlah generasi yang lemah dalam akidah, miskin adab, dan jauh dari tuntunan Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pelaku perundungan dari generasi terpelajar, tetapi nirempati bisa berbuat kejam. Meski cerdas secara akademik, jika tidak dibentuk dengan pendidikan dan pemahaman agama sejak dini, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang kering nurani dan tidak punya belas kasih.

Sistem sekuler telah menanamkan pengaruhnya dalam tiga ruang utama tempat generasi tumbuh dan berkembang, yaitu keluarga, lingkungan, dan negara.

Pertama, keluarga merupakan sekolah pertama bagi generasi, tetapi banyak orang tua yang lalai menanamkan nilai keimanan dan ketaatan kepada Allah Taala. Akibatnya, mereka tumbuh tanpa teladan bagaimana bersikap santun terhadap sesama. Mereka tumbuh dengan nilai-nilai duniawi, mengejar materi, dan menjadikan gaya hidup liberal serta hedonistik sebagai panutan. Pun keluarga bisa menjadi sumber kekerasan pertama yang akan berpengaruh pada perilaku dan pembentukan karakter generasi pada masa depan.

Semisal, orang tua yang terbiasa mendidik dan menyelesaikan masalah dengan kekerasan verbal maupun fisik akan membentuk anak menjadi pribadi yang keras dan berpotensi melakukan kekerasan.

Kedua, lingkungan memiliki pengaruh besar dalam membentuk karakter generasi. Dan lingkungan masa kini pun dipengaruhi oleh nilai-nilai sekuler. Akibatnya, seseorang yang awalnya baik bisa berubah karena tekanan dan pengaruh sosial di sekitarnya. Nilai amar makruf nahi mungkar kian memudar, tergantikan dengan sikap individualis, egois, dan apatis—ciri khas masyarakat dalam sistem sekuler kapitalistik.

Ketiga, lemahnya peran negara dalam melindungi generasi dari kerusakan terlihat dalam tiga hal:

1. Perangkat hukum yang tidak efektif. Meskipun sudah ada berbagai regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan Anak dan KUHP tentang pengeroyokan, penganiayaan, atau perundungan, kenyataannya hukum tersebut belum mampu menekan kasus perundungan yang terus berulang.

2. Kegagalan kurikulum pendidikan. Kurikulum yang ada sarat nilai sekuler dan belum berhasil melahirkan generasi saleh dan salihah. Sekolah atau kampus hanya berfokus pada prestasi akademik, tetapi minim nilai spiritual.

3. Lemahnya pengawasan terhadap media dan tontonan. Konten hiburan yang tidak layak banyak tersebar di media sosial dan dunia film. Tayangan bertema cinta, persaingan, dan permusuhan justru dijadikan panutan oleh generasi.

Perundungan Tuntas Dengan Khilafah

Islam sebagai Dien yang Syamil dan Kamil telah memberikan mekanisme pemecahan solusi setiap persoalan kehidupan dengan seperangkat sistem dan aturan untuk menjaga serta melindungi generasi dari aksi kekerasan atau perilaku buruk, yakni akidah, syariat, serta sistem sanksi yang diterapkan negara Khilafah.

Pertama, penanaman akidah Islam akan menuntun individu menjadi generasi yang berkepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai Islam. Pendidikan akidah islam adalah fondasi dasar yang harus diajarkan dan ditanamkan sejak usia dini. Dan  Ini menjadi tanggung jawab orang tua sebagai sekolah pertama dan utama bagi generasi. Orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak, mengajarkan sikap peduli dan empati di lingkungan keluarga dan masyarakat, serta akhak yang baik. Dengan kepribadian Islam, generasi tidak akan mudah berbuat buruk atau rusak.

Kedua, masyarakat yang menerapkan aturan Islam akan menjadi kontrol sosial bagi perilaku yang bertentangan dengan Islam. Ini karena Islam mengatur pergaulan, sosial, dan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Dengan pembiasaan saling menasihati, masyarakat tidak akan menoleransi tindak kekerasan dalam bentuk apa pun. Sudah seharusnya normalisasi amar makruf nahi mungkar ditumbuhkan dalam lingkungan masyarakat agar nilai kepedulian dan empati terhadap sesama manusia terus hidup dalam diri mereka.

Ketiga, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah hlm. 8 Syekh ’Atha’ bin Khalil menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut. Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islam) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan

Keempat, negara Khilafah memberlakukan sistem sanksi untuk mencegah dan menangani kejahatan dan kasus kriminal. Sistem sanksi Islam (ukubat)berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan ukubat sebagai zawajir karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Keberadaan ukubat sebagai jawabir dikarenakan ukubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara di dunia.

Dalam kasus perundungan, Islam menetapkan pelaku perundungan dapat dikenai sanksi berupa hudud, kisas, atau takzir, tergantung pada bentuk dan dampak perbuatannya. Untuk kasus perundungan berat seperti penganiayaan fisik berat atau pembunuhan, sanksi yang berlaku adalah kisas (hukuman setimpal) atau diat (denda tebusan) jika keluarga memaafkan. Untuk perundungan yang tidak sampai pada kategori hudud atau kisas, sanksi yang diberikan adalah takzir, yang hukumannya akan ditetapkan oleh hakim (kadi) sesuai tingkat keparahannya.

Demikianlah, Islam membentuk generasi bertakwa dan beradab dengan penerapan sistem Islam secara kafah. Dengan penerapan ini, perundungan dapat dicegah dan diantisipasi sehingga generasi akan tumbuh dengan kepribadian Islam yang khas.
Wallahu'alam bisshowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak