oleh : Reni Risita, M.Pd.
(Aktivis Dakwah Lubuklinggau)
Dunia lagi rame bahas Sumud Flotilla, kapal kemanusiaan yang mau bawa bantuan ke Gaza, tapi ditahan bahkan sebelum bisa nyentuh laut Palestina.
Apa sih “Sumud Flotilla” itu? Kata “Sumud” (صمود) artinya keteguhan, ketahanan, dan bertahan tanpa menyerah. Jadi Sumud Flotilla bukan sekadar kapal, tapi simbol perlawanan damai. Orang-orang dari berbagai negara naik kapal itu buat nganter bantuan dan nunjukin solidaritas ke rakyat Gaza yang udah dikurung bertahun-tahun. Sumud Flotilla bawa harapan, bukan senjata, tapi tetap dihalangi. Ironi banget kan.
Kenapa Gen Z pada ngomongin ini? Karena Gen Z nggak cuma scroll terus lewat doang, mereka nggak tahan lihat ketidakadilan. Lewat media sosial, mereka lihat sendiri anak-anak Gaza kehilangan rumah, keluarga, dan masa depan. Dunia diam, atau malah bilang “nanti aja, kita cari solusi politik dulu.” Makanya, banyak Gen Z mulai bilang “udah cukup omongan ‘two state solution’ itu cuma janji kosong.”
Kenapa Gen Z menolak Two State Solution?
Dulu, ide ini dianggap “jalan damai”, Israel punya negara sendiri, Palestina juga punya. Tapi kenyataannya? Tembok makin tinggi, pemukiman ilegal makin luas, Gaza tetap diblokade. Buat Gen Z, ini udah jelas "gimana mau ada dua negara kalau satu terus dicekik dan yang lain terus ngebangun di tanah orang?”.
Mereka mulai sadar kalau two state solution cuma dipakai buat nunda keadilan, bukan buat beneran wujudkan perdamaian.
Jadi mereka maunya apa? Banyak Gen Z sekarang dukung ide “one democratic state” atau istilahnya itu satu negara, semua warga punya hak yang sama, tanpa rasisme, tanpa apartheid, tanpa dinding pemisah. Mereka nggak peduli lo dari agama apa, yang penting manusia adalah manusia. “From the river to the sea” bukan soal hapus siapa-siapa, tapi soal bebasin semua dari penjajahan. Dan tagar Sumud Flotilla jadi simbol itu. Bahwa solidaritas nggak bisa dibatasi laut, tembok, atau propaganda. Bahwa anak muda dunia nggak butuh izin buat peduli. Gen Z udah nggak mau “damai yang pura-pura”. Mereka mau kemanusiaan yang nyata. Dan mereka terus bersuara dari timeline, ke jalanan, ke hati nurani dunia.
Khilafah dan Isu Palestina di Luar Dua Solusi Dunia
Jujur saja dunia udah capek dengar dua kata ini, “Two state solution” dan “one state solution.”
Dua-duanya udah didiskusikan puluhan tahun, tapi Gaza masih diblokade, tanah Palestina makin sempit, dan rakyatnya masih dijajah.
Dan di tengah keputusasaan itu, muncul tagar Sumud Flotilla, simbol perlawanan damai, semangat keteguhan rakyat Palestina.
Tapi… Islam sebenarnya punya cara pandang sendiri, yang beda banget dari solusi dunia modern. Satu, Khilafah nggak lihat Palestina sebagai “konflik dua negara” dalam pandangan Islam, Palestina bukan sekadar tanah politik, tapi tanah umat (ardh al-muslimin) tanah yang wajib dilindungi dan dibebaskan jika dijajah. Jadi, bukan soal “dua negara damai” atau “satu negara demokratis”, tapi soal mengembalikan kedaulatan penuh umat Islam atas tanah yang dirampas. Khilafah melihat penjajahan atas Palestina sama seperti penjajahan atas bagian mana pun dari negeri Islam , tugas umat untuk membebaskannya, bukan menegosiasikannya.
Kedua, “Two state” dan “One state” merupakan solusi buatan manusia. Kedua solusi itu muncul dari logika sistem sekuler internasional, bukan dari syariat Islam. Two state solution artinya membagi tanah umat jadi dua bagian, seolah penjajahan bisa disahkan lewat kertas perjanjian. Sedangkan One state solution artinya menyatukan semuanya dalam satu sistem demokratis, tapi tetap di bawah konsep nasionalisme dan sekularisme. Dua-duanya menyingkirkan Allah sebagai sumber hukum, dan nggak menyentuh akar masalah yakni penjajahan.
Ketiga, solusi khilafah, pembebasan dan persatuan umat. Dalam pandangan Islam, solusi untuk Palestina cuma satu yaitu mengembalikan kekuasaan Islam yang melindungi umat di bawah satu kepemimpinan (Khilafah). Nabi ﷺ bersabda “Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu perisai, di belakangnya kaum Muslimin berperang dan dengannya mereka berlindung” (HR. Bukhari dan Muslim).
Khilafah bukan sekadar struktur politik, tapi sistem yang menyatukan kekuatan umat, bukan terpecah jadi negara-negara lemah, menghentikan penjajahan, bukan menegosiasikan tanah yang dirampas, melindungi rakyat Palestina, bukan mengirim bantuan dari jauh tanpa perlindungan militer.
Keempat, Sumud Flotilla dan Semangat yang Sejalan. Kapal Sumud Flotilla adalah simbol kemanusiaan dan keberanian. Tapi dalam pandangan Khilafah, keberanian itu harus diiringi kekuatan politik dan militer yang mampu menembus blokade , bukan hanya simbolis.
Semangat “sumud” (bertahan) itu sama seperti semangat Islam yaitu bertahan di atas kebenaran, tapi juga berjuang untuk mengubah keadaan. Intinya, Islam nggak ikut main dalam dua solusi dunia. Dan Gen Z sekarang udah sadar bahwa dunia udah gagal jadi adil lewat solusi buatan manusia.
Khilafah datang bukan buat kompromi, tapi buat mengakhiri penjajahan dan menegakkan keadilan dengan hukum Allah. Karena selama penjajahan masih dianggap sah, peace talk cuma ilusi. So, “Bukan two state, bukan one state tapi no occupation, one Ummah.” Palestina bukan proyek politik, tapi amanah iman. Dan umat yang sadar bakal terus berdiri bareng Sumud Flotilla dengan iman, bukan sekadar simbol.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
opini
