Darurat KDRT dan Kekerasan Remaja



Oleh ; Ami Ammara 




Seorang ayah, SP (42), di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, tega melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya sendiri berinisial SD (15). Kapolres Dairi AKBP Otniel menyampaikan peristiwa itu terungkap pada Minggu(5/10/2025).
KOMPAS.com

Mulanya warga setempat melihat SD kerap kali termenung dan menyendiri. Tak lama, SD mengungkapkan apa yang dialaminya.

Selanjutnya, warga bersama SD melaporkan ke kepala desa kemudian lanjut ke Polres Dairi. Tak lama, SP pun diamankan untuk diproses hukum.

"Perbuatan pelaku sudah berlangsung dari tahun 2022 sampai 2025. Itu sudah sekitar 30 kali," ujar Otniel dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com pada Sabtu (18/10/2025). Adapun, pelaku beraksi ketika istrinya sedang tidur lelap di dalam rumah serta di ladang. Korban pun kerap kali diancam agar tidak buka suara. "Pelaku mengancam agar perbuatannya tak diberi tahu kepada ibunya," ujar Otniel. Kini, korban telah berada di rumah aman sedangkan pelaku ditahan dan disangkakan Pasal 81 ayat 1,3, Jo Pasal 76 D Jo Pasal 82 ayat 1,2 Jo Pasal 76 E UU 17 tahun 2016.

Otniel pun meminta masyarakat segera melaporkan bila ada kasus-kasus serupa agar korban dapat terlindungi dan pelaku diberi hukuman setimpal. "Mari sama-sama kita menjaga keluarga kita, agar kejadian ini tidak terulang kembali. Apabila mendapat perlakuan seperti kasus ini, segera melapor kepada kami," tutupnya.

Penerapan Sekularisme

Tidak berjalannya fungsi dasar keluarga sebagai tempat menanamkan nilai-nilai agama tidak terlepas dari penerapan paham sekularisme yang menyingkirkan agama dari kehidupan. Agama tidak lagi berperan sebagai panduan hidup dan pengendali perilaku anggota keluarga. Hal ini dapat merenggangkan ikatan keluarga dan melemahkan rasa tanggung jawab moral.

Keluarga yang jauh dari agama membuat mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak benar karena memang tidak paham mana yang benar dan salah.

Jika ada masalah, mereka akan menyelesaikan dengan gegabah, emosi tidak terkontrol, dan memperturutkan hawa nafsu. Kasus-kasus kekerasan di atas menjadi bukti nyata.

Islam Mencegah Kekerasan Sejak Awal

Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki seperangkat aturan dalam kehidupan. Dalam pandangan Islam, menciptakan karakter remaja dimulai dari keluarga. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama. Pembinaan kepribadian dan penguasaan dasar-dasar tsaqafah Islam dilakukan melalui pendidikan dan pengamalan hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga, utamanya orang tua.

Anas ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka.” (HR Ibnu Majah).

Selain itu, keluarga dalam Islam harus bervisi akhirat, dalam arti apa pun yang dilakukan di dunia ini berkonsekuensi di akhirat. Keluarga seperti ini senantiasa menjadikan akidah Islam sebagai landasan dan syariat Islam sebagai panduan hidup sehingga terbentuklah keimanan dan ketakwaan, serta rasa takut untuk berbuat maksiat. Ini akan menjadikan seseorang memegang teguh identitas kemuslimannya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 

Identitas itu tampak dalam dua aspek fundamental yaitu pola pikir dan pola sikap yang berpijak pada akidah Islam. Pola pikir dan pola sikap ini akan membentuk kepribadian Islam.

Berkaitan dengan pengembangan kepribadian Islam, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah juz awal hlm. 6—7 menjelaskan prosesnya sebagai berikut: 

Pertama, menanamkan akidah Islam kepada seseorang sebagai akidah akliah, yaitu akidah yang keyakinannya muncul dari proses berpikir mendalam.

Kedua, mengajak untuk senantiasa konsisten agar cara berpikir dan mengatur kecenderungan insani berada di atas fondasi akidah Islam.

Ketiga, mengembangkan kepribadian dengan senantiasa mengajak bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan tsaqafah Islam dan mengamalkan perbuatan yang selalu berorientasi pada melaksanakan ketaatan kepada Allah Swt. Kepribadian seperti ini akan membuat anak senantiasa menghadirkan ruh keislaman setiap kali akan berbuat, apakah sesuai syariat atau tidak.

Di samping itu, Islam mewajibkan negara untuk menerapkan sistem pendidikan Islam. Pendidikan formal dalam Islam secara garis besar dideskripsikan sebagai berikut: 

Pertama, kurikulum pendidikan, mata ajar, dan metodologi pendidikan disusun berdasarkan akidah Islam.
 
Kedua, strategi pendidikan adalah membentuk pola pikir islami dan pola jiwa Islami. 

Ketiga, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam dan membekali dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan.

Keempat, materi ajar guna membentuk kepribadian Islam mulai di tingkat dasar sebagai materi pengenalan kemudian meningkat kepada materi pembentukan dan pematangan setelah usia anak didik menginjak balig. 

Kelima, pendidikan diselenggarakan oleh negara secara gratis (Lihat kitab Muqaddimah ad-Dustur pasal 165, 166, 167, 169, dan 174).

Pendidikan Islam yang dimulai sejak dari keluarga berlanjut ke jenjang pendidikan formal yang disiapkan negara Khilafah, akan mencetak generasi takwa, berakhlak mulia, terjauh dari maksiat dan tindak kekerasan sejak awal.

Demikianlah, hanya Islam yang mampu memberikan perlindungan dari kekerasan, baik KDRT atau kekerasan lainnya, termasuk kekerasan remaja. Oleh karena itu, apabila kita tidak ingin masalah kekerasan terus berulang, hanya satu caranya, yakni kembali kepada Islam secara total melalui tegaknya institusi Khilafah. Allah mewajibkan kita semua untuk mewujudkannya.

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak