Hari Santri: Momen Aktivasi Santri sebagai Agen Perubahan Hakiki




Oleh Zulfi Nindyatami, S.Pd.




Peringatan hari santri menjadi salah satu hari yang penting di Indonesia. Setiap tanggal 22 Oktober setiap satuan pendidikan harus mengenakan pakaian yang menggambarkan santri, seperti sarung, peci,  dan busana muslim. Perhatian khusus pada tanggal tersebut menjadi bukti keberadaan santri di Indonesia. Namun, faktanya dalam tatanan kehidupan masyarakat belum menggambarkan kehidupan santri yang berasaskan Islam. Kurangnya pemahaman terhadap fondasi dari keberadaan santri, yang hanya menggambarkan sosok fisik santri saja tanpa adanya esensi dari pemahaman Islam. 

Saat inilah peringatan Hari Santri mendapat banyak perhatian publik dengan serangkaian seremonial, dari upacara, kirab, baca kitab, sampai festival sinema. Rangkaian acara tersebut seolah menjadi hal yang wajib dilakukan di setiap pondok pesantren hingga satuan pendidikan negeri dan swasta. Namun, seusai peringatan tanggal 22 Oktober sudah tidak dirasakan lagi keberadaan hari santri tersebut. Hal ini  mengundang statement, bahwa peringatan hari santri hanya sekadar formalitas belaka untuk menghargai jasa para santri.

Setiap tahunnya peringatan hari santri mengawal tema yang berbeda-beda. Pada tahun ini tema Hari Santri  adalah “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia.” Presiden Prabowo Subianto mengajak para santri menjadi penjaga moral dan pelopor kemajuan. Dia menyinggung Resolusi Jihad yang dipelopori oleh ulama sekaligus tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Ia menyatakan melalui tema tersebut dapat memberikan semangat para santri dan ulama dalam mengisi kemerdekaan dalam pengembangan pendidikan dan ekonomi umat (www.presidenri.co.go.id, 31/10/2025).

Pada peringatan hari santri tanggal 22 Oktober kemarin, Presiden Prabowo telah merestui pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di bawah Kementerian Agama. Hal ini merupakan wujud komitmen negara terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengembangan pesantren di Indonesia (www.kompas.com, 31/10/2025). 

Apabila dilihat dari peringatan Hari Santri lebih banyak seremonial, tidak menggambarkan peran santri sebagai sosok yang fakih fiddiin dan agen perubahan. Padahal, pada dasarnya santri seharusnya menjadi pelopor karakter yang berahlakul karimah. Apabila dilihat dari kenyataannya belum memberikan gambaran yang sesuai dengan peran sebagai seorang santri seutuhnya. Bahkan, tidak sedikit santri yang justru memberikan contoh tidak baik dalam kehidupan bermasyarakat. 

Beberapa kasus perundungan yang terjadi di MTs Purwakarta hingga jatuhnya korban luka (www.detikjabar.com, 31/10/2025). Adapun, kekerasan seksual yaknj pencabulan yang dilakukan pimpinan pondok pesantren yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia (https://bpsdm.kemenkum.go.id, 31/10/2025). Pada kasus-kasus tersebut menggambarkan jauhnya peran santri dan ulama pada sistem kehidupan saat ini. 

Pujian soal peran santri dalam jihad melawan penjajah di masa lalu tidak sejalan dengan berbagai kebijakan dan program menyangkut santri dan pesantren di masa kini. Santri masa kini memiliki kekurangan motivasi dalam memimpin perubahan. Tidak mudah mendidik santri zaman sekarang untuk memiliki tekad kuat dalam berjihad. Adapun, negara pada kenyataannya tidak banyak mengurus para santri dalam segi semangat untuk berjihad.  Santri justru dimanfaatkan untuk menjadi agen moderasi beragama dan agen pemberdayaan ekonomi. Seolah ingin membangun santri yang mandiri dengan ekonomi yang berlepas dari kewajiban negara dalam mengurus umat. 

Santri tidak diarahkan memiliki visi dan misi  jihad melawan penjajahan gaya baru dengan menjaga umat dan syariat. Peran strategis santri dan pesantren justru dibajak untuk kepentingan mengokohkan sistem sekuler kapitalisme. Melalui perannya dalam duta santri dan duta moderasi beragama negara memfasilitasi santri dengan menjauhkan dari syariat yang kafah. Justru negara mendukung santri pada tatanan kehidupan modern kapitalisme. 

Sedangkan, bila kita ingin menengok Islam sebagai landasan, peran strategis santri ialah dalam menjaga umat dan mewujudkan peradaban Islam cemerlang, yaitu: fakih fiddin dan menjadi agen perubahan menegakkan syariat Islam. Dengan begitu, negara seharusnya menguatkan karakter santri dalam semangat untuk berjihad dan menerapkan syariat. Negara dengan agen perubahan yang kuat dengan syariat dapat mewujudkan kehidupan Islam yang gemilang. Maka, peran santri sebagai agen perubahan perlu didorong, didukung, dan difasilitasi dengan fondasi syariat Islam. 

Apabila negara memberikan sistem kemandirian pada santri, itu artinya negara sudah berlepas tangan dari tugasnya sebagai pelayan umat. Oleh karena itu, negara menjadi penanggung jawab utama untuk mewujudkan eksistensi pesantren dengan visi mulia untuk mencetak para santri yang siap berdiri di garda terdepan melawan penjajahan dan kezaliman. Sudah saatnya santri sebagai pelopor perubahan sistem menuju sistem yang sejahtera, sistem yang adil dan beradab yakni sistem Islam yang hakiki. 

Wallahu a’lam bishshowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak