Oleh : Iis Sri Dewi, Ciparay Kab. Bandung.
Belakangan ini, publik dihebohkan dengan peristiwa seorang kepala sekolah yang menegur muridnya karena ketahuan melakukan pelanggaran sekolah. Kasus ini terjadi di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, ketika Kepala Sekolah Dini Fitri menegur seorang siswa yang ketahuan merokok di lingkungan sekolah. Siswa tersebut bernama Indra, awalnya membantah telah merokok, hingga terjadi ketegangan yang berujung pada dugaan penamparan oleh kepala sekolah tersebut. Kasus ini sempat dilaporkan ke polisi namun akhirnya diselesaikan secara damai setelah pihak orang tua mencabut laporan.
(Detik.com, Kamis 16/10/2025)
Kasus tersebut menyita perhatian masyarakat karena memperlihatkan dilema besar dalam dunia pendidikan. Di satu sisi guru ingin menegakkan kedisiplinan, namun di sisi lain, tindakan tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran hak siswa. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan masalah perilaku remaja, tetapi juga menunjukkan adanya krisis moral dan lemahnya sistem pendidikan dalam membentuk karakter generasi muda.
Peristiwa ini juga menggambarkan kompleksitas peran pendidik di era modern. Guru tidak hanya dituntut untuk mendidik, tetapi juga harus berhati-hati dalam menegakkan kedisiplinan, jika tidak mau berujung dipolisikan. Fenomena ini jelas menandakan bahwa wibawa guru kian tergerus oleh sistem pendidikan yang terlalu menonjolkan kebebasan individu dan mengabaikan nilai moral.
Kasus diatas merupakan salah satu bukti nyata adanya krisis karakter dan moralitas di kalangan pelajar. Akar persoalan ini berawal dari sistem pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Pendidikan hanya difokuskan pada aspek akademis, sementara pembinaan akhlak dan ketakwaan diabaikan. Akibatnya, remaja tumbuh dalam lingkungan yang membingungkan antara kebebasan dan tanggung jawab.
Masalah ini juga menunjukkan bahwa pendidik tidak memiliki perlindungan hukum yang cukup kuat. Ketika guru menegakkan disiplin, justru berpotensi dilaporkan atau disalahkan. Situasi ini menimbulkan ketakutan ataupun kekhawatiran di kalangan pendidik dan melemahkan otoritas mereka di mata siswa.
Berbeda dengan Islam, Islam menawarkan solusi yang menyeluruh terhadap krisis pendidikan dan moral ini. Dalam pandangan Islam, pendidikan bukan hanya untuk mencerdaskan dari sisi akademik semata, tetapi juga membentuk kepribadian Islami (syakhsiyah Islamiyah) yang dilandasi iman dan akhlak.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, bukan sekadar berprestasi secara akademik. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).
Kemudian guru dalam Islam juga memiliki kedudukan mulia sebagai pencetak generasi. Guru bukan hanya pengajar ilmu, tetapi juga pembentuk kepribadian dan panutan moral bagi muridnya. Oleh karena itu, wibawa dan perlindungan terhadap guru harus dijaga.
Lingkungan pendidikan pun akan dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam. Segala bentuk kemaksiatan, termasuk merokok, berbohong, ataupun kenakalan remaja lainnya harus dicegah melalui pembinaan iman, bukan hanya hukuman.
Dan yang paling berperan penting adalah negara, dimana negara wajib menerapkan sistem pendidikan Islam yang menanamkan nilai ketakwaan, sopan santun, dan rasa hormat kepada guru. Hanya dengan sistem yang berlandaskan akidah Islam, pendidikan dapat melahirkan generasi beradab dan bermoral tinggi.
Dengan penerapan Islam secara kafah dan sistemik meliputi pendidikan, keluarga, dan masyarakat maka akan tercipta generasi yang sadar tujuan hidupnya, yaitu beribadah kepada Allah SWT, bukan sekedar mengejar kebebasan duniawi. Dan inilah solusi hakiki untuk mengatasi krisis moral dalam pendidikan yang tengah melanda bangsa ini.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Tags
Opini
