Miris! Kekerasan masih Menjadi Ancaman bagi Anak




Oleh  : Hany Rofiqoh, Ciparay, Kab. Bandung.



Sekolah atau lembaga pendidikan idealnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa untuk belajar dan menuntut ilmu. Namun, nyatanya sekolah ternyata masih menyimpan banyak masalah. Alih-alih menjamin rasa aman dan nyaman bagi siswa, di sejumlah sekolah praktik perundungan atau bullying oleh sesama siswa dan kekerasan dari pihak pengajar masih sering menghantui keselamatan siswa.

Media Indonesia edisi 15 Oktober 2025 melaporkan sepanjang Oktober 2025 saja, tiga siswa dinyatakan meninggal dunia diduga akibat bullying dan kekerasan di lingkungan sekolah. Salah satu korban, seorang siswa kelas 3 SD di Wonosobo, Jawa Tengah, dilaporkan mengalami kekerasan di sekolah pada 1 Oktober dan meninggal dunia pada Selasa (7/10).

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan, pada 2021 terdapat 8.730 kasus kekerasan seksual anak. Lalu pembunuhan pada 2020 mencapai 898 kasus. Salah satu kasus, belum lama ini, seorang anak laki-laki di Cianjur, menusuk anak perempuan 12 tahun, hanya untuk merampas HP-nya.

Sementara itu, kekerasan seksual juga melanda laki-laki sebagai korban. Ada 33 persen laki-laki mengalami kekerasan seksual. Demikian Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender yang diluncurkan Indonesia Judicial Research Society (IJRS)

Maraknya kekerasan adalah bukti gagalnya sistem sekuler kapitalisme. Siapapun yang hidup dalam sistem ini, tidak bisa menghindar dari lingkaran kekerasan, baik sebagai pelaku, saksi maupun korban. Baik kedudukan dia sebagai seorang suami, istri, orang tua maupun anak-anak. Masyarakat saat ini begitu mudah tersulut emosi. 

Kekerasan merajalela, baik kekerasan fisik seperti penganiayaan maupun pembunuhan. Juga kekerasan psikis berupa kekerasan verbal, makian, hujatan hingga body shaming. Ditambah lagi kekerasan seksual yang angkanya sangat mengerikan. Dan juga kekerasan massal yang melibatkan masyarakat secara komunal.

kekerasan ? Secara personal, semua orang harus mencoba menjadi pribadi yang tidak mudah emosi, dengan mendekatkan diri pada Allah. Paham syariat islam, terkait tata cara mengendalikan emosi dan cara berinteraksi dengan masyarakat. Paham tata cara menyelesaikan setiap persoalan hidup tanpa jalan kekerasan.

Lalu, sebagai bagian dari anggota masyarakat, harus memiliki perasaan yang sama. Menimbang segala hal dengan standar halal dan haram yang sama. Masyarakat harus menumbuhkan tradisi amar makruf nahi mungkar. Saling menegakkan kebenaran dan mengingatkan jika ada penyimpangan dari syariat dengan lemah lembut.

Di sektor pendidikan, akidah Islam menjadi pondasi dalam seluruh aspek kurikulum, sehingga tertanamlah akhlak dan karakter kepribadian yang jauh dari sikap temperamental. Apabila temperamental, ditundukkan dengan syariat Islam.

Di sektor ekonomi, negara membuka lapangan kerja seluas-luasnya, membagikan harta dari Baitulmal untuk yang miskin, dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat. Redam kekerasan jika perut terisi dengan kenyang.

Di sektor sosial, negara menegakkan tata pergaulan yang sehat. Memisahkan aktivitas laki-laki dan perempuan, sehingga tidak rawan terjadi interaksi yang tak diinginkan hingga rentan terjadi kekerasan. Di bidang hukum, Islam tegas menghukum pelaku kekerasan sehingga membuat jera dan menyadarkan pelaku agar bertobat, serta mencegah orang lain agar tidak melakukannya.

Penerapan Islam secara kaffah akan menjadi jaminan rahmat dan kebaikan. Terjaga jiwa, akal, akidah, harta, kehormatan, serta wibawa negara. Hanya sistem Islamlah solusi tuntas untuk menjauhkan kekerasan dari peradaban manusia.
Wallahu a'lam bish shawwab..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak