Keracunan MBG Terulang, Bukti Negara Lalai terhadap Keselamatan Rakyat


Oleh Aulia Rizki Safitri



Pelaksanaan program MBG (makan bergizi gratis) merupakan visi program pemerintahan Prabowo-Gibran agar masa depan rakyat lebih sehat dan cerdas menuju Indonesia emas, akan tetapi dalam pelaksanaan program MBG ini tak lepas dari berbagai macam problematika, mulai dari kualitas bahan pangan rendah yang kurang bergizi, beberapa kasus juga ditemukan makanan yang diberikan ternyata sudah basi dan berbau hingga adanya masalah keracunan massal. 

Baru-baru ini dikutip dari kompas.com, Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, mengatakan kegiatan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Lebong dihentikan sementara.

Sebelumnya, sebanyak 456 siswa di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, mengalami keracunan usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG), Rabu (27/8). (kompas.com, 30/08/2025).

Tak hanya di Kabupaten Lebong saja, kasus keracunan massal juga terjadi di Kecamatan Gemolong. Sebanyak 196 siswa dan guru SD hingga SMP di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah (Jateng) mengalami  keracunan massal usai menyantap Makan Bergizi Gratis ( MBG ), Selasa (12/8).

Ratusan murid hingga guru yang mengonsumsi MBG di sekolah, maupun yang membawa MBG pulang ke rumah dan dikonsumsi oleh anggota keluarganya, mengalami gejala keracunan, seperti mual, pusing hingga diare. (cnnindonesia.com, 30/08/2025).

Kasus keracunan massal juga terjadi di Lampung Timur dengan 20 korban siswa dan juga di SMP 3 Berbah Sleman dengan 135 korban siswa. 

Hasil uji laboratorium kasus keracunan massal MBG (makan bergizi gratis) di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen telah keluar dan dilaporkan ke pemerintah daerah setempat. Dari hasil laboratorium tersebut ada sejumlah hal yang harus dievaluasi bersama agar kejadian keracunan ratusan siswa tidak terulang.
Hasil laboratorium yang disampaikan Pemkab Sragen bahwa sanitasi lingkungan tersebut menjadi permasalahan utama. Pihak pengelola SPPG harus melakukan perbaikan sistem sanitasi dan menjaga higienitas. (rri.co.id, 30/08/2025).

Sungguh ironis, program MBG yang selalu dielu-elukan dan disambut gembira oleh rakyat sebagai progam unggulan yang diusung pemerintahan Prabowo yang berpotensi akan membawa perubahan untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil serta mendorong kualitas SDM menjadi lebih baik. Akan tetapi, program tersebut masih memiliki banyak kekurangan yang justru membahayakan keselamatan rakyat dengan adanya kasus keracunan massal yang terus terulang di berbagai wilayah. 

Seharusnya kasus keracunan makanan MBG ini tidak lagi terulang. Sebab, program ini dirancang untuk menyehatkan dan mencerdaskan rakyat menuju Indonesia emas, bukan malah membahayakan dan bahkan bisa membuat para siswa menjadi trauma mendapat makanan bergizi gratis. 

Program MBG seharusnya direncanakan dengan baik dan terstruktur oleh para ahlinya, sehingga pada pelaksanaannya tidak terjadi masalah teknis yang dapat merugikan rakyat. Akan tetapi, kasus keracunan massal terus berulang yang menunjukan adanya ketidakseriusan dan kelalaian negara dalam program ini, khususnya menyiapkan SOP dan mengawasi SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi). 

Kasus keracunan massal yang terus terulang ini sudah seharusnya menjadi alarm peringatan, mengapa problem ini terus terulang dan harus segera dilakukan evaluasi dan perbaikan dalam masalah sanitasi dan higienitas, tak lupa perlunya meningkatkan pengawasan SPPG dalam mengelola bahan pangan hingga sampai ketangan siswa agar kasus keracunan ini tidak bertambah sehingga mengakibatkan kesehatan nyawa siswa terancam. 

Padahal program makan bergizi gratis ini diberi alokasi anggaran sebesar Rp. 71triliyun dari APBN. Dengan dana yang dialokasikan seharusnya anak-anak dan ibu hamil bisa mendapatkan porsi makanan bergizi dengan kualitas dan higienitas yang baik, akan tetapi dalam kasus ini nampak adanya sistem industri kapitalis didalamnya sehingga para pengelola lebih mementingkan meraup keuntungan untuk segelintir pihak dan abai akan kesehatan dan keselamatan rakyat, sehingga para siswa penerima program ini kurang mendapatkan makanan sebagaimana mestinya secara optimal. Padahal sebenarnya MBG juga bukan menjadi solusi untuk menyelesaikan persoalan gizi pada anak sekolah dan ibu hamil, apalagi mencegah stunting.

Peran negara yang seharusnya sebagai pelaksana dan mengontrol program ini agar menjadi program unggulan terkesan lalai dalam mengawasi SPPG atau dapur MBG dalam menyediakan bahan pangan berkualitas dan cara pengelolaan pangan yang lebih higeinis agar terhindar dari bahaya kontaminasi sampai pada penerimanya, penyelesaian negara dalam menangani  problem MBG terbilang lambat dan masih sering bermasalah, tanpa adanya solusi perbaikan nyata yang mendasar hingga ke akar. 

Permasalahan keracunan massal ini sudah seharusnya menjadi perhatian bagi negara karena ini bukanlah masalah teknis semata dalam pelaksanaannya, melainkan sebuah masalah sistemik yang akan terus terulang dan akan berdampak merugikan keselamatan rakyat. 

Berbanding terbalik dengan sistem Islam, Islam akan menetapkan negara sebagai raa'in untuk mengurus dan bertanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, negara juga wajib memenuhi kebutuhan pangan rakyat secara berkualitas dan bergizi yang cukup untuk setiap individu. 

Islam akan memberikan solusi sistemik yang menyeluruh mengenai problematika yang terjadi dengan berbagai mekanisme sesuai syariat agar terpenuhinya kebutuhan pangan baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk kemaslahatan ditengah-tengah rakyat. 

Dengan jaminan kesejahteraan sistem Islam, negara akan menjadi pelaksana langsung dalam menyiapkan bahan pangan yang berkualitas, sehingga menjamin keamanan pengelolaan dan sanitasinya agar tidak akan terjadi masalah mengenai bahan pangan yang berkualitas rendah dan bahaya makanan terkontaminasi. 

Negara juga berkewajiban memberikan edukasi tentang gizi kepada rakyat, dari mulai memilih bahan pangan yang berkualitas dan bergizi serta cara pengelolaan yang sesuai standar higienitas maka kasus stunting akan dapat dicegah demikian juga masalah gizi yang lainnya. 

Jadi dengan menerapkan sistem ekonomi Islam akan mampu menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya, sebab pemimpin akan mengalokasi pos-pos anggaran sesuai kebutuhan belanja negara, negara memiliki sumber pemasukan besar dari baitul mal, zakat dan fa'i sesuai ketentuan syara yang berlaku dan dikelola dengan sistem ekonomi Islam yang shahih. 

Sudah tentu sistem Islam akan mensejahterakan rakyat, karena pemimpinnya akan menjamin memenuhi kebutuhan pokok secara merata dan berkualitas sehingga tidak akan ada praktik yang menguntungkan segelintir pihak, jadi rakyat akan mencapai kemaslahatan dan terhindar dari problem gizi buruk, malnutrisi maupun keracunan. 

Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak