Tunjangan DPR Fantastis dalam Demokrasi


Oleh: Heni Lestari
Aktifis Lingkungan dan Dakwah Ideologis


Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapatkan tunjangan rumah senilai Rp50 juta per bulan, sehingga total gaji dan tunjangan mereka menjadi lebih dari Rp 100 juta tiap bulannya. Di tengah berbagai gejolak ekonomi yang dihadapi saat ini, besaran pendapatan tersebut dinilai menyakiti perasaan rakyat.

"Saya kira kenaikan pendapatan DPR sampai menjadi Rp 100 juta per bulan ini menyakiti perasaan masyarakat secara umum ya," ujar Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat dalam program Beritasatu Utama di Beritasatu TV, dikutip Rabu (20/8/2025).

Kebutuhan hidup anggota dewan difasilitasi oleh negara dengan tunjangan besar, mengingatkan kita kepada lagu musisi Iwan Fals. Semasa pemerintahan orde baru beliau sering membuat dan menyanyikan lagu yang sarat dengan kritik terhadap kebijakan pemerintahan di masa itu.

"Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang soal rakyat"
_"Wakil seharusnya merakyat, hanya tahu nyanyian lagu setuju"

Tahun berganti tahun dan berganti-ganti pemimpin, sejatinya sebuah negara menjadi lebih dewasa dan bijak dalam mengelola dan mengatur negara. Apalagi usia negara ini sudah mencapai angka 80 tahun merdeka. 
Seharusnya sudah tercipta sebuah negara yang mempunyai warga negara yg adil dan sejahtera.

Namun, kondisi sekarang rakyat sangat jauh dari kata makmur. Pemimpin negeri ini di bawah kekuasaan orang orang yang hanya menggunakan aksesoris peci di kepalanya, tetapi sistem yang dijalankan adalah sistem liberal dan kapitalisme.

Jajaran sistem perpolitikan eksekutif maupun legislatif dalam pola sistem kapitalisme hanya menguntungkan penguasa dan pemegang modal. Penguasa bebas sekehendak hatinya untuk membuat berbagai macam rancangan undang-undang yang pada akhirnya disahkan menjadi undang undang.

Apakah undang-undang itu menyengsarakan rakyat? Tentu mereka tidak peduli. Yang terpenting bagi penguasa bagaimana mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Undang-undang yang dibuat oleh manusia yang penuh dengan keterbatasan pastinya sarat akan kepentingan pribadi dan golongan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibebankan dan dipikul oleh rakyat melalui pajak yang makin mencekik. Rakyat makin miskin. Sementara pemerintah dengan sangat tidak rasional memberikan kenaikan gaji dan tunjangan yang sangat fantastis. Segala kebutuhan hidup anggota dewan pun difasilitasi oleh negara.

Dalam sistem demokrasi jabatan pemerintahan dijadikan kendaraan politik untuk memperkaya diri sendiri. Perbedaan tugas dan  kewajiban wakil rakyat dalam demokrasi dan Islam sangat jelas. Dari sisi asas kemanfaatnya juga sangat berbeda. 

Sistem demokrasi kapitalisme menumbalkan rakyat untuk mencapai kekayaan yang sebesar besarnya. Sementara dalam Islam setiap jabatan akan dipertanggungjawabkan pada yaumil akhir di hadapan Allah. 

Amanah menjadi anggota Majelis Umat atau jabatan struktural tidak akan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri sendiri.  Keimanan dan ketaatan terhadap hukum syara akan menjadi penjaga untuk selalu terikat pada aturan Allah. 

Tidak hanya pejabat, setiap kaum muslim wajib memiliki syahsiyah Islam karena dengan berpedoman pada Al Quran dan as sunnah sehingga menjadikan kaum muslim menjadi umat yang tanggguh dan menguasai peradaban dunia.


_Wallahu alam bisowab_

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak