Perang Iran, Akankah Umat Islam Bersatu ?




Oleh : Maulli Azzura

Pada 13 Juni 2025, Iran melancarkan serangan berskala besar terhadap Israel. Iran menggunakan lebih dari 1000 proyektil termasuk rudal balistik, rudal jelajah dan puluhan drone dari beberapa wilayah Iran yang diarahkan ke kota-kota strategis Israel seperti tel Aviv, Yerusalem, Haifa dan Beersheba. Serangan tersebut menarget sistem pertahanan udara Israel dengan tujuan menembus radar dan menciptakan tekanan terhadap kekuatan militer Israel. Beberapa rudal dan drone berhasil menembus garis pertahanan menyebabkan puluhan korban luka dan kerusakan pada infrastruktur sipil misalnya serangan di Haifa merusak puluhan dan bangunan di sekitarnya. Akibat serangan ini terjadi korban jiwa dan luka serius di Israel pada hari itu dan hari-hari berikutnya. Pada 14 Juni tercatat setidaknya 10 sampai 14 orang tewas dan puluhan hingga ratusan terluka akibat rudal yang menembus pertahanan. (Wikipedia, 16 juni 2025) 

Serangan ini sebagai balasan atas serangan sebelumnya yang dilakukan Israel atas Iran. Israel melancarkan operasi rahasia operation rising Lion. Tepat pada 13 Juni malam pasukan pertahanan Israel (IDF) meluncurkan serangkaian serangan udara dan rudal jet tempur terhadap lokasi-lokasi strategis seperti fasilitas nuklir depot misil Shahab dan isfahan, serta menargetkan sejumlah komandan IRGC. Menurut kementerian kesehatan Iran, Iran lebih dari 220 orang tewas akibat serangan Israel tersebut, termasuk 9 orang ilmuwan dan ahli diprogram nuklir Iran. Mereka adalah Ali bakway karimi seorang ahli mekanika, Mansyur Askari ahli fisika dan Said barjiy ahli rekayasa material, dalam serangan pada hari Jumat, menurut militer militer hal itu disampaikan dalam pengumuman yang dikonfirmasi oleh kantor berita resmi resmi Iran, Tasmin. (CNN, 14 Juni 2025).

Serangan Israel ke Iran tidak lepas dari program nuklir Iran. Pada 2002 rakyat dan pengamat internasional dikejutkan dengan bocornya fasilitas nuklir tersebut di Nathanz (untuk pengayaan uranium) dan arak (reaktor air berat), yang kemudian memicu penyelidikan IAEA dan resolusi PBB menuntut penangguhan aktivitas pengayaan titik program ini semakin menguat di era presiden Mahmud Ahmadinejad (2005-2013). Dan di tahun 2018 kembali memicu peningkatan aktivis nuklir Iran. Menurut laporan pengayaan uranium Iran mencapai hingga 60%. 

Sejak pertengahan 1995, Benyamin Netanyahu secara konsisten mendorong narasi bahwa Iran sangat dekat untuk memiliki bom nuklir, dan sejak saat itu dia kembali mengulangi klaim serupa di berbagai forum internasional titik secara berkali-kali ia menyatakan bahwa program nuklir Iran bukanlah damai, melainkan dimaksudkan untuk senjata, dan bahwa Iran "hanya tinggal beberapa tahun, mungkin bulan atau bahkan Minggu" dari kedekatan dengan bom nuklir. Pengeboman situs-situs nuklir Iran pada Juni 2025 merupakan kelanjutan retorika dan narasi lama yang telah lama diusung oleh Benyamin Netanyahu.

Serangan ini juga tidak lepas dari dukungan Amerika Serikat titik presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan pada hari Jumat 13 Juni 2025, "serangan Israel terhadap Iran sempurna. Dia menyuruh Iran untuk membuat kesepakatan mengenai program nuklirnya. Menanggapi pertanyaan dari kanal ABC, apakah ada peran Amerika dalam serangan terhadap Iran? Ia berkata, "Saya tidak ingin menjawabnya.". Ia mengatakan di platform truth sosial, "Iran harus mencapai kesepakatan sebelum tidak ada yang tersisa dan mempertahankan apa yang dikenal sebagai kekaisaran Iran." Ia menambahkan bahwa ia memperingatkan Teheran bahwa "Amerika Serikat membuat senjata terbaik dan paling mematikan di dunia, dan dengan perbedaan yang besar, dan Israel memiliki banyak dari senjata tersebut, dan lebih banyak lagi akan segera tiba, dan mereka tahu cara menggunakannya". Dalam pernyataan serupa, Trump mengatakan "hari ini adalah hari ke-61, dan saya memberitahu mereka apa yang harus dilakukan, tetapi mereka tidak bisa, dan sekarang mereka memiliki kesempatan kedua". (Al-Jazeera, 13/6/2025).

Selama bertahun-tahun, opini global telah membentuk narasi bahwa Israel adalah kekuatan militer yang tak tertandingi di Timur Tengah titik Citra ini didukung oleh keberhasilan teknologi persenjataan, sistem pertahanan canggih seperti iron dome serta dukungan tak terbantahkan dari sekutu kuat seperti Amerika Serikat titik namun, Di balik semua itu ada kenyataan yang tidak banyak diungkap : kekuatan Israel tidak sekuat yang sering diopinikan.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kekuatan militer Israel masih memiliki banyak keterbatasan. Iron dome misalnya, meski efektif dalam mengintersepsi roket, tidak sepenuhnya mampu menangkal serangan yang masih dan terus-menerus. Seperti yang dilakukan oleh Iran dan pejuang perlawanan Palestina. Biaya operasional yang sangat tinggi juga menjadi kelemahan tersendiri titik belum lagi setiap konflik yang terjadi kerap memperlihatkan bagaimana militer Israel kesulitan menghadapi perlawanan gerilya dan strategi bahwa tanah yang digunakan oleh kelompok perlawanan Palestina perlawanan mujahid Palestina membuktikan pada dunia bahwa zionis bisa dikalahkan. Sejatinya dukungan Amerika Serikat dan penguasa muslim lah yang menjadikan Israel kuat. 

Kalau dibandingkan dengan Iran dan negeri-negeri kaum muslimin, Israel masih dibawa dalam militer, dari sisi jumlah personil Israel mempunyai personil 643ribu. Sedangkan negeri muslim contohnya Iran memiliki personel 1160ribu. Persenjataan negeri muslim pun juga tidak kalah canggih Iran saja mempunyai rudal jarak jauh sekitar 2000 sampai 2500 km belum negeri-negeri muslim yang lain. Andaikan negeri-negeri muslim bersatu maka mudah untuk mengalahkan Israel. 

Maka tidak ada solusi hakiki untuk mewujudkan kedamaian selain ditegakkannya negara Daulah Islam dalam satu kepemimpinan Khalifah yang akan memberikan peraturan dan hukum sesuai pedoman Al-Qur'an dan Sunnah seperti era kekhilafaan sebelumnya yang mampu menguasai dua pertiga dunia.

Wallahu A'lam Bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak