Oleh: Hamnah B. Lin
Badan Pusat Statistik mengumumkan bahwa harga beras meningkat di tingkat penggilingan, grosir, hingga eceran pada Juni 2025. Rata-rata harga beras di penggilingan pada Juni 2025 Rp12.994 per kg atau naik 2,05% secara month-to-month/mom, dan naik sebesar 3,62% secara year-on-year/yoy ( CNBC, 01/07/2025 ).
Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian memandang bahwa tidak seharusnya harga beras naik di tengah melimpahnya stok beras di gudang Bulog. Ia menduga ada permainan tengkulak di balik mahalnya beras. Terlebih lagi, menurut Eliza, ada beberapa middleman (tengkulak) yang menguasai rantai pasokan dan distribusi di hampir semua komoditas pangan.
Di sisi lain, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebut sudah berbulan-bulan harga beras medium dan jenis premium di atas HET. Menurutnya, kondisi ini terjadi salah satunya lantaran sebagian besar gabah/beras diserap oleh Bulog dan menumpuk di gudang Bulog.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto akan menyalurkan bansos beras untuk 18,3 juta keluarga penerima manfaat dengan total 360.000 ton periode Juni dan Juli secara bersamaan. Di samping itu, pemerintah juga akan menggelontorkan beras SPHP sebanyak 250.000 ton.
Melansir laman Bulog, pada Januari 2025 Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) memastikan serapan beras dari petani sepenuhnya ditampung oleh Bulog, sesuai instruksi Presiden Prabowo Subianto. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan akan menghentikan impor beras dan bahan pangan lainnya. Bulog akan menyerap semua gabah dan jagung yang diproduksi oleh petani untuk menjaga stabilitas harga. Sesuai Inpres 6/2025, Bulog harus menyerap gabah kering panen di tingkat petani Rp6.500 per kg.
Kebijakan menyerap semua gabah dan jagung yang diproduksi petani, serta menghentikan impot beras dan bahan pangan lainnya adalah kebijakan yang tepat, namun pemerintah lupa untuk segera mendistribusikannya. Apabila penyaluran beras belum optimal dilakukan, beras yang tersimpan di gudang Bulog berpotensi turun kualitas dan mutunya. Masalah semacam ini yang tidak diperhitungkan oleh pemerintah.
Inilah contoh kebijakan yang kurang dipersiapkan secara matang sehingga memunculkan masalah yang seharusnya tidak perlu ada. Negara menetapkan kebijakan penyerapan beras petani, tetapi lalai mengoptimalkan dan memaksimalkan pengawasan realisasi kebijakan tersebut sehingga distribusi terhambat.
Dalam sistem kapitalisme saat ini, pemerintah sejatinya tidak memiliki peran menjaga kebutuhan dasar rakyatnya yakni pangan. Karena pangan dalam kapitalisme juga merupakan komoditi yang bisa di bisniskan. Selain itu, mulai dari dalam bulog sendiri hingga ke tangan konsumen, rantai perjalanannya sungguh luar biasa panjang dan berbelit.
Ketika berbicara beras bantuan untuk rakyat miskin pun tak lepas dari kecurangan, mulai dari data yang tidak valid, hingga kongkalikong penerima bantuan tersebut.
Distribusi yang bermasalah akan menjadi beban bagi rakyat bawah. Harga beras mahal, pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan juga akan terhalang dan susah. Negara seharusnya memikirkan dampak buruk akibat kelalaian yang berulang terjadi. Hingga saat ini, belum tampak upaya negara untuk segera membenahi sistem pendataan dan distribusi yang transparan dan berbasis teknologi untuk mengurangi manipulasi dan mempercepat distribusi.Minimnya pengawasan dan sinkronisasi data akan selalu membuka peluang munculnya oknum pejabat, tengkulak, bahkan distributor nakal yang berbuat curang.
Dalam Khilafah yakni pemerintahan dengan sistem Islam, negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk beras dan komoditas pangan lainnya. Negara akan mengelola produksi, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung, tanpa menjadikannya komoditas dagang.
Negara akan berperan langsung dalam memastikan beras yang akan dikonsumsi rakyat. Negara akan melarang praktik penimbungan, kecurangan, monopoli, dan pematokan harga. Negara Khilafah akan memberangus praktik-praktik perdagangan yang diharamkan. Khilafah akan memastikan harga barang-barang yang tersedia di masyarakat mengikuti mekanisme pasar, bukan dengan mematok harga.
Negara akan menyediakan sarana dan prasarana dalam mendukung proses pendistribusian beras dengan infrastruktur publik yang memadai. Negara juga akan mengoptimalkan fungsi lembaga pengawasan serta penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar. Dalam kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah hlm.197, struktur khusus yang mengawasi berjalannya pasar secara sehat ialah kadi hisbah. Tugasnya adalah melakukan pengawasan dan berwenang memberikan putusan dalam berbagai penyimpangan secara langsung begitu ia mengetahuinya, di tempat mana pun tanpa memerlukan adanya sidang pengadilan.
Demikian Islam mampu menjaga harga beras maupun pangan yang lain, dengan satu paradikma berfikir, yakni penguasa ada untuk melayani dan menjaga keberlangsungan kebutuhan rakyat tercukupi.
Wallahu a'lam.
