Oleh : Nabila
Kebijakan ini merupakan respons terhadap ketidakpastian kondisi ekonomi global serta upaya menjaga keseimbangan anggaran negara. Tujuan utama kebijakan ini adalah memastikan bahwa penggunaan dana negara lebih terarah pada program-program yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat.
Namun, efisiensi yang tidak dibarengi transparansi justru membuka peluang korupsi gaya baru. Korupsi, yang terjadi di berbagai tingkatan pemerintah dan sektor swasta, telah lama menjadi “virus” yang merusak tubuh perekonomian negara. Korupsi menyebabkan terbuangnya dana publik yang seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, dana tersebut justru masuk ke kantong pribadi, memperkaya segelintir orang, dan merugikan rakyat banyak.
Korupsi dalam proyek-proyek besar, baik itu infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, hingga pemberian izin usaha, menciptakan ketidakadilan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Korupsi terus menjadi masalah struktural di Indonesia. Ia tidak hanya merampas sumber daya negara, tetapi juga memperlebar ketimpangan sosial dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Jika akar permasalahannya tidak diberantas, serta aspek-aspek yang mendukungnya tidak segera diperbaiki maka hal itu hanya akan menjadi sebuah ilusi.
Islam secara tegas memandang bahwa korupsi adalah suatu tindakan yang diharamkan. Maka solusi untuk mencegah tindakan korupsi adalah menanamkan nilai-nilai Islam dalam setiap jiwa-jiwa manusia sejak dini. Adanya ketakwaan yang kuat sejak dini, menjadikan adanya ketakutan kepada Allah SWT, dan merasa selalu diawasi sehingga pada saat akan berbuat maksiat, akan berpikir beribu kali sehingga mengurungkan niat buruknya.
Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna, akan memberikan setiap solusi dalam semua permasalahan, termasuk solusi untuk memberantas kasus korupsi. Diperlukan komitmen dan keseriusan dari semua pihak agar aturan-aturan Islam dapat ditegakkan. Maka membasmi korupsi dengan Islam tidak akan menjadi ilusi.