By : Ummu Al Faruq
Pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang mengatakan bahwa Indonesia siap mengakui dan membuka hubungan dengan Israel apabila negara Yahudi itu mengakui Palestina menjadi bahan pembicaraan. KH Yahya Cholil Staquf selaku Ketua Umum PBNU menyampaikan tanggapannya mengenai hal tersebut.
"Presiden Prabowo konsisten," katanya dalam keterangan pers yang diterima detikHikmah pada Sabtu (31/5/2025)
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo melakukan temu bilateral dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (28/5/2025) lalu.
Pria yang akrab disapa Gus Yahya itu menilai bahwa Prabowo telah menunjukkan konsistensi politik luar negeri Indonesia yang akan selalu mendukung bangsa-bangsa di dunia dalam memperjuangkan kemerdekaan.
"Pernyataan Presiden Prabowo tentang kesiapan Indonesia mengakui keberadaan Negara Israel dengan syarat diakui dan ditetapkannya keberadaan Negara Palestina, itu konsisten dengan kebijakan solusi dua negara yang dikukuhi Indonesia sejak semula," terang Gus Yahya.
Menurutnya, ini sama persis dengan garis perjuangan NU yang akan selalu berdiri tegak bersama kekuatan lain di dunia untuk kemerdekaan bangsa Palestina.
Adapun, terkait bagaimana agar ketegasan sikap bersama ini diwujudkan dalam langkah dan agenda yang nyata, kata Gus Yahya, maka dibutuhkan konsolidasi kokoh dari kalangan internasional.
"Yang perlu ditempuh selanjutnya adalah melakukan penggalangan dan konsolidasi internasional melalui platform-platform multilateral yang sah untuk menggulirkan proses politik yang decisive menuju terwujudnya solusi dua negara tersebut," lanjut Ketua Umum PBNU itu.
Menurutnya, prioritas utamanya adalah menyelamatkan nyawa ribuan anak-anak, kalangan perempuan dan rakyat yang renta dari ancaman kekerasan akibat perang.
"Yang harus dilakukan saat ini juga adalah penghentian kekerasan oleh pihak mana pun dan menolong korban-korban kemanusiaan dari konflik berkepanjangan ini," kata Gus Yahya mengingatkan seriusnya kondisi kemanusiaan di Gaza, Palestina.
Hal tersebut bisa dicapai dengan menggugah dan menuntut dunia internasional agar patuh melaksanakan konsensus yang ada.
"Pada saat yang sama, masyarakat internasional harus berkonsolidasi untuk menegakkan konsensus-konsensus dan kesepakatan-kesepakatan yang sudah ada terkait masalah Israel-Palestina dengan penerapan yang tegas atas semua pihak," tambah Gus Yahya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan RI akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Namun hal itu hanya akan dilakukan jika Israel mengakui kemerdekaan Palestina.
"Salah satu hal yang sangat penting dalam pembahasan saya dengan Presiden Macron adalah apa yang disampaikan oleh Presiden Macron tentang kehendak Prancis untuk mendorong penyelesaian damai masalah Palestina," ungkap Prabowo.
Prabowo menegaskan RI mendesak "two-state solution" sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian. Dengan begitu, ujar Prabowo, kedaulatan Israel juga harus diakui sebagai negara.
"Di berbagai tempat, di berbagai forum, saya sampaikan sikap bahwa Indonesia memandang hanya penyelesaian "two-state solution", kemerdekaan bagi bangsa Palestina merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian yang benar," tegas Prabowo.
"Tapi di samping itu pun, saya tegaskan bahwa kita juga harus mengakui dan menjamin hak Israel untuk berdiri sebagai negara yang berdaulat dan negara yang harus juga diperhatikan dan dijamin keamanannya," lanjutnya.
Prabowo pun mengatakan RI akan mengakui Israel jika Palestina diakui. Dia menyebut RI membuka opsi untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Sementara itu, Prancis menegaskan tekadnya untuk mengakui negara Palestina dan mengutuk langkah Israel memperluas serangan militer dan melakukan blokade bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, yang mereka sebut "tidak dapat dibela".
Penegasan Prancis itu, disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis, Jean-Noel Barrot, dalam pernyataan terbarunya saat berbicara kepada radio France Inter. Barrot juga menegaskan kembali bahwa Prancis mendukung inisiatif yang dicetuskan Belanda untuk meninjau kembali perjanjian kerja sama antara Uni Eropa dan Israel, yang nantinya dapat mempengaruhi hubungan politik dan ekonomi.
Skenario AS
Sikap Indonesia yang mendukung solusi dua negara ini sejalan dengan skenario AS bagi Palestina-Israel. Presiden AS sebelum Trump, Joe Biden mengatakan solusi dua negara merupakan cara yang tepat untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina. Saat itu (28-11-2023), Biden menyatakan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya cara untuk menjamin keamanan jangka panjang bagi rakyat Israel dan Palestina. Untuk memastikan warga Israel dan Palestina hidup dengan bebas dan martabat yang setara, kami tidak akan menyerah dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut.
PBB sendiri mengamini solusi dua negara. Sekjen PBB António Guterres pada 23 Januari 2024 mengatakan bahwa akhir yang langgeng bagi konflik Israel-Palestina hanya dapat terjadi melalui solusi dua negara. Setiap penolakan untuk menerima solusi dua negara oleh pihak mana pun harus ditolak dengan tegas.
Namun sungguh, maksud dari solusi dua negara yakni menyelesaikan konflik Palestina-Zion*s Yahudi dengan cara membagi tanah Palestina menjadi dua negara, yaitu satu negara Zion*s Yahudi dan satu negara Palestina. Keduanya diklaim akan hidup berdampingan secara damai dengan solusi ini.
Usulan solusi dua negara pertama kali muncul pada 1937 dalam Laporan Komisi Peel yang dikirim Inggris ke Palestina untuk menyelidiki motif meningkatnya ketegangan dan kekerasan antara komunitas Yahudi dan Arab di Palestina. Laporan Peel mengatakan, koeksistensi orang Arab (Palestina) dan Yahudi dalam satu negara tidak mungkin karena sikap saling bermusuhan yang keras dan laten. Keduanya ingin membangun negara sendiri-sendiri di lokasi yang sama.
Laporan Peel mengusulkan pembentukan negara Yahudi dan Arab (Palestina) di wilayah tersebut. Berdasarkan usulan itu, orang-orang Palestina hanya mendapatkan tanah-tanah tandus, termasuk Gurun Negev, Tepi Barat, dan Jalur Gaza. Namun, sebagian besar garis pantai dan tanah pertanian paling subur di Galilea diberikan kepada Yahudi. Usulan Peel ini ditolak, baik oleh pihak Palestina maupun Zion*s Yahudi. Konflik Palestina-Zion*s Yahudi pun terus terjadi seiring meningkatnya kedatangan Yahudi ke tanah Palestina.
Meskipun demikian, AS tetap bersikeras memaksa semua pihak untuk mewujudkan solusi dua negara. AS terus melakukan berbagai langkah untuk menghancurkan penghalang solusi ini, demi memenuhi ambisi dan kepentingannya sendiri. AS juga mengondisikan agar elite Zion*s Yahudi bersedia menerima solusi dua negara dengan jaminan tetap akan dibantu pada aspek keuangan dan militer.
Sejatinya pemimpin Zion*s Yahudi juga menolak solusi dua negara karena yang mereka inginkan adalah penguasaan seluruh wilayah Palestina. Jadi solusi dua negara yang diusulkan oleh AS tidak dapat dilaksanakan tanpa perintah serius dari Amerika (Al-Waie, 28-7-2025). Pada 16 Mei 2024, Netanyahu sendiri mengatakan bahwa setelah perang usai, Gaza harus diperintah oleh pemerintahan sipil non-Hamas. Namun, IDF akan tetap memegang tanggung jawab militer.
Walhasil, solusi dua negara adalah hal yang ilusif dan dipaksakan oleh AS demi kepentingannya, yaitu untuk menancapkan hegemoninya di Timur Tengah demi menguasai SDA di sana. AS juga akan terus menyerukan solusi dua negara ini dan memaksa dunia mengikutinya, termasuk negeri-negeri muslim.
Di hadapan AS yang merupakan negara adidaya, negeri-negeri muslim hanyalah negara pengikut. Kebijakan politik luar negeri di negeri-negeri muslim senantiasa mengikuti arahan dan strategi AS, termasuk dalam hal solusi untuk Palestina. Penguasa Indonesia dan Dunia Islam akan terus mendukung langkah-langkah negara adidaya ini meski harus mengorbankan nasib saudara muslim mereka di Palestina. Ketika AS mengusung solusi dua negara, negeri-negeri muslim tunduk patuh dan mendukungnya, seolah-olah lupa (mengabaikan) fakta sejarah masuknya kaum Zion*s Yahudi ke tanah Palestina.
Genosida dan Penjajahan
Zion*s Yahudi adalah sekumpulan kaum pendatang yang merebut wilayah Palestina dari pemilik aslinya, yaitu umat Islam. Umat Islam memperoleh tanah Palestina melalui penyerahan secara de jure oleh Uskup Patriark Sophronius kepada Khalifah Umar bin Khaththab ra. pada 637 M melalui perjanjian Umariyah. Umat Islam telah melakukan jihad dan menyirami Bumi Palestina dengan darahnya sehingga wilayah ini merupakan tanah kharajiyah.
Umat Islam Palestina hidup damai di bawah naungan Khilafah hingga imigran Zion*s Yahudi datang dan mengeklaim Bumi Mikraj itu sebagai tanah milik mereka. Pada 14 Mei 1948 berdirilah “Negara Yahudi”. Sejak saat itu serangan terhadap muslim Palestina terus Zion*s gencarkan dan konflik Palestina-Yahudi meletus.
Zion*s Yahudi melakukan perampasan tanah dan genosida terhadap muslim Palestina. Lebih dari 62.000 muslim syahid di tangan mereka, mayoritas perempuan dan anak-anak. Sebanyak 100 ribu ton bom dijatuhkan Zion*s Yahudi di Palestina sejak 7 Oktober 2023. Ini setara dengan tujuh kali bom Hiroshima.
Hingga kini genosida terus terjadi di Palestina. Bahkan bayi baru lahir pun menjadi sasaran kebengisan Zion*s Yahudi. Seorang ibu di Gaza kehilangan sembilan anaknya sekaligus. Genosida ini terjadi atas perintah AS sebagai bagian dari penjajahan negara kapitalis tersebut di Timur Tengah.
Kapitalisme menjadikan penjajahan sebagai metode penyebaran ideologinya. Inilah yang mendorong AS untuk terus menjaga eksistensi Zion*s Yahudi di Palestina, tanpa peduli pada darah muslim Palestina yang tertumpahkan.
Sayang, penguasa negeri-negeri muslim tidak hanya diam atas genosida dan penjajahan ini, mereka bahkan mendukungnya dengan memberi “hadiah” Trump berupa kesepakatan ekonomi senilai US$2 triliun (setara Rp33.000 triliun dengan kurs Rp16.500/US$). Kesepakatan itu meliputi komitmen investasi US$600 miliar dari Arab Saudi, perjanjian pertukaran ekonomi senilai US$1,2 triliun dengan Qatar, kesepakatan komersial dan pertahanan AS-Qatar senilai US$243,5 miliar, serta kesepakatan komersial AS-Uni Emirat Arab senilai US$200 miliar.
Sedangkan PBB tidak berbuat banyak selain melakukan KTT yang tidak akan mampu menyelesaikan masalah, bahkan menguatkan posisi Zion*s Yahudi dan AS. Walhasil, AS sebagai negara penjajah akan selalu menjadikan Zion*s Yahudi tetap ada di tanah Palestina dan menjadi duri dalam daging. AS akan selalu memainkan Zion*s Yahudi agar mendukung kepentingannya di Timur Tengah.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menyampaikan di dalam kitab Konsepsi Politik Hizbut Tahrir (Mafahim Siyasiyah li Hizbi at-Tahriri) bahwa AS menganggap Timur Tengah sebagai garis depan pertahanannya. Di Timur Tengah terdapat minyak yang jumlahnya lebih dari setengah minyak dunia. Terdapat pula bahan-bahan mentah di Yordania, Irak, Suriah, Turki, Iran, dan negara lainnya yang merupakan kekayaan alam yang luar biasa. Jumlahnya setara sepuluh kali lipat kekayaan alam gabungan AS dan Eropa sehingga negara-negara Barat memperebutkan untuk menjajah Timur Tengah. Invasi-invasi AS adalah bukti nyata upaya AS menguasai wilayah ini.
AS menjadikan “negara” Zion*s Yahudi sebagai alat penjajahan di kawasan Timur Tengah. AS terus melangkah untuk memperkukuh “negara palsu” itu dan menghilangkan apa pun yang menghambat pengukuhannya. AS juga mendorong PBB untuk mengimplementasikan pembagian Palestina menjadi dua negara.
Dengan demikian, AS adalah hegemoni yang sesungguhnya atas negara-negara di kawasan Timur Tengah. AS menjaga posisi entitas Zion*s Yahudi sebagai negara regional yang besar di kawasan Timur Tengah. AS menganggap bahwa membela eksistensi Zion*s Yahudi hakikatnya adalah membela AS itu sendiri.
Adapun penguasa negeri-negeri Arab, mereka terus saja melayani AS sampai-sampai rela menjadi budaknya. Dengan demikian, mereka kehilangan kredibilitasnya di mata rakyatnya. Majikan-majikan mereka pun memandang rendah kepada mereka dan terus-menerus menghinakan mereka dan meminta mereka untuk makin memasrahkan diri kepada AS (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, Mafahim Siyasiyah li Hizbi at-Tahriri hlm. 156).
Demikianlah, Palestina akan senantiasa berada dalam genosida dan penjajahan selama AS masih berkuasa di Timur Tengah. Untuk membebaskan Palestina butuh kekuatan negara yang sebanding dengan AS, bahkan melebihinya.
Palestina adalah Urusan Umat Islam
Bagi umat Islam, Palestina bukan sekadar sebuah wilayah, tetapi memiliki akar akidah. Baitulmaqdis adalah tempat mikraj Rasulullah saw. sebagaimana firman-Nya, “Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Al-Isra’ [17]: 1).
Baitulmaqdis juga merupakan kiblat pertama umat Islam, negeri para nabi, dan tanah yang diberkahi. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya malaikat Yang Maha pengasih (malaikat Allah) telah membentangkan sayapnya di atas negeri Syam.”(HR Tirmidzi no. 3954). Bahkan, Rasulullah saw. menjamin muslim Palestina akan selalu berada dalam kebenaran. Beliau saw. bersabda, “Orang-orang Magrib (Syam) akan terus tampak di atas kebenaran hingga datang hari kiamat.” (HR. Muslim no. 1925).
Apalagi, muslim Palestina dan muslim sedunia adalah saudara. Ini sebagaimana firman Allah Taala, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara maka damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS Al-Hujurat [49]: 10). Umat Islam sedunia, termasuk Palestina, bagaikan satu tubuh yang tidak terpisahkan, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuhnya ikut merasakan tidak bisa tidur dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Muslim no. 4685).
Berdasarkan ayat dan hadis tersebut, genosida dan penjajahan di Palestina adalah urusan umat Islam sedunia. Umat Islam wajib bergerak melakukan upaya yang efektif untuk menghentikan genosida dan penjajahan di Palestina sehingga umat Islam di sana bisa hidup merdeka.
Islam mewajibkan aktivitas jihad untuk membebaskan wilayah muslim yang dikuasai orang kafir. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah di dalam kitab Kepribadian Islam (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah) Jilid 2 hlm. 246 menjelaskan, jihad berarti mencurahkan kemampuan untuk berperang di jalan Allah secara langsung atau dengan bantuan harta, pemikiran, memperbanyak perbekalan, dan sebagainya. Jadi berperang untuk meninggikan kalimat Allah adalah jihad.
Jihad hukumnya wajib berdasarkan firman Allah Taala, “Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi dan ketaatan itu semata-mata hanya milik Allah.”(QS Al-Baqarah [2]: 193). Rasulullah saw. bersabda, “Jihad wajib atas kalian bersama setiap amir.” (HR Abu Dawud).
Memulai jihad adalah fardu kifayah. Jika musuh menyerang, menjadi fardu ain bagi orang-orang yang diserang untuk berjihad dan fardu kifayah bagi orang lain. Kefarduan tersebut tidak gugur sampai musuh dapat diusir dan tanah Islam dapat dibersihkan dari kekejian musuh. Jihad tersebut wajib atas kaum muslim mulai dari yang paling dekat dengan musuh, sampai kecukupan terpenuhi. Seandainya kecukupan tidak terpenuhi kecuali dengan seluruh kaum muslim maka jihad menjadi fardu atas setiap kaum muslim sampai musuh dapat dikalahkan.
Allah Taala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, kenapakah jika dikatakan kepada kalian, ‘Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah’, kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian?” (QS At-Taubah [9]: 38). Rasulullah saw. bersabda, “Jika kalian disuruh berangkat (jihad), berangkatlah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam kondisi saat ini Palestina diserang oleh Zion*s Yahudi, muslim Palestina wajib berjihad dan kita melihat mereka telah melakukannya dengan sebaik-baiknya. Mereka adalah para mujahid yang luar biasa.
Namun, kekuatan mujahid Palestina tidak mampu mengalahkan tentara Zion*s Yahudi yang didukung AS dan Eropa. Oleh karenanya, wajib atas negeri-negeri muslim lainnya, terutama yang terdekat dengan Palestina, seperti Yordania, Suriah, Lebanon, Arab, Yaman, dll. untuk mengirim tentara untuk berjihad membebaskan Palestina. Jika hal itu tidak cukup, wajib atas semua negeri muslim di dunia untuk mengirimkan tentara membebaskan Palestina.
Namun, belenggu nasionalisme yang telah ditanamkan Barat di dunia Islam telah menjadikan para penguasa negeri-negeri muslim tidak mau mengirimkan tentara muslim untuk berjihad membebaskan Palestina. Mereka menolak solusi hakiki berupa jihad fisabilillah, malah sebaliknya tunduk pada solusi ilusif rancangan penjajah (AS), yaitu solusi dua negara. Ketundukan penguasa muslim terhadap solusi dua negara adalah pengkhianatan terhadap Allah Taala, Rasulullah saw., dan kaum muslim.
Satu-satunya negara yang terbukti telah membebaskan Palestina dari serangan musuh adalah Khilafah Islamiah. Khilafah akan melaksanakan jihad untuk membebaskan Palestina. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya imam adalah perisai, di belakangnya orang-orang berperang dan dengannya orang-orang berlindung diri.” (HR Muslim).
Khilafah akan menggabungkan seluruh negeri-negeri muslim, termasuk di kawasan Timur Tengah. Khilafah akan mengerahkan pasukan dari negeri-negeri tersebut dalam jumlah besar dengan persenjataan lengkap sehingga mampu melenyapkan entitas Yahudi dan mengusir orang-orangnya. Khilafah akan mampu menghadapi AS dan sekutunya yang menjadi beking Zion*s Yahudi. Saat AS mengerahkan sekutunya untuk menyerang kaum muslim Palestina, Khilafah akan mengerahkan tentara dari seluruh negeri muslim untuk menghadapi hingga mengalahkan mereka.
Baitulmal Khilafah akan siap mendanai jihad, berapa pun yang dibutuhkan, karena jihad merupakan kewajiban yang agung sehingga harus diprioritaskan dalam anggaran. Jika dana baitulmal habis, Khilafah bisa mengumpulkan infak dari kaum muslim dan memungut pajak sementara (temporer) dari muslim yang kaya hingga kebutuhan jihad terpenuhi.
Keberhasilan Khilafah melaksanakan jihad untuk membebaskan Palestina sudah terbukti dalam catatan sejarah. Pasukan Shalahuddin al-Ayyubi berhasil membebaskan Palestina dari cengkeraman tentara Salib pada 27 Rajab 583H/1187 M. Oleh karenanya, agenda utama umat Islam hari ini adalah mewujudkan Khilafah Islamiah yang akan memimpin jihad untuk membebaskan Palestina. Jihad dan Khilafah adalah solusi hakiki genosida dan penjajahan di Palestina.
Wallahualam bissawab.
Tags
Opini