Oleh: Yuliawati
Raja Ampat dan tambang nikel adalah empat kata yang kini ramai di perbincangkan di dunia nyata maupun di dunia maya. Hastag SaveRajaAmpat menduduki trending topik di berbagai platform media sosial. Raja Ampat merupakan kepulauan yang terletak di Papua Barat, kawasan ini di anggap sebagai surga petualangan dunia. Keanekaragaman hayati dan keindahan alamnya menjadikan tempat ini sebagai salah satu wisata bahari terbaik di dunia. Kini keindahan alam Raja Ampat terancam rusak dikarenakan adanya aktivitas penambangan nikel. Sebagai respon atas besarnya gelombang protes dari masyarakat maka pemerintah memberhentikan aktivitas penambangan untuk sementara.
Adanya Dugaan Pelanggaran IUP
Dikutif dari bbc.com (Kamis, 05 Juni 2025) ada 5 pemegang ijin usaha tambang (IUP), tiga diantaranya telah melakukan eksploitasi pertambangan dan satu lagi masih berupa ekplorasi. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa IUP diterbitkan sejak sebelum ia menjabat sebagai menteri ESDM yakni sekitar tahun 2013 keatas.
Menurut data yang dikumpulkan LSM Greenpeace Indonesia salah satu pemegang IUP adalah PT. Gag Nikel, ia menambang nikel di pulau Gag yang luas daratannya sekitar 6.035,53 hektare dan ditempati oleh 1.000 penduduk. Tiga perusahaan lainnya beroperasi di pulau Kawe, pulau Batang Pale dan pulau Manuran. Tapi yang menjadi permasalahan adalah pulau-pulau tersebut harusnya tidak boleh di tambang, hal ini berdasarkan undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dalam undang-undang tersebut menyebutkan melarang penambangan mineral pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara langsung dan tidak langsung apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan linkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat.
Berdasarkan peraturan diatas maka ijin tambang harusnya tidak keluar. "Ketika IUP diterbitkan saja sudah melanggar aturan, harusnya saat mengajukan ijin tidak diproses oleh pemerintah" Ujar Iqbal Damanik selaku juru kampanye Greenpeace Indonesia.
*Surga Dunia Yang Terancam Rusak*
Raja Ampat memiliki hampir 75% terumbu karang dunia, lebih dari 1000 jenis ikan dan 700 jenis moluska. Dr. Jhon Veron seorang ahli karang menyebutkan Raja Ampat mempunyai 450 jenis karang yang teridentifikasi masih dalam kondisi berkembang dengan sangat baik. Raja Ampat masuk ke dalam 10 tempat menyelam terbaik di dunia serta merupakan perairan nomor 1 yang memiliki flora dan fauna terlengkap di dunia.
Sayangnya, berdasarkan pengamatan Greenpeace Indonesia sejak tambang nikel beroperasi sudah nampak beberapa kerusakan, yang paling terlihat adalah sedimentasi. Limpasan lumpur dari pembukaan lahan telah mencemari wilayah pesisir akibatnya banyak terumbu karang terganggu bahkan mati. Masyarakat disana juga merasa khawatir akan menurunnya wisatawan yang datang dikarenakan adanya pertambangan nikel.
Memang dalam sistem kapitalisme aturan apapun bisa dilanggar, sekalipun hal tersebut dapat merusak alam dan lingkungan. Hal ini juga menunjukan bahwa pengusaha lebih berkuasa dari penguasa, karena yang menjadi tolak ukur hanyalah materi semata, bukan benar dan salah ataupun baik dan buruk.
Bagaimana seharusnya Mengelola Raja Ampat?
Islam memiliki pandangan yang berbeda dengan kapitalisme, jika dalam kapitalisme alam dijadikan komoditas untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya, maka dalam Islam sumber daya alam seperti nikel adalah milik umum (milkiyah 'ammah) yang tidak boleh dimiliki oleh individu ataupun korporasi. Sumber daya wajib dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (sumber energi). {H.R Abu Dawud dan Ahmad}
Serta firman Allah SWT dalam Q.S Al-Araf:56
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Alloh memperbaikinya".
Gunung, lembah, sungai, lautan, daratan dan hewan-hewan Allah ciptakan untuk menopang kehidupan manusia maka sudah sepatutnya kita mengolah dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya bukan dengan cara merusak apalagi membinasakannya.
Aturan tegas bisa diterapkan, pengelolaan yang ramah lingkungan bisa dilakukan jika penguasa mau menerapkan sistem Islam Kaffah yang bersumber dari Al Quran dan Sunah. Karena dalam Islam yang berdaulat adalah syara bukan penguasa apalagi pengusaha.
Tags
Opini