Oleh : Susi Tri
Pada awal Juni 2025, Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, memerintahkan pembatalan izin operasional empat dari lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Keputusan ini diambil setelah temuan Greenpeace yang mengungkapkan kerusakan lingkungan, termasuk deforestasi dan ancaman terhadap terumbu karang akibat aktivitas penambangan .
Namun, PT Gag Nikel, anak perusahaan dari Aneka Tambang (Antam), tetap diizinkan beroperasi karena lokasi tambangnya berada di luar kawasan Geopark Dunia Raja Ampat. Meski demikian, pemerintah pusat telah menghentikan sementara operasionalnya sejak 5 Juni 2025 untuk evaluasi lebih lanjut.
Keputusan tersebut muncul setelah isu penambangan dan hilirisasi nikel di Raja Ampat Papua menjadi sorotan publik terutama setelah sejumlah aktivis greenpace Indonesia melakukan aksi damai dalam acara Indonesia critical minerals conference and expo di hotel Pulman Jakarta pada selasa 3 juni 2025.
Mereka lantang menyerukan penolakan keras atas keberadaan tambang-tambang tersebut. Mereka pun menggalang dukungan yang lebih luas, salah satunya melalui pembuatan tagar #SaveRajaAmpat yang sempat trending di media sosial dan pada akhirnya “memaksa” pemerintah pusat untuk turun tangan, meski terkesan hanya sekadar agar rakyat diam.
Wajah Raja Ampat yang sebelumnya dikenal indah telah berubah menjadi rusak parah. Deforestasi terjadi tanpa bisa dikendalikan. Global Forest Watch mencatat, dalam kurun waktu 22 tahun, sekitar 11.700 hektar hutan primer di Raja Ampat telah hilang. Begitu pun wilayah perairannya mengalami sedimentasi berat yang membawa dampak lanjutan.
Padahal, Raja Ampat dikenal sebagai hutan lindung dan rumah bagi 75% spesies terumbu karang dunia. Semuanya membentuk ekosistem laut yang sangat kaya dengan berbagai keragaman hayati, sekaligus membentuk keindahan alam dan kejernihan air yang luar biasa. Oleh karena itulah, kawasan Raja Ampat didaulat sebagai salah satu Global Geopark UNESCO di bidang pariwisata.
Namun, semuanya lambat laun mengalami perubahan. Keberadaan tambang-tambang nikel di sana benar-benar telah mengancam kelestarian lingkungan hidup dan keindahan alam yang ada. Pertambangan nikel di Raja Ampat sendiri sebetulnya sudah berlangsung sejak lama. Beberapa sumber tulisan menyebut, eksplorasi nikel di Pulau Gag misalnya telah berlangsung sejak zaman Belanda, yakni sekira tahun 1920—1958.
Pada masa orde baru, perusahaan Belanda itu dinasionalisasi oleh pemerintah dan selanjutnya beberapa kali mengalami pergantian pemilik izin pengelolaan pada beberapa perusahaan tambang. Hingga pada tahun 1990-an terbitlah berbagai kontrak karya, salah satunya bagi PT Gag Nikel –anak Perusahaan PT Antam yang beroperasi hingga sekarang.
Mirisnya, meski wilayah Raja Ampat telah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai kawasan konservasi dan hutan lindung, tetapi pemerintah sendirilah yang justru mengizinkan perusahaan-perusahaan tambang tersebut untuk terus beroperasi dengan risiko yang tidak mungkin dihindari. Tahun 2004, misalnya, Presiden Megawati Soekarnoputri berani mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 yang memberikan pengecualian bagi 13 perusahaan tambang (termasuk PT Gag Nikel), untuk tetap beroperasi di dalam kawasan hutan lindung Papua.
Keputusan ini sempat menuai kontroversi. Pasalnya, Keppres tersebut dianggap bertolak belakang dengan Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 yang secara tegas melarang kegiatan tambang terbuka di area hutan lindung. Juga tidak sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Semua undang-undang itu tidak berarti bagi para kapital dalam hal ini perusahaan tambang, sebab undang-undang tersebut dibuat oleh negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.
Seperti diketahui, Indonesia saat ini sedang gencar melakukan hilirisasi sektor pertambangan yang disebut-sebut sebagai tulang punggung pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik pada masa depan. Bisnis ini dipandang sangat menjanjikan meski pada faktanya ada banyak hal yang harus dikorbankan. Bukan hanya sekadar kerusakan alam saja, tetapi juga perampasan ruang hidup, hingga kedaulatan rakyat atas tanah airnya di masa depan.
Untuk kasus pertambangan nikel saja, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), misalnya, mencatat bahwa ada 380 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas 983.300,48 hektar di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di antaranya yang terjadi di Sulawesi (Morowali) dengan segala problematikanya dan di Papua Barat Daya, di antaranya di Raja Ampat.
Ekonomi kapitalisme menganut kebebasan kepemilikan sehingga siapapun yang memiliki modal bisa menguasai apapun untuk mendapatkan keuntungan sekalipun itu harus mengorbankan alam. karenanya pelestarian lingkungan hanya menjadi omong kosong jika sebuah negara masih menerapkan Ekonomi kapitalisme.
Upaya pelestarian alam membutuhkan kepemimpinan yang berfungsi sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung). Kepemimpinan yang seperti ini akan menjaga kelestarian alam seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam Quran surah AlAa'raf ayat 56. Kepemimpinan ini hanya akan terwujud di dalam sistem Islam yakni Khilafah.
Terkait dengan masalah yang terjadi di Raja Ampat, Islam mempunyai batasan yang jelas agar kekayaan alam di daerah itu tetap terjaga kelestariannya.
Secara alamiah ekosistem hutan memiliki fungsi hidrologis, produsen oksigen, agregator tanah dan pencegah erosi. Ssementara ekosistem laut secara alamiah memiliki fungsi sebagai habitat bagi jutaan spesies laut, pengatur iklim global, sumber makanan bagi manusia dan berperan dalam siklus hidrologi. Agar fungsi ekosistem tersebut tidak hilang tentu harus ada mekanisme konservasi alam baik untuk ekosistem hutan atau laut.
Konsep konservasi dalam Islam dikenal sebagai hima. Praktik hima dilakukan pada harta milik umum yang diproteksi oleh negara. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari sha'bi bin Jutsamah yang berkata "tidak ada hima atau proteksi kecuali hal itu merupakan hak Allah dan Rasul-Nya." (HR Al Bukhari)
Makna hadis tersebut adalah tidak ada hak penguasaan atau hima kecuali oleh negara khilafah. Allah dan Rasul-Nya telah menghima tanah milik umum untuk keperluan jihad, orang-orang fakir orang-orang miskin, serta untuk kemaslahatan kaum muslim secara keseluruhan.
Secara af'al atau perbuatan Rasulullah SAW sebagai kepala negara Islam di Madinah pernah melakukan hima dan para khalifah setelah beliau juga mempraktikkan hal yang sama yakni menetapkan sebagian harta yang termasuk milik umum dengan cara tertentu sebagai kawasan khusus. Rasulullah menghima wilayah tertentu di daerah sekitar Madinah. Dari Nafi dari Ibnu UmarRradhiallahu anhu diriwayatkan bahwa ia berkata "Rasulullah SAW pernah menghima daerah Naki suatu tempat berair yang terletak 20 farsah dari kota Madinah untuk unta-unta kaum muslim.
Khalifah Abu Bakar radhiallahu anhu juga pernah menghima padang rumput untuk menggembalakan unta-unta zakat. Beliau mempekerjakan maula beliau Abu Salamah untuk mengurus padang rumput tersebut. Khalifah Umar bin Al-khattab radhiallahu anhu juga pernah menghima padang rumput pada bagian yang tinggi dan mempekerjakan Hunaiy untuk menjaga dan mengatur tempat tersebut.
Jika ada khilafah maka khilafah akan menjaga kelestarian lingkungan di Raja Ampat bahkan bisa jadi ditetapkan untuk dihima demi menjaga keseimbangan ekosistem di sana.
Khilafah tidak akan membiarkan para kapital mencaplok wilayah tersebut untuk dieksploitasi sebab sumber daya alam adalah milik umat haram dikuasai oleh perusahaan swasta. Rasulullah SAW bersabda "kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput air dan api." (HR Abu Daud dan Ahmad)
Tentu saja tegaknya kepemimpinan ideal semacam ini butuh diupayakan. Satu-satunya jalan adalah dengan menggencarkan dakwah penegakkan Islam kafah dalam naungan Khilafah melalui proses penyadaran tanpa kekerasan. Mereka juga perlu dipahamkan, bahwa berlama-lama hidup dalam sistem sekuler kapitalistik seperti sekarang bukan hanya akan terus mendatangkan berbagai persoalan sebagaimana yang terjadi sekaran, tetapi berdosa dan akan mendatangkan kemurkaan Allah Taala.
Tags
Opini