Oleh: Hamnah B. Lin
Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali merebak di awal tahun 2025. Pada tiga bulan pertama tahun ini, sudah ada 10.665 tenaga kerja terdampak PHK oleh raksasa tekstil Sritex Group, 1.100 kasus PHK disumbang Yamaha Music dan 2.500 lainnya dilakukan oleh PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda kemudian menjelaskan biang kerok tumbangnya industri padat karya pada awal 2025 ini. Menurut Nailul, penurunan permintaan baik dari dalam dan luar negeri membuat pertumbuhan kinerja industri manufaktur Indonesia terhambat.
Dia menyoroti sempat ekspansif Purchasing Managers Index (PMI) industri manufaktur pada pertengahan hingga jelang akhir 2024 yang meredup. Dia menandakan meredupnya PMI pada tahun lalu membuat dunia usaha di Indonesia tidak melakukan ekspansi usaha.
“Pertama faktor permintaan dalam negeri melemah dengan ditandai daya beli yang melambat di tahun lalu,” tutur Nailul kepada kumparan, Minggu (9/3).
Perlambatan permintaan juga terlihat dari tanda-tanda adanya pelemahan daya beli masyarakat dengan deflasi 5 bulan berturut-turut yang terjadi di Indonesia, hingga pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat ( kumparanbisnis, 9/03/2025 ).
PHK bukanlah perkara sederhana. Sebabnya, hal ini akan berdampak pada tingginya tingkat pengangguran hingga rendahnya daya beli masyarakat. Tentu banyak dampak negatif atas hal ini seperti meningkatnya angka kemiskinan, banyaknya golongan menengah yang juga masuk dalam kategori masyarakat miskin, juga dampak ekonomi dan sosial lainnya.
Liberalisasi ekonomi yang hari ini berjalan dalam kerangka sistem kapitalisme menyebabkan lapangan pekerjaan dikontrol oleh industri. Negara seakan-akan lepas tangan dan cenderung mengambil peran minor dalam hal ini. Sedangkan dunia industri yang dikontrol swasta hampir dipastikan berorientasi pada profit dalam menjalankan bisnis. Ketika kondisi ekonomi tidak menguntungkan, dalih efisiensi berupa PHK dipandang sebagai langkah efektif untuk menghindari kerugian bisnis. Dalam kondisi inilah, ekonomi rakyat dipertaruhkan.
Phk marak sejatinya akibat penerapan sistem kapitalisme hari ini. Dimana negara tidak memiliki peran dan tidak kuasa bertanggungjawab terhadap nasib rakyatnya sendiri.
Hal ini sungguh jauh berbeda tatkala sistem Islam diterapkan. Dimana sistem ekonomi Islam, terdapat sejumlah konsep yang mengatur masalah perdagangan maupun ketenagakerjaan secara khas. Kedua masalah ini termasuk dalam pembahasan ekonomi yang memerlukan peran negara untuk menyelesaikannya. Beberapa langkah yang akan dilakukan oleh sistem Islam yang dijalankan oleh kholifah adalah sebagai berikut:
Pertama, adalah negara (Khilafah), memiliki wewenang penuh dalam mengelola perdagangan luar negeri. Negara diperbolehkan untuk melakukan impor sejumlah produk atau bahan baku yang tidak tersedia di dalam negeri. Kendati demikian, sebagai negara yang mandiri, Khilafah wajib berusaha untuk memberdayakan para ahli agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan dapat dihasilkan di dalam negeri.
Kedua, dalam sistem ekonomi Islam, ukuran pertumbuhan ekonomi dilakukan di sektor riil. Pemerintah maupun swasta dilarang mengembangkan sektor nonriil. Peningkatan ekonomi dan bisnis dalam sistem ekonomi Islam fokus pada pengembangan sektor pertanian, perdagangan barang dan jasa (baik domestik maupun internasional), pengembangan sektor nonpertanian, serta kerja sama bisnis yang terbentuk dari berbagai syirkah atau kemitraan untuk membantu para investor yang tidak memiliki keahlian bisnis dengan para pengusaha yang memerlukan dana untuk memperluas usaha mereka.
Ketiga, memastikan terbukanya lapangan kerja. Problematik dunia kerja sesungguhnya berfokus pada usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup. Isu pemenuhan kebutuhan dasar berkaitan dengan kebutuhan akan barang (seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal) serta layanan jasa (seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Dengan demikian, inti dari masalah ini terletak pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan secara menyeluruh, negara harus memberikan perhatian pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam rangka menstimulus daya beli masyarakat, negara harus mampu menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas khususnya bagi laki-laki sebagai qawwam dengan berbagai mekanisme. Hal ini bisa saja dengan membuka lapangan kerja di berbagai sektor, memberikan modal bisnis, iqtha’ (pemberian), dan lainnya. Seluruh mekanisme ini dijalankan untuk memastikan agar rakyat mampu memenuhi kebutuhan asasi mereka secara menyeluruh.
Dalam tataran teknis, negara sangat membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mewujudkan kemaslahatan umat sebagai implementasi dari tugasnya sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Dengan kekayaan alam yang dimiliki, negara mampu memberikan pelayanan maksimal dalam memenuhi kebutuhan rakyat, menggaji para pegawai negeri di setiap departemen melalui konsep APBN berbasis baitulmal.
Wallahu a'lam.