Fathimah A. S.
(Aktivis Dakwah Kampus)
Pelaksanaan ibadah haji di tahun 2025 lagi-lagi tidak berjalan mulus. Ketua Timwas Haji DPR sekaligus Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti berbagai persoalan mendasar yang masih dihadapi oleh jemaah haji Indonesia. Evaluasi difokuskan pada beberapa aspek penting, seperti layanan pemondokan; keterlambatan distribusi kartu nusuk; kesiapan Armuzna; serta standar layanan konsumsi, transportasi, dan kesehatan (tempo.co, 3/6/2025).
Tak hanya itu saja. Beberapa jemaah haji juga ada yang tidak dapat berangkat haji karena ada pihak yang membatalkan. Petugas mengatakan no visa, namun masih misteri siapa yang membatalkan visa jamaah ini (khazanah.republika.go.id, 2/6/2025). Ada juga yang diusir dari tempat istirahat pada malam hari, tertinggal rombongan, dan harus tidur di luar tenda karena didalam tenda telah berdesak-desakan (tempo.co, 8/6/2025).
Perlu Perencanaan Matang
Adanya kebijakan baru pemerintah Saudi diklaim sebagai penyebab kekacauan pelayanan haji ini. Namun sejatinya, problem ini terkait dengan pengurusan haji di Indonesia. Penyelenggaraan haji yang semula berupa government to government, menjadi business to business. Dengan kata lain, negara melepaskan tanggungjawabnya sebagai pelayan rakyat agar tetap dapat melaksanakan rukun islam haji. Dalam hal ini, negara justru menunjuk perusahaan swasta untuk mengurusi tiga komponen penting dalam penyelenggaraan ibadah haji, meliputi akomodasi, transportasi, dan konsumsi.
Problem diatas tentu memerlukan penyelesaian. Mitigasi dalam perencanaan hingga pelaksanaan sangat penting dilakukan, agar kedepannya tidak terulang kembali. Sebab, haji adalah ibadah tahunan yang hukumnya wajib (bagi yang mampu), maka wajib pula penyelenggaraannya dengan pelayanan terbaik.
Negara merupakan pengurus urusan umat, maka wajib menghormati jemaah haji dan menyambut tamu Allah tersebut. Perlu adanya persiapan yang cukup terkait jumlah fasilitas, meliputi akomodasi, transportasi, dan konsumsi. Selain itu, kebutuhan dasar setiap jemaah juga harus tercukupi (meliputi edukasi, kesehatan, dan keamanan). Dengan begitu, para jemaah dapat melaksanakan ibadah haji dengan nyaman dan khusyu'.
Islam adalah Solusi
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan haji. Tidak dimungkiri, pelaksanaan haji membutuhkan adanya pengaturan mendetail dalam skala internasional, sebab jemaah haji datang dari berbagai penjuru dunia. Oleh karena itu, mindset pelayanan terhadap umat harus dimiliki oleh negara. Sabda Nabi ﷺ, “Imam adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari)
Negara wajib menyelenggarakan haji dengan prinsip pelayanan yang bersifat cepat, sederhana, dan profesional. Pelayanan tersebut harus diberikan dengan niat mengabdi pada Allah Subhanahu wa ta'ala, sehingga akan jauh dari unsur bisnis, investasi, atau mengambil keuntungan dari pelaksanaan ibadah haji. Pada implementasinya, negara wajib melakukan beberapa hal berikut:
Pertama, membentuk departemen khusus yang mengurus urusan haji, dari pusat hingga ke daerah. Ini terkait dengan administrasi, sehingga setiap jemaah hari akan terdata secara cepat dan baik. Negara juga akan menunjuk pejabat khusus yang bertakwa sebagai pemimpin pelaksanaan haji, sehingga pelaksanaan haji dapat berjalan dengan maksimal.
Kedua, membangun berbagai fasilitas yang dibutuhkan untuk kelancaran ibadah haji. Negara akan membuat mekanisme terbaik, birokrasi terbaik, dan layanan premium bagi para tamu Allah. Meliputi transportasi, saluran air, penginapan, pos pelayanan konsumsi, istirahat, kamar mandi, edukasi, kesehatan, dan keamanan. Dengan begitu, para jemaah haji dapat melakukan ibadah dengan baik tanpa terganggu dari segi cuaca maupun kesehatan.
Ketiga, pendanaan yang stabil. Layanan terbaik ini hanya mungkin terjadi ketika negara memiliki sistem keuangan yang kuat dan stabil. Hal ini dimungkinkan terjadi ketika politik ekonomi islam diterapkan. Melalui Baitul Mal, negara akan mengelola sumber-sumber pendapatan yang sangat besar dan beragam.
Nation-state
Sejatinya, problem berulang terkait ibadah haji merupakan buah dari paradigma yang diterapkan di dunia saat ini. Problem kesatuan sedang menjangkiti umat Islam. Mereka tersekat-sekat dengan istilah nation-state, yang menyebabkan umat Islam terpecah belah dalam berbagai negara-negara kecil. Inilah yang menyebabkan perkara haji sering berujung pada problem yang tak kunjung terselesaikan.
Padahal dalam Islam, Imam (Khalifah) memiliki wewenang dalam menerapkan syariat. Termasuk berkewajiban mengatur penyelenggaraan ibadah haji mulai dari pusat ke daerah dan kuota haji. Sehingga, jemaah haji dari dunia Islam dapat dengan mudah beribadah haji dengan membawa kartu identitas saja, tanpa memerlukan visa. Sementara, visa hanya berlaku bagi kaum muslim yang menjadi warga negara kafir.
Dengan paradigma Islam dan penerapan islam secara kaffah seperti ini, tentu ibadah haji dapat terlaksana dengan pelayanan terbaik. Bahkan, suatu masalah dapat terus diantisipasi dan diselesaikan dengan cepat. Sungguh, tidakkah kita rindu pada penerapan Islam yang mampu menciptakan kesatuan kaum muslim tersebut?.
Wallahu A'lam BishShawwab
Tags
Opini