Judol Kian Menggurita, Potret Suram Generasi Semakin Nyata




Oleh : Rina Setiawati
(Pemerhati Remaja)




Fenomena Judi online atau judol menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Pasalnya, kasus judol seakan tidak pernah mereda bahkan kian hari kian menggurita. Tak hanya menyasar pada orang dewasa yang sudah bekerja, judol kini bahkan merambah pada kaum remaja bahkan anak-anak yang masih menjadi tanggungan orang tua. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga melaporkan bahwa lebih dari 200 ribu anak dan remaja terlibat judi online dan 80 ribu di antaranya berusia di bawah 10 tahun. Kami melihat umur pemain judi daring cenderung makin merambah ke usia rendah, kurang dari 10 tahun. Jadi, populasi demografi pemainnya makin berkembang, ucap Ivan Yustiavandana, Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Menurut data yang diperolehnya, terjadi perkembangan distribusi persentase demografi pemain judi daring berdasarkan usia. Terhitung Sejak 2017 sampai dengan 2023, kelompok pemain judi daring yang berusia kurang dari 10 tahun mencapai 2,02%, kelompok pemain yang berusia 10-20 tahun mencapai 10,97%, usia 21-30 tahun sebanyak 12,82%, usia 30-50 tahun mencapai 40,18 % dan usia kurang dari 50 tahun sebanyak 33,98 %.
Data Kuartal I-2025 yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan bahwa jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar, Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun. "Angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain," kata Ivan dikutip dari siaran pers Promensisko 2025, Minggu (11/5/2025). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan jumlah transaksi judi online dan pengguna pinjaman online terbesar di Indonesia. 

Jawa Barat pada tahun 2024 tercatat sebagai provinsi dengan jumlah pemain dan nilai transaksi judi online tertinggi di Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai Rp3,8 triliun. PPATK mencatat ada lebih dari 535.000 pemain judi online di Jawa Barat. PPATK memperkirakan tanpa intervensi pemerintah, transaksi judi online dapat mencapai Rp1.200 triliun.
Maraknya kasus judi online saat ini tidak luput dari adanya perkembangan teknologi digital. Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Perjudian Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Menhariq Noor mengungkapkan mudahnya aksesibilitas dan keterpaparan menjadi penyebab anak di bawah umur terjerembab dalam candu judi online. Selain itu pengaruh teman sebaya, akses internet yang tidak dibatasi, terbujuk iklan, rasa penasaran dan kurangnya perhatian dari orang tua juga menjadi penyebab maraknya anak-anak terjerumus judi online. 

Upaya pemerintah dalam pemberantasan judi online yang menyasar anak-anak seperti membatasi akses digital anak, melindungi data pribadi, serta ikut meningkatkan literasi digital sampai saat ini belum menunjukkan hasil nyata. Hal tersebut terbukti dari jumlah pemain yang semakin menggila bahkan sampai pada anak-anak terseret didalamnya. 

Fenomena maraknya judi online yang sampai menyasar pada generas anak-anak pada dasarnya bukanlah semata-mata efek dari perkembangan digital serta penggunaan internet semata. Hal tersebut melainkan suatu konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme saat ini. Di era kapitalisme saat ini pencapaian materi menjadi tujuan hidup yang didambakan oleh manusia termasuk remaja dan anak-anak didalamnya. Mereka rela melakukan segala cara bahkan hal yang instan dan terkesan tidak masuk akal untuk meraup materi sebanyak-banyaknya. Meningkatnya jumlah pemain judol dan merebaknya usia jangkauan pemain membuat pelaku industri semakin kreatif dalam merancang desainnya. Mereka merancang judi online menjadi tampilan permainan penuh warna, interaktif, dan mirip game yang disukai anak-anak sehingga tertarik, kecanduan dan menjadi konsumen tetap. 

Alih-alih memberantas, faktanya penguasa justru cenderung membiarkan keberadaan judol. Hal itu tampak dari adanya fasilitas berupa platform digital dan iklan yang begitu masif di dunia maya. Fakta lain yang lebih mengejutkan yaitu Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) yang menjadi bagian dari instansi pemerintahan semestinya memberantas judol justru dua pegawainya menjadi tersangka mafia judol yang berperan menyetor list web dan uang, serta menampung uang hasil kejahatan. Celah-celah ini sengaja dibiarkan atau bahkan difasilitasi karena adanya aliran dana besar yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Dari sinilah tampak bahwa pemerintah tidak memiliki upaya yang serius dan sistematis dalam mencegah maupun mengatasi maraknya judi online yang telah menyasar hingga anak-anak. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya penegakan hukum dan pengawasan digital dibawah sistem demokrasi kapitalisme yang lebih mengedepankan kepentingan ekonomi dibandingkan pembentukan kepribadian generasi.Transaksi judol yang menggurita tidak dapat diberantas tuntas jika sistem kapitalis masih diterapkan. Sistem kehidupan sekuler kapitalisme telah membuat kehidupan saat ini berorientasi materi. Manusia rela menghalalkan segala cara untuk memenuhi tuntutan hidup dan gaya hidupnya tanpa mengenal standar halal-haram, bahkan cenderung mengabaikan agama dalam mengatur kehidupan. 

Hal ini sangat berbeda apabila sistem islam yang diterapkan. Dalam sistem islam, standar dan tujuan hidup manusia sangat jelas. Standar perbuatannya terikat dengan aturan Allah dan tujuan hidupnya hanyalah bekal untuk amal akhirat. Mekanisme negara yang menerapkan sistem islam dalam memberantas judi online dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan.

Negara dengan sistem pendidikan yang berbasis aqidah islam membentuk pola pikir yang sesuai ajaran islam sehingga menghasilkan generasi yang berkepribadian islam. Disisi lain, peran orang tua terutama ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya tempat mereka mengenal nilai kehidupan, iman dan ahlak dilakukan secara optimal tanpa tekanan ekonomi sehingga ketakwaan individu anak terbentuk sejak dini dan anak memiliki kontrol diri yang kuat bahkan ketika sendiri tanpa adanya pengawasan langsung dari orang dewasa. Hal tersebut menjadi benteng pertahanan yang kuat sehingga anak-anak tidak mudah terjerumus ke dalam jurang kelam judi online.

Selain itu, negara dengan penerapan sistem islam menjaga dan mengatur  kemajuan sistem informasi yang berkembang sesuai dengan syariat islam dan diarahkan untuk kemaslahatan umat. Negara melakukan pengawasan ketat terhadap media, konten dan informasi yang beredar sehingga dapat dipastikan bahwa kemajuan digital tidak menjadi alat perusak generasi melainkan sebagai sarana dakwah, pendidikan dan pembangunan peradaban islam.

Negara juga tidak membiarkan adanya bisnis-bisnis haram atau pelaku industri yang memproduksi barang haram. Selain itu, negara akan merekrut aparat pemerintah yang bertakwa serta menerapkan sistem sanksi yang tegas sehingga tidak akan ada mafia judol atau penegak hukum yang menjadi bandar judol seperti hari ini. Hanya penerapan sistem islam kaffah yang mampu menghentikan seluruh kemaksiatan dan keharaman serta melindungi masyarakat dari kerusakan dan memastikan setiap rakyat hidup dalam lingkungan yang  aman dan sejahtera.

Wallahu alam bish-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak