Oleh: Safda Sae, S. Sosio
Aktivis Dakwah Kampus
Pembangunan hari ini yang begitu megah, mulai dari gedung-gedung yang menjulang tinggi seolah ingin mencakar langit, infrastruktur yang berlomba-lomba dibangun apalagi di wilayah yang strategis memiliki nilai ekonomi tinggi, transportasi dan teknologo yang serba canggih, perumahan elit yang masif di bangun, dan masih banyak gambaran gemerlap pembangunan hari ini.
Hanya saja, dibalik gegap gempita pembangunan kota yang luar biasa maju megapolis. Semua hal itu berdiri di atas resiko kerusakan (collateral damage) yang luar biasa besar bagi wilayah pembangunan dan masyarakat di sekitar pembangunan. Antara lain:
Pertama, dibalik pembangunan pesat pengangguran meningkat dan Gen Z terancam dalam gelombang pengangguran, sebanyak 9,9 juta (22,25%) anak muda usia 15-24 tahun tidak sedang bekerja, sekolah atau mengikuti pelatihan. Sedangkan, presentase penduduk bekerja menurut status pekerjaan utama (februari 2021) yang paling banyak adalah buruh/ karyawan/ pegawai.
Kedua, penduduk miskin yang meningkat tajam. Menurut Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia menempati posisi kedua terbesar dunia yaitu 60,3%. Sedangkan, menurut BPs angka kemiskinan di Indonesia menurun yaitu 8,57%. Ini merupakan perbandingan yang sangat berbeda. Ternyata dikatakan menurun karena indiclkator atau standart kemiskinannya yang diturunkan sehingga presentasenya pun menurun. Sehingga, penurunan angka kemiskinan hanyalah FIKTIF. Disebutkan dalam laman (jatimterkini.com), bahwa era Jokowi angka kemiskinan rendah, ternyata akal-akalan BPS gubakan standart jadul. Bahkan dalam laman (tempo.com), Kepala BPS mengatakan 9,48 juta penduduk kelas menengah turun ke ambang rentan miskin.
Ketiga, mayoritas penduduk kota maju tinggal di pemukiman kumuh seperti di pinggiran Sungai, pemukiman padat penduduk dan di gang sempit. Sedangkan, banyaknya Pembangunan perumahan elit penduduk asli tak mampu membeli. Data BPS dan analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa meskipun kota-kota ini berkembang pesat, banyak penduduk yang justru terjebak dalam kemiskinan perkotaan akibat tingginya biaya hidup dan ketidakmampuan untuk bersaing di pasar tenaga kerja yang kompetitif. Data dari (katadata.co.id), sekitar 10,5 juta rumah tangga belum punya rumah karena sulit punya rumah dengan rata-rat upah. Bahkan, Gen Z di prediksi tidak mampu membeli rumah. Padahal rumah hunian ini merupakan kebutuhan pokok individu.
Keempat, gaji generasi tak sebanding dengan gaji oligarki. Data BPS 2021, Gen Z usia 15-19 tahun rata-rata mendapat upah 1,5 juta /bulan. Sedangkan, Gen Z usia 20-24 tahun rata-rata mendapat upah 2,1 juta /bulan. Gaji oligarki 2024 yang terkecil adalah pemilik google kekayaan bersih 2.171T US$ dan yang terbesar adalah miliki Elon Musk sebesar 4.107T US$.
Kelima, ketimpangan ekonomi Indonesia peringkat 4. Ketimpangan orang kaya dan miskin tinggi terlihat dari akumulasi kekayaan segelintir warga yang menguasai kekayaan nasional dan simpanan perbankan.
Keserakahan kapitalisme telah membawa efek domino kerusakan dari segala lini kehidupan dan merusak keseimbangan alam yang luar biasa. Aktivitas pembangunan hingga pertambangan tidak memperhatikan faktor lingkungan. Alhasil, ancaman ekologis terjadi di mana-mana, lingkungan rusak, iklim berubah drastis, dan korban jiwa akibat bencana alam membayangi dunia. Akhirnya, muncul tagar #IndonesiaGelap akibat kesadaran masyarakat khususnya generasi ini akan kerusakan di segala lini kehidupan yang semakin kacau.
Maka, apalagi yang bisa diharapkan dari gegap Gempita pembangunan ala kapitalisme ini. Ketika dibaliknya justru menyisakan suka mendalam bagi masyarakat yaitu terhimpitnya dan rusaknya kehidupan masyarakat dalam segala lini kehidupan. Kapitalisme yang berasas sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak dijadikan dalam pengatur kehidupan.
Padahal Allah SWT berfirman:
“ Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat menghitung-Nya .” [Ali 'Imran/3:19]
Maka, bagaimana bisa islam sebagai agama yang Haq atau yang diridhoi Allah dan Allah memberikan seperangkat aturan lengkap dalam islam untuk mengatur kehidupan manusia justru tidak digunakan dalam menjalani kehidupan dan justru agama islam yang memiliki aturan sempurna dipisahkan dari kehidupan.
Sehingga, tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan persoalan kehidupan manusia jika tidak kembali pada aturan dari Allah selalu Pencipta dan Pengatur manusia. Pencipta yang mengetahui apa yang terbaik dan tidak baik untuk manusia.
Tags
Opini