Oleh Dwi March Trisnawaty,
Mahasiswi Magister Universitas Airlangga
Kasus penyelundupan sabu seberat 17,37 kilogram dari luar negeri ke Indonesia melalui Riau berhasil diungkap oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau. Dalam kasus ini, salah satu dari empat tersangka yang ditangkap adalah seorang narapidana berinisial MN, yang diduga berfungsi sebagai pengendali dalam jaringan peredaran barang haram tersebut. Sabu tersebut dikemas dalam bentuk teh Cina telah disita oleh petugas sebagai barang bukti. Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi mengenai pengiriman sabu dari negara tetangga ke Indonesia melalui pelabuhan tikus yang terletak di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis (Kompas, 17/05/2025).
Diliput dari beritasatu.com (13/05/2025), Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menghitung potensi transaksi narkoba Indonesia mencapai Rp 524 triliun per tahun. Perkembangan ancaman narkoba semakin kompleks dan mengkhawatirkan, baik dari sisi penyalahgunaan narkoba dalam negeri ataupun global ungkap Menteri PPN/kepala Bappenas. Namun demikian, sekretaris BNN melihat tantangan yang dihadapi masih banyak keterbatasan dari segi SDM, sarana dan prasarana, juga keterbatasan anggaran. Perdagangan narkoba sangat potensial menyebabkan masa depan anak-anak Indonesia.
Transaksi narkoba kian meluas peredarannya melibatkan berbagai kalangan. Hal ini disebabkan permintaan yang tinggi sehingga konsumsi narkoba terus bertambah. Marak transaksi narkoba alasannya banyak yang tergiur keuntungan fantastis dengan cara instan. Selain itu, mudahnya pengedaran narkoba di Indonesia menjadi sasaran empuk bagi warga asing. Dengan memanfaatkan himpitan ekonomi dan kurangnya literasi pendidikan terkait dengan barang haram yang berbahaya seperti narkoba.
Fenomena ini sering terjadi akibat penerapan sistem sekularisme yang dasarnya memisahkan kehidupan dari agama. Dengan prinsip tersebutkan muncul gaya hidup bebas tanpa mempedulikan aturan hukum berdasarkan aturan halal dan haram. Mengusung kebebasan berperilaku juga dipengaruhi oleh sistem kapitalisme, sehingga bebas dalam melakukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Seperti halnya dalam mencari nafkah mampu menghalalkan segala cara dalam mencari sumber penghasilan. Terutama dalam kasus ini, Indonesia menjadi pasar narkoba menjadi ancaman serius bagi generasi bangsa.
Karena negara masih menggunakan aturan berdasarkan sistem sekuler-kapitalisme. Masyarakat yang dihasilkan adalah bentukan masyarakat yang materialistik dan liberal. Sedangkan bisnis narkoba dinilai sangat menguntungkan, meskipun sudah dibuat aturan larangan dan sanksi bagi pengguna maupun pengedarnya namun tetap ada, bahkan seolah dipertahankan. Tindakan hukum di negeri ini hanya setengah-setengah tidak mampu menyentuh akar masalah, gembong narkoba masih eksis sangat sulit diberantas.
Dalam hukum Islam, jelas narkoba ditetapkan sebagai barang haram. Negara sebagai pengurus rakyat wajib melakukan tugasnya dengan memberantas serta mencegah pasar narkoba demi melindungi generasi akibat kerusakan yang disebabkan oleh adanya barang haram. Hal ini jelas ulama memandang narkoba adalah barang haram karena mengkonsumsinya dapat melemahkan akal dan jiwa. Berdasarkan hadis shahih dari Ummu Salamah r.a., beliau berkata: “Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).”
Aturan dalam Islam telah ditetapkan sanksi berupa ta'zir (hukuman atau sanksi berupa hukuman fisik, denda, atau tindakan lainnya). Sanksi diberlakukan secara tegas bagi pengguna narkoba, pengedar, dan produsen. Dalam mencegah hal tersebut, negara memberikan tindakan preventif berupa pendidikan secara gratis. Dari pendidikan berlandaskan aqidah yang kuat akan membentuk pola pikir serta pola sikap yang taat pada Allah SWT hingga sendirinya akan menjauhi narkoba dan kemaksiatan. Wallahu a’lam bissawab.
Tags
Opini