Oleh: L.sholihah
Beberapa waktu lalu sejumlah pengusaha mengaku resah karena tindakan premanisme ormas seperti meminta "jatah" tunjangna hari raya hingga "jatah" proyek. Hingga saat ini aksi premanisme semakin merambah ke lini usaha kecil, seperti warung pinggir jalan, usaha UMKM, dll. Keresahan ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani, Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Banten Syaiful Bahri, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ian Syarief, hingga Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Banten Syaiful Bahri.
Merespon hal tersebut Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan membentuk Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas serta melakukan pembinaan terhadap ormas-ormas bermasalah yang mengganggu keamanan dan menghambat investasi. Satgas ini akan melibatkan TNI, Polri, dan seluruh instansi terkait dalam satu komando.
Premanisme dengan berbagai bentuknya tidak hanya menjadikan Iklim bisnis terganggu, tetapi juga membuat masyarakat resah. Salah satunya aksi tawuran remaja yang marak akhir-akhir ini. Ada beberapa Penyebab munculnya premanisme. Pertama, cara pandang masyarakat yg dipengaruhi oleh ide Sekulerisme-Kapitalisme. Masyarakat menjadi egois dalam mencapai materi, hal inipun tidak lepas dari kesulitan memenuhi kebutuhan pokok karena harga barang-barang makin tidak terjangkau oleh masyarakat bawah mendorong perilaku instan dalam mencari nafkah. Apalagi jika para penanggung nafkah merasa sempit dan buntu mencari kerja lalu menjadi pengangguran, jadilah cara haram yang dijalani, yang penting dapat uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. kesenjangan ekonomipun turut memperparah lonjakan angka kejahatan dan kriminalitas, termasuk premanisme.
Kedua, Hukum yang lemah akibat Penerapan Demokrasi Kapitalisme, menjadikan tidak optimalnya peran negara dalam melakukan pengamanan dan melindungi masyarakat dari kejahatan. terlebih lagi sistem sanksi yang tebang pilih menjadikan rasa tidak aman bagi warga negara. Terkadang, aksi premanisme tidak hanya dilakukan masyarakat awam, bahkan aparat juga bisa terjebak dalam tindakan tersebut, semisal dalam penggusuran, atau sengketa lahan yang menyebabkan gesekan antara aparat dan masyarakat. Aksi aparat yang melakukan pemukulan kepada rakyat juga bisa disebut tindakan premanisme. Negara harus tegas kepada siapa saja yang melanggar hukum dan melakukan kekerasan, baik pelakunya individu, ormas, maupun aparat penegak hukum.
Berbeda dengan sistem islam. Islam memiliki aturan hidup sempurna dalam menyelesaikan persoalan kehidupan, termasuk premanisme. Di antara mekanisme Islam dalam mewujudkan situasi kondusif dalam kehidupan masyarakat sebagai berikut:
Pertama, membangun ketakwaan individu dan kelompok melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai aturan Islam. Setiap keluarga dibekali pemahaman bahwa penanaman akidah Islam kepada anak harus dilakukan sejak usia dini. Kurikulum pendidikan harus berasas akidah Islam yang akan menumbuhkan keimanan mereka kepada Allah Taala sehingga ketika terjadi perselisihan diselesaikan dengan cara pandang Islam.
Kedua, adanya kontrol masyarakat dengan menegakkan budaya amar makruf nahi mungkar. Ketika Islam menjadi landasan dalam menjalani kehidupan, masyarakat akan memiliki pemahaman yang sama tentang perbuatan maksiat. Dengan pemahaman ini, lahirlah kebiasaan saling menasihati dalam kebaikan, juga saling mengingatkan dan menegur jika ada yang melanggar syariat Islam.
Ketiga, negara menegakkan hukum islam secara kaffah, dengan memenuhi hak-hak rakyatnya, sehingga tidak terjadi gejolak dimasyarakat ataupun gesekan antar individu ataupun kelompok masyarakat. Menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi yang melakukan pelanggaran syariat. Dalam penerapan sanksi bagi pelaku kekerasan, maka akan dilihat jenis pelanggarannya. Sanksi bagi aksi premanisme ditetapkan berdasarkan jenis kejahatannya. Jika pelaku melakukan penganiayaan, ia dikenai sanksi jinayah. Jika pelaku melakukan pembunuhan, bisa dijatuhi sanksi bagi pembunuh, yakni qishash. Namun, jika kejahatannya terkategori takzir, sanksinya ditetapkan berdasarkan ketetapan khalifah atau qadi.
Keempat, mengoptimalkan aparat penegak hukum dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam negara Khilafah, pengawasan terhadap tugas aparat berada dalam wewenang Departemen Dalam Negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri mengurusi segala bentuk gangguan keamanan. Di antara perbuatan-perbuatan yang mengganggu kemanan dalam negeri adalah al-hirâbah (perompakan), yakni pembegalan di jalanan, menyerang orang-orang untuk merampas harta milik mereka, dan mengancam nyawa mereka. Demikian juga termasuk perbuatan yang mengganggu keamanan dalam negeri adalah penyerangan terhadap harta masyarakat melalui kejahatan pencurian, perampasan, perampokan, dan penggelapan; gangguan terhadap jiwa masyarakat melalui pemukulan, pencederaan, dan pembunuhan; serta gangguan terhadap kehormatan melalui publikasi keburukan dan qadzaf (tuduhan) berzina.
Dengan demikian hanya khilafah sebagai institusi negara yang mampu menjalankan fungsi ri’ayah dengan memastikan penerapan syariat Islam terwujud secara sempurna, dan tidak ada sistem sanksi yang lebih baik dalam menangani kejahatan selain dari sanksi yang bersumber dari ketetapan Allah Swt.
Tags
Opini