Vasektomi jadi Syarat Bansos, Bukan Solusi Tuntaskan Kemiskinan




Oleh Ummu Habibi (Muslimah Peduli Generasi)

Beberapa waktu lalu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan rencananya menjadikan vasektomi atau Keluarga Berencana (KB) pria sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial atau bansos bagi rakyat miskin. 

Namun hal ini menjadi usulan kebijakan yang sangat kontroversial dan menuai kritik publik. Berbagai kalangan menyatakan usulan itu melanggar hak asasi manusia dan sangat diskriminatif bagi kelompok masyarakat miskin.

Bahkan, dari sisi agama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat mengatakan sterilisasi pada pria atau vasektomi  tidak diperbolehkan atau haram dalam pandangan Islam karena dianggap sebagai tindakan pemandulan yang permanen. 

Sebenarnya usulan kebijakan ini muncul karena melihat fenomena banyak kalangan yang tidak mampu dalam aspek ekonomi tetapi terus ber-reproduksi, alias memiliki banyak anak. Akibatnya banyak hak-hak anak yang tidak terpenuhi seperti mendapatkan gizi yang cukup, pendidikan, bahkan mirisnya malah dieksploitasi sejak dini. Sehingga dicetuskan wacana vasektomi sebagai solusi bagi masyarakat kurang mampu yang akan menerima bansos. 

Pada dasarnya pendapat yang mengatakan bahwa pertambahan jumlah anak yang menyebabkan naiknya populasi penduduk menjadi penyebab kemiskinan adalah pendapat yang sesat dan menyesatkan. Sama sekali tidak ada korelasi antara kemiskinan dengan pertambahan populasi penduduk dan jumlah anak dalam konteks kehidupan bernegara idealnya. 

Setiap Muslim wajib meyakini bahwa setiap makhluk bernyawa di muka bumi ini telah mendapatkan jaminan rezeki dari Allah SWT. Firman-Nya:

Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah Yang memberi rezekinya. Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) (TQS Hud [11]: 6).

Dulu orang-orang Arab jahiliah takut menjadi miskin jika mereka memiliki anak. Lalu Allah SWT mengingatkan:

Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah Yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (TQS al-Isra’ [17]: 31).

Sebenarnya yang harus diatasi oleh negara bukanlah 'mencampuri' hak-hak reproduksi masyarakat, tetapi yang harus diatasi adalah kemiskinan. Jika berbicara tentang kemiskinan, makasih kemiskinan sifatnya ada dua yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.

Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena malas bekerja, sehingga karena malas berkerja individu masyarakat tersebut mendapatkan income yang lebih sedikit dan tidak terpenuhi kebutuhannya. Kemudian adapun kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh sistem, dalam hal ini sistem negara. 

Contohnya ketika negara memiliki sumber daya alam yang melimpah tetap kebijakan yang diambil oleh negara tersebut justru meliberalisasi pengelolaan SDA oleh pihak swasta, baik dalam negeri maupun swasta luar negeri. Belum lagi ketika negara tidak bijak dalam mengambil kebijakan ekspor dan impor, sering kali produk dalam negeri harus dihantam oleh produk-produk impor. Ditambah dengan adanya inflasi, lapangan kerja yang sulit, dan upaya masyarakat yang baru ingin memulai usaha namun malah di'palak' untuk dimintai pajak. 

Pada tahun 2024 Majalah Forbes mencatat total harta 50 orang terkaya di Indonesia tembus US$263 miliar atau setara Rp 4.209,25 triliun. Ironinya, kekayaan mereka melesat hingga ratusan triliun rupiah justru pada saat ekonomi nasional sedang terpuruk, daya beli warga melemah, 60 juta warga (menurut Bank Dunia) jatuh miskin dan ada 7,8 juta pengangguran. 

Penumpukan kekayaan pada segelintir orang ini menyebabkan roda ekonomi tidak berputar. Akibatnya, daya beli menurun, usaha lesu bahkan bangkrut, pengangguran bertambah, warga kesulitan mengakses pendidikan dan angka kemiskinan pun bertambah. Inilah lingkaran setan kemiskinan yang dihasilkan penerapan sistem kapitalisme. 

Itu semua adalah penyebab kemiskinan yang terjadi secara struktural di negeri ini.  Lantas hal itu yang harusnya diselesaikan, bukan malah menyalahkan masyarakat kurang mampu ketika mereka melakukan reproduksi. Sungguh miris.

Sudah saatnya kita 'melek' dan menyadari bahwa sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini sudah sangat jauh membawa pada keterpurukan. Solusi yang dihasilkan dari sistem ini hanyalah ilusi karena jauh panggang dari api. Bukan menyelesaikan masalah utama tetapi justru cenderung memicu persoalan baru. 

Sistem yang terbaik tidak lain adalah Islam. Islamlah satu-satunya ideologi yang haq dan paripurna. Islam adalah sistem kehidupan yang memberikan solusi terbaik untuk umat manusia. Penerapan Islam sebagai ideologi dan sistem kehidupan pasti akan mendatangkan berkah dan ridha Allah SWT. 
WalLâhu a’lam. []

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak