Oleh : Tri Silvia
(Pemerhati Masyarakat)
Program MBG (Makan Bergizi Gratis) kembali bermasalah, keracunan terjadi lagi. Kali ini menimpa 223 orang, terdiri dari siswa dan guru yang dinaungi SPPG Bosowa Bina Insani Kota Bogor (Radarbogor,15/05/2025). Evaluasi parsial telah dilakukan. Namun apakah itu cukup?
Hal ini nyatanya bukan yang pertama, kejadian serupa pernah terjadi di beberapa daerah lainnya. Evaluasi pun telah dilakukan disana, namun nyatanya hal yang sama masih saja terjadi.
Program MBG ini memang sedari awal sudah bermasalah, baik secara konsep maupun teknis pelaksanaan. Alhasil, evaluasi teknis sedetail apapun tidak akan menyelesaikan masalah. Kecuali jika evaluasi tersebut lebih meliputi konsep ataupun efektivitas.
Penyediaan pendidikan berkualitas dan kebutuhan pangan, merupakan kewajiban pemerintah. Namun, mereka jelas harus mengedepankan akal sehat dalam memikirkan efektivitas bantuan tersebut.
Segala masalah dan kekacauan pengelolaan merupakan bukti jika program MBG bermasalah dan tidak layak dilanjutkan. Ada baiknya pemerintah mempertimbangkan untuk mengalihkan alokasi dana MBG pada program perbaikan kualitas pendidikan, baik untuk para siswa dan guru. Maupun untuk membangun fasilitas sekolah kumuh dan tidak layak pakai.
Carut-marut dunia pendidikan hari ini harusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Bagaimana bisa menciptakan generasi emas, jika segala fasilitas dan sarana prasarana pendidikannya tidak memadai.
Kecilnya bayaran guru dan minimnya kemampuan serta fasilitas yang dimiliki menjadi hambatan terbesar mereka dalam mencetak para generasi emas. Bukankah tidak ada artinya, jika mereka memberi makan gratis ditengah ribuan masalah yang merongrong pendidikan.
Pemerintah eloknya melihat, bagaimana Islam sangat mengedepankan pendidikan bagi setiap rakyatnya. Tidak memandang agama ataupun gender, Islam menyediakan fasilitas sekolah gratis yang berkualitas. Tidak hanya sekolah, ada banyak perpustakaan didirikan dalam Daulah saat itu. Keberadaannya bahkan sangat mencolok perhatian.
Tenaga pengajar pun akan diberikan upah yang maksimal. Sehingga mereka tidak perlu mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai gambaran saja, di masa Khalifah Umar bin Khattab, gaji guru ditetapkan sebesar 15 dinar per bulan. 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas.
Jika dihitung dengan nilai tukar pada masa Umar, 1 dinar setara dengan Rp 2.258.000,-, maka gaji guru pada masa itu mencapai Rp 33.870.000,- per bulan. Adapun saat ini yang harga emas nya mencapai Rp 1.960.000,-, maka gaji guru per bulan bisa mencapai Rp 124.950.000,-.
Pentingnya pendidikan di dalam Islam sangat tercermin melalui ayat pertama yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad Saw, yang artinya; "Bacalah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan." (QS. Al-Alaq : 1-2)
Adapun terkait dengan kebutuhan pangan, Islam mensejajarkan hal tersebut dengan upaya penyejahteraan masyarakat. Semua rakyat akan dijamin segala kebutuhannya terutama yang berhubungan dengan pangan. Dengan kebijakan semacam ini maka semua rakyat termasuk para pelajar akan dijamin pemenuhannya. Tidak perlu pengalokasian lain terkait hal tersebut.
Berbicara tentang segala pengaturan di atas, nyatanya tidak bisa diterapkan menyeluruh saat ini. Pasalnya, sistem kapitalisme yang berlaku menuntut berbagai manfaat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Alhasil, semakin repot pengaturan, maka akan semakin terbuka luas kemungkinan pemanfaatan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Para pengusaha dan penguasa dalam hal ini. Sungguh, indahnya penerapan Islam tidak akan bisa dirasakan tanpa tegaknya sebuah negara yang menjadikan syariat sebagai pondasi kehidupan.
Wallahu a'lam bis Shawwab
Tags
Opini