Hakim di Persimpangan: Antara Amanah dan Uang Suap



Oleh: Nettyhera


Kita semua ingin hidup dalam negara yang adil. Sayangnya, keadilan kini terasa semakin mahal. Ironisnya, bukan hanya pelaku kejahatan yang bisa beli kebebasan, tapi juga mereka yang harusnya menjaga hukum justru menjualnya. Kasus terbaru, empat hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat diduga menerima suap puluhan miliar demi memuluskan vonis bebas bagi korporasi besar. Apa kabar hukum untuk rakyat kecil?

Fakta miris lainnya diungkap ICW: dalam 13 tahun terakhir, 29 hakim terlibat korupsi dengan total kerugian negara lebih dari 100 miliar rupiah. Jika hakim saja bisa disuap, bagaimana nasib rakyat yang mencari keadilan?

Sementara itu, pemerintah menawarkan solusi klise: menaikkan gaji hakim. Seolah semua bisa selesai jika pendapatan mereka cukup. Tapi bukankah kita pernah dengar, banyak pejabat bergaji besar pun tetap korup? Masalahnya bukan sekadar ekonomi, tapi sistem dan integritas.


Islam Bicara Tegas Soal Hakim

Dalam Islam, hakim memegang posisi mulia dan berisiko tinggi. Rasulullah saw. bersabda bahwa dari tiga golongan hakim, hanya satu yang selamat, yaitu yang adil dan memutuskan sesuai hukum Allah. Sisanya, masuk neraka. Artinya, jabatan hakim bukan untuk mencari kekayaan, melainkan amanah besar yang penuh pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Islam punya cara menutup pintu korupsi hakim. Pertama, dengan seleksi ketat: hanya orang yang paham hukum syariah dan memiliki akhlak mulia yang bisa jadi hakim. Kedua, Islam mewajibkan pengawasan harta dan perilaku pejabat, seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab. Jika gaya hidup mereka tak sesuai, akan ada pemeriksaan dan sanksi.

Lebih dari itu, Islam menetapkan bahwa satu-satunya sumber hukum adalah wahyu, Al-Qur’an dan Sunnah. Hakim tidak bisa “berkreasi” dengan hukum buatan sendiri, apalagi karena tekanan kekuasaan atau iming-iming uang. Ini yang menjadikan hukum Islam bersih dan tegas.


Khilafah: Sistem yang Membebaskan Rakyat dari Mafia Peradilan

Namun, semua itu tak mungkin diterapkan jika sistem yang menaunginya masih sekuler, seperti sekarang. Selama hukum dibuat manusia, selama itu pula celah penyimpangan akan selalu ada.

Karenanya, Islam datang tidak hanya sebagai agama ibadah, tapi juga sistem kehidupan. Dalam sistem Khilafah, negara menjamin keadilan dengan menerapkan hukum Islam secara menyeluruh, termasuk dalam peradilan. Tidak ada ruang untuk suap, tekanan politik, atau jual-beli vonis.

Inilah solusi tuntas, bukan tambal sulam. Bukan hanya memperbaiki orangnya, tapi mengganti seluruh sistemnya dengan sistem yang lahir dari wahyu, bukan nafsu.

Sudah saatnya kita berhenti berharap pada tambal sulam sistem sekuler. Mari perjuangkan perubahan hakiki dengan menegakkan sistem Islam yang adil dan bersih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak