Annisa A
Aksi premanisme di Indonesia seolah makin “naik kelas”. Kalau dulu pelakunya identik dengan individu yang kasar di pinggir jalan, pakai tato di warung kopi atau nyalain motor ugal-ugalan sekarang bentuknya lebih terorganisir menggunakan seragam, bawa nama ormas, dan mengaku sebagai bagian dari masyarakat sipil. Tapi nyatanya, tetap saja bikin resah. Presiden Prabowo bahkan sampai merasa prihatin, terutama karena aksi premanisme ini bisa merusak ketertiban dan system investasi yang kondusif (CNBC Indonesia, 2024).
Hal ini juga disoroti oleh Anggota DPR Ahmad Sahroni yang mendesak aparat kepolisian untuk tegas, sayangnya, negara selama ini seperti "tahu tapi pura-pura gak lihat". DPR mengatakan ingin bertindak tegas (MetroTVNews, 2024), tapi kalau hukum masih pilih kasih dan penegakannya setengah hati, ya kita nonton drama ini terus setiap tahun.
Kalau kita telusuri lebih dalam, munculnya premanisme ini sebenarnya gak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan hari ini. Kita hidup dalam sistem sekuler-kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan, dan menempatkan materi sebagai tujuan utama. Tidak heran kalau banyak orang rela bertindak kasar atau menekan sesama demi keuntungan pribadi atau kelompok. Masalahnya makin parah karena sistem hukum hari ini lahir dari demokrasi kapitalisme yang lemah dan tebang pilih. Hukum jadi alat mainan kekuasaan. Sanksi gak ditegakkan secara adil, dan ini bikin masyarakat gak merasa aman. Negara terlihat hadir, tapi gak benar-benar melindungi.
Lain halnya dengan Islam. Islam gak hanya mengatur ibadah, tapi juga urusan keamanan masyarakat. Dalam Islam, premanisme jelas termasuk pelanggaran terhadap hukum syara’, dan wajib diberi sanksi tegas dan menjerakan. Tujuannya bukan balas dendam, tapi menciptakan rasa aman dan keadilan bagi semua. Islam juga punya sistem sanksi yang konsisten. Gak ada pilih kasih. Negara dalam Islam wajib jadi pelindung umat, bukan sekadar penonton atau alat elite. Setiap pelanggaran hukum pasti ada konsekuensinya, dan semuanya diatur dalam syariat.
Negara dalam Islam itu bukan tukang fasilitasi pasar, tapi pelindung umat. Bukan penonton, tapi penindak. Dan hanya sistem Islam yang mampu menjamin keamanan sejati—bukan hanya bagi investor, tapi bagi setiap warga negara yang ingin hidup tenang. Kalau kita benar-benar ingin masyarakat aman, hukum ditegakkan adil, dan premanisme diberantas sampai ke akarnya, maka jelas: sistem kapitalisme harus diganti. Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan jaminan keamanan hakiki, untuk seluruh rakyat—tanpa pandang bulu.
Tags
Opini