Oleh : Ummu Aqeela
Di tengah situasi ekonomi sulit, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Gresik tetap menggelar acara tasyakuran kelulusan secara mewah. Acara tersebut menyedot anggaran mencapai Rp505.460.000.
Tasyakuran kelulusan siswa kelas XII Tahun Ajaran 2024/2025 digelar meriah di halaman sekolah. Ribuan orang hadir. Mulai dari siswa, orang tua, guru, hingga jajaran Forkopimcam Bungah memadati lokasi acara.
Informasi yang diterima menyebutkan bahwa setiap wali murid diminta membayar iuran sebesar Rp1.270.000. Dana itu digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk dekorasi, panggung, dan konsumsi.
“Bayarnya 1.270.000, tapi ada rinciannya,” ujar salah satu siswa yang enggan disebut namanya.
Jika dikalkulasi, dari total 418 siswa kelas XII, sekitar 398 siswa ikut berpartisipasi. Artinya, dana yang terkumpul dari iuran tersebut mencapai Rp505.460.000.
Seksi Humas MAN 1 Gresik, As’ad, menegaskan bahwa dana tersebut merupakan hasil kesepakatan wali murid dan komite. Sekolah hanya memfasilitasi jalannya acara. (Kabar Gresik.com, Kamis 15 Mei 2025)
Mengadakan sebuah perayaan, apalagi perayaan keberhasilan, kelulusan, dan prestasi apapun yang berhasil diraih orang seseorang, hukumnya adalah mubah atau boleh sepanjang tidak menabrak hukum-hukum syara'. Hanya saja, yang terjadi hari ini, banyak sekali perayaan kelulusan sekolah justru mendatangkan banyak dosa dan kemudharatan bagi masyarakat, apalagi sekolah dengan basis Islam itu sendiri. Di antaranya ada campur baur antara laki-laki dan perempuan atau ikhtilat di antara para siswa, lalu terbukanya aurat perempuan dengan pakaian-pakaian minim hingga perilaku tabarruj atau mempertontonkan kecantikannya, serta peluang-peluang lain yang menjurus kepada perzinaan serta meninggalkan kewajiban sholat lantaran takut menghapus make-up.
Pendidikan yang seyogianya menjadi hal yang sangat penting untuk meraih masa depan yang cemerlang bagi anak bangsa, kini seolah bergeser. Sekolah seolah hanya menjadi tempat ajang cari teman dan pacar, ajang berlomba-lomba pamer gaya, serta ajang meluapkan kebebasan masa remaja untuk bebas melakukan apapun, sebelum akhirnya mereka dinyatakan dewasa oleh negara dengan kartu tanda penduduk.
Lalu apa hasilnya? 12 tahun mengenyam pendidikan dari TK sampai SMA seolah-olah tidak ada artinya. Waktu terbuang sia-sia karena ilmu hanya sedikit didapat, bahkan tidak mampu mencetak siswa-siswi unggul, berprestasi, dan beradab. Jangankan bercita-cita memperjuangkan Islam? Menjadi pribadi yang Islam secara total saja masih jauh dari harapan, inilah gambaran nyata pendidikan hari ini.
Lantas mengapa pendidikan negara ini begitu parah, hingga membentuk para siswa yang hanya ingin hura-hura? Memaksa orangtua mereka untuk mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit demi agar bisa ikut perayaan kelulusan yang kurang berfaedah untuk masa depan mereka?
Sekularisme atau pemisahan agama dengan kehidupan sehari-hari yang berkembang di tengah umat, menjadikan mereka ingin hidup bebas tanpa aturan agama. Landasan berpikirnya adalah liberalisme atau kebebasan. Apa yang disukai dan diinginkan, sepanjang itu dirasa tidak merugikan orang lain, adalah sah-sah saja, termasuk jika seseorang ingin bersenang-senang, berzina, dan melakukan kemaksiatan lain.
Di sisi lain, hal ini diperkuat oleh sistem pendidikan yang juga bersifat sekuler-kapitalisme. Sekuler karena meniadakan agama sebagai acuan dalam mendidik siswa serta memberikan mindset bahwa kesuksesan dan prestasi adalah nilai-nilai akademis. Sementara kapitalisasi dari dunia pendidikan saat ini adalah berupa tingginya biaya sekolah. Seolah kualitas bagus dan elit hanya bisa dicapai dengan biaya yang mahal serta jaminan untuk bisa sukses, yang salah satunya bisa memudahkan siswa menembus kampus-kampus negeri terbaik. Sedangkan sekolah buruk adalah sekolah yang gratis dari pemerintah atau yang biayanya murah, yang tidak bisa menjamin siswanya bisa sukses atau menembus kampus-kampus terbaik.
Berbeda dalam pendidikan dalam pandangan Islam, di dalam daulah Islam kaffah, sekolah-sekolah mahal dengan iming-iming kesuksesan dan segala kapitalisasinya akan ditiadakan. Karena semua sekolah memiliki kualitas yang sama, kurikulum yang sama, yang lebih mengedepankan nilai-nilai agama secara kaffah. Memahamkan kepada para peserta didik tentang akidah yang lurus, yang menjadikan mereka pribadi yang bertakwa dan bermanfaat bagi umat, serta sikap senantiasa berhati-hati dalam setiap tindak tanduknya, akibat penanaman rasa takut kepada Allah.
Karena daulah secara tegas melarang aktivitas ikhtilat kecuali di tempat-tempat tertentu, dan menerapkan berbagai hukum syara' lain agar kemubahan dalam perayaan wisuda itu tidak sampai menjadi haram oleh aktivitas kemaksiatan. Lalu Khalifah memberikan sanksi yang tegas bagi pihak sekolah maupun para siswa yang melanggar. Islamlah yang mampu menjaga segalanya dari kemudharatan yang dapat menyengsarakan umat itu sendiri. Sehingga, sudah saatnya untuk sadar dan kembali memperjuangkan penegakan syari'at Allah di bumi ini, agar menyelamatkan para generasi berikutnya dari kerusakan-kerusakan yang kian masif dan mengerikan akhir-akhir ini.
Dan mengembalikan kembali tujuan pendidikan dalam Islam, yaitu mencetak generasi unggul yang tidak hanya cerdas dalam urusan dunia, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama dan mampu menerapkan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek kehidupan, tidak hanya untuk dirinya namun untuk umat seluruhnya.
Allah Swt berfirman, “Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Oleh karena itu, Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka itu.” (QS Al-A’raf [7]: 96).
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.