Annisa A
Kasus keracunan makanan kembali terjadi, dan kali ini jumlahnya gak main-main. Di Bogor, ratusan pelajar dilaporkan alami keracunan setelah mengonsumsi produk makanan MBG. Jumlahnya terus melonjak, bahkan mencapai 210 orang (CNN Indonesia, 2024). Pelajar, guru, hingga warga sekitar turut jadi korban (Tirto, 2024).
Mirisnya, alih-alih melakukan evaluasi serius dan memperketat pengawasan makanan, pemerintah justru mewacanakan asuransi MBG sebagai bentuk proteksi risiko (Bisnis.com, 2024). Ini memperlihatkan bagaimana sistem kapitalisme melihat masalah: bukan diselesaikan dari akarnya, tapi dikomersialisasi. Ini bukan sekadar kasus makanan basi. Tapi gambaran jelas gimana kapitalisme gak peduli rakyat sehat atau enggak, yang penting produk laku, pasar jalan. Negara cukup jadi pengamat, sambil sesekali pasang spanduk "waspada makanan tidak higienis". Sekadar formalitas, bukan tanggung jawab.
Sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini memang berpijak pada logika untung–rugi. Keselamatan dan gizi masyarakat bukan prioritas, yang penting produk laku dan keuntungan terus mengalir. Negara bertindak sebagai fasilitator pasar, bukan pelindung rakyat.
Inilah wajah asli kapitalisme—membiarkan makanan berbahaya beredar luas tanpa kontrol ketat, membiarkan generasi tumbuh dengan asupan minim kualitas. Ditambah lagi, akses terhadap pangan sehat makin sempit karena kemiskinan struktural dan lapangan kerja yang minim. Negara bahkan gagal menjamin rakyatnya bisa makan bergizi setiap hari.
Berbeda dengan Islam. Dalam sistem Khilafah Islamiyah, negara wajib menjamin keamanan pangan dan gizi rakyat, bukan menyerahkannya pada korporasi. Islam tidak mengenal logika “biar pasar yang mengatur”, atau kata anak sekarang “selain donatur dilarang ngatur” apalagi menyerahkan nasib rakyat pada skema asuransi berbayar.
Khilafah juga tidak akan membiarkan rakyat hidup dalam kelaparan atau tanpa pekerjaan. Melalui pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan sektor produktif, negara membuka lapangan kerja luas. Semua diatur berdasarkan syariat Islam yang menjadikan kemaslahatan rakyat sebagai tujuan utama, bukan keuntungan segelintir elite.
Kasus MBG ini seharusnya jadi pengingat bahwa sistem sekarang bukan cuma rusak, tapi berbahaya. Dan kita butuh sistem yang bukan hanya peduli, tapi bertanggung jawab—seperti yang ditawarkan oleh Islam.
Tags
Opini