Oleh : Khanza
Ratusan anak usia sekolah di satu kampung di Dusun Kaudani, Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, putus sekolah selama bertahun-tahun. Akses sulit hingga minim tenaga pendidik, membuat mereka tidak bisa belajar, putus sekolah, hingga buta huruf. Hanya ada satu anak yang bersekolah di tengah segala keterbatasan.
( https://www.kompas.id/artikel/kala-akses-pendidikan-minim-hanya-satu-anak-di-satu-kampung-butonh-tengah-yang-sekolah )
mengungkapkan bahwa berdasarkan data tahun 2024, rata-rata lama sekolah untuk penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun.
( https://nasional.kompas.com/read/2025/03/04/15444521/rata-rata-lama-sekolah-penduduk-indonesia-hanya-9-tahun-setara-lulus-smp )
di sistem kapitalime dalam pendidikan dari akses untuk belajar sulit karena faktor kemampuan ekonomi yang membuat mereka putus sekolah. Tetapi hanya sekolah dengan fasilitas dan kurikulum yang menjamin masa depan hanya saja untuk ekonomi tingkat ke atas.
Dengan angka kemiskinan yang tinggi makin sulit rakyat dalam mengakses sarana Pendidikan bahkan Pendidikan dasar. Negara sudah memberikan berbagai program yang bisa menjadi solusi yaitu beasiswa seperti kip, sekolah gratis, bantuan dari negara namun realitanya semua rakyat belum dapat mengakses layanan Pendidikan, apalagi program tersebut hanya untuk tertentu dan jumlahnya terbatas. Belum lagi layanan pendidikan yang belum tersedia secara merata dan menjadikan pendidikan alat mencetak tenaga kerja murah dan gaji yang tidak sesuai pekerjaan, contoh lulusan sarjana s2 tetapi pengguran atau mendapatkan pekerjaan yang gaji nya tidak sesuai.
Dalam islam, pendidikan adalah hak setiap warga miskin ataupun kaya. Negara wajib menyediakannya secara gratis dan merata untuk membentuk manusia berilmu dan berketrampilan tinggi. Dana pendidikan diambil dari Baitul Mal dan kepemilikan umum. Hanya negara yang mengelola langsung pendidikan tanpa campur tangan yang lain.