Korupsi Terus Subur, Kapitalisme Gagal Berantas



Oleh: Hamnah B. Lin

Dilansir oleh Tempo tanggal 16/05/2025, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan terhadap 6 aset di Jawa Timur pada 12 hingga 15 Mei 2025. Penyitaan itu berhubungan dengan penyidikan kasus korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk periode 2019–2022.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, menyatakan penyidik menyita tiga bidang tanah beserta bangunan di Kota Surabaya, satu unit apartemen di Kota Malang, satu bidang tanah dan bangunan di Kabupaten Probolinggo, serta satu bidang tanah dan bangunan lainnya di Kabupaten Banyuwangi.

Sistem politik demokrasi yang pragmatis transaksional menjadi lahan subur bagi tumbuhnya tindak pidana korupsi dan kolusi. Dalam pragmatisme politik demokrasi, transaksi antara aktor politik sering terjadi, seperti barter kekuasaan, pemberian jabatan, atau dana kampanye. Transaksi ini bisa menjadi bentuk kolusi atau nepotisme yang melanggar hukum, terutama jika melibatkan penyalahgunaan wewenang atau anggaran negara. 

Penerapan politik demokrasi yang pragmatis dan transaksional telah menghasilkan para kepala daerah yang menjadi koruptor dengan berbagai modusnya. Berdasarkan data di situs Kpk[dot]go[dot]id, sejak 2004–3 Januari 2022 tidak kurang dari 22 Gubernur dan 148 bupati/wali kota telah ditindak oleh KPK. Jumlah itu tentu bisa lebih besar jika digabungkan dengan data dari Kejaksaan dan Kepolisian. ICW mencatat, sepanjang 2010–Juni 2018 tidak kurang dari 253 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum.

Kondisi yang jauh berbeda tatkala Islam diterapkan, faktor ketakwaan individu sebagai penguasa, pemerintahan Islam juga dilandaskan pada penerapan syariat Islam secara kafah dalam mengatur urusan rakyat. Rasulullah saw. dan para sahabat adalah teladan bagi kepengurusan rakyat dalam institusi Daulah Islam yang menjadikan syariat Islam sebagai sumber hukum dan perundang-undangan.

Dalam sistem Islam tidak akan ada politik berbiaya tinggi. Juga tertanamnya ketakwaan individu, pemerintahan Islam akan mewujudkan para pejabat bersih. Ini karena mereka mendapatkan gaji tinggi, keharaman harta ghulûl, dan ketegasan sanksi hukum bagi pejabat yang terbukti korupsi. Rasul saw. bersabda, “Siapa saja yang telah kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuknya maka apa yang ia ambil selain itu adalah harta ghulûl (haram).” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim).

Khalifah dalam sistem Khilafah juga akan hidup sederhana dan memilih para pejabatnya yang bertakwa dan berkapasitas. Khalifah juga akan bertindak tegas kepada siapa pun, termasuk kepada keluarga dekatnya sekalipun. Ini karena melaksanakan perintah Allah Swt. dalam amar makruf nahi mungkar.

Maka menjadi kebutuhan bersama untuk segera menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah, sebuah sistem yang berasal dari Sang Pencipta untuk membawa rahmat bagi seluruh alam.
Walahu A'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak