Oleh : Ummu Aqeela
Polemik rencana alih fungsi lahan ratusan hektare oleh salah satu perusahaan pipa baja ternama di Gresik Utara tepatnya di wilayah Kecamatan Ujungpangkah terus bergulir.
Meski begitu, aktivitas pembangunan kontruksi perusahaan yang sebagian besar menempati lahan produktif pertanian dan perkebunan tersebut hingga kini masih jalan terus.
Kondisi itu membuat warga sekitar lokasi mulai khawatir akan pengaruh kerusakan lingkungan jika nantinya ratusan hektare lahan di wilayah tersebut dibangun perusahaan maupun pergudangan.
Sebab rencana alih fungsi lahan ini bisa berpotensi mengancam ketahanan pangan dan mengurangi daya dukung lingkungan.
“Sekarang saja sudah mulai mengeluh, lahan sawah sebelah barat desa sudah gak tersisa dan dipagar tinggi persis di sebelah pemukiman (terjual, red). Sudah dibangun gerbang masuk untuk petani yang menyewa lahan yang terjual,” kata NN, salah satu warga terdampak di wilayah Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Jumat (16/5/2025).
Alih fungsi lahan dan alih kepemilikan lahan merupakan tantangan berat yang dihadapi oleh pembangunan pertanian di masa kini dan mendatang. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali, menyebabkan jumlah lahan pertanian produktif menjadi semakin menurun, sedangkan alih kepemilikan lahan dari petani ke nonpetani, bakal meminggirkan petani dari panggung pembangunan.
Soal alih fungsi lahan sebetulnya telah berlangsung sejak lama. Pertambahan jumlah penduduk yang berlangsung dengan cepat, menuntut mereka untuk memperoleh tempat tinggal yang layak. Mereka butuh perumahan atau permukiman baru bagi kelangsungan hidup keluarganya. Para pengembang perumahan sendiri lebih senang mencari lahan yang sudah matang. Pilihannya, pasti ke lahan pertanian pangan.
Hal ini tidak mengherankan ketika kapitalisme liberal menjadi pijakan, para kapitalis melakukan segala cara demi memuluskan bisnisnya dan meraup cuan sebanyak mungkin. Mereka tidak pernah merasa cukup dengan keuntungan yang sudah diperoleh, lantas melakukan penggundulan hutan dan alih fungsi lahan demi keuntungan yang lebih besar. Mereka tidak peduli dampaknya pada masyarakat dan lingkungan, yang penting mereka mendapatkan untung besar. Mereka terus melakukan pembabatan hutan hingga mencakup area yang sangat luas.
Sistem kapitalisme menjunjung tinggi prinsip kebebasan, termasuk dalam kepemilikan. Dalam Jurnal Sistem Ekonomi Kapitalisme, Ahmad Mahdi Bunayya menjelaskan bahwa di antara ciri-ciri kapitalisme adalah kebebasan hak milik secara individual atas harta. Hak milik perseorangan menjadi hal penting, tidak ada hak milik yang berfungsi sosial atau yang dapat digunakan secara bersama oleh masyarakat luas.
Ciri lainnya adalah kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi, seperti mendirikan usaha dan mencari keuntungan sebesar mungkin. Negara dalam kapitalisme tidak boleh ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Negara hanya menjadi wasit ketika terjadi sengketa dalam perekonomian.
Kebebasan kepemilikan juga meliputi kepemilikan terhadap lahan milik umum, misalnya hutan. Kebebasan ini mengakibatkan individu/perusahaan dapat menguasai hutan, membabatnya, dan melakukan alih fungsi lahan untuk kepentingan bisnis, misalnya untuk tambang, perkebunan, pariwisata, permukiman, industri, perdagangan, dan lain-lain meski merugikan dan membahayakan masyarakat.
Islam tidak mengenal konsep kebebasan, termasuk kebebasan kepemilikan lahan. Di dalam Islam, segala perbuatan manusia harus terikat dengan syariat Islam, alias halal dan haram. Begitu pula dengan kepemilikan. Sistem ekonomi Islam mengatur jenis kepemilikan dan pengelolaannya. Ada tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Individu tidak boleh memiliki kekayaan alam yang terkategori milik umum. Kepemilikan umum harus dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat.
Jenis-jenis harta ini dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sarana-sarana umum yang diperlukan seluruh kaum muslim dalam kehidupan sehari-hari.
2. Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya.
3. Barang tambang (sumber alam) yang jumlahnya tidak terbatas.
Ketiga jenis pengelompokan ini beserta cabang-cabangnya dan hasil pendapatannya merupakan milik bersama kaum muslim dan mereka berserikat dalam harta tersebut. Harta ini merupakan salah satu sumber pendapatan baitulmal kaum muslim. Khalifah sesuai dengan ijtihadnya berdasarkan hukum syarak mendistribusikan harta tersebut kepada mereka dalam rangka mewujudkan kemaslahatan Islam dan kaum muslim.
Islam meyakini bahwa manusia, kehidupan, dan alam semesta diciptakan Allah Ta’ala, dan dari Allah SWT lah turunnya syariat yang mengatur manusia untuk memanfaatkan lingkungan demi kebaikan juga kesejahteraan seluruh umat didunia.
Manusia sebagai mahluk Allah SWT diperintahkan untuk berbuat baik dan dilarang melakukan kerusakan dimuka bumi ini, seperti dalil dalam Al-Quran (Q.S. Al A’raf : 56)
Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah (Allah SWT) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut. Sesungguhnya rahmat Allah SWT amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Sistem Islam sudah sangat terperinci mengatur semua aspek kehidupan. Problem ini akan teratasi jika aturan Islam diterapkan dalam kehidupan secara sempurna. Untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan, semua pihak harus terlibat yaitu tiga pilar penjaganya, individu, masyarakat, dan negara untuk menerapkan aturan Islam secara kaffah. Negara dalam bingkai Islam Kaffah inilah yang berperan penting sebagai pelindung dan pemelihara (raa’in), karena lewat kebijakan yang diambil kesejahteraan dan keselamatan umat terjaga, dunia maupun akhiratnya.
Wallahualam bishawab