Oleh: Hamnah B. Lin
Dilansir oleh CNBCIndonesia tanggal 18/05/2025, Industri padat karya RI sedang bermasalah. Mulai dari tekstil, minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), hingga tembakau, semua merasakan persoalan besar dalam operasi bisnis mereka. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, pun blak-blakan, pihaknya kini tengah berusaha keras menyuarakan kondisi terpuruk industri padat karya itu, sebab efeknya telah banyak dirasakan, seperti maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Jumlah PHK berdasarkan catatan Apindo pada periode 1 Januari 2025 - 10 Maret 2025 telah mencapai 114.675 orang. Terdiri dari jumlah peserta yang tidak lagi menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena PHK sebanyak 73.992 orang dan jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK karena PHK 40.683 orang.
Data PHK ini melanjutkan kondisi pada 2024 yang mencapai 411.481 orang. Terdiri dari jumlah peserta yang tidak lagi menjadi peserta BPJS TK sepanjang tahun lalu yang mencapai 257.471 dan jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK sebesar 154.010 orang.
Shinta mengatakan maraknya PHK ini membuat daya beli masyarakat kian melemah, tercermin dari terpuruknya kondisi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 yang bahkan tak lagi mampu menyentuh level 5%, tepatnya hanya mampu tumbuh 4,87% secara tahunan atau year on year (yoy).
Faktor utama penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang porsinya mencapi 54,53%, yakni konsumsi rumah tangga bahkan hanya mampu tumbuh 4,89% yoy, menjadikan kondisi pertumbuhan konsumsi rumah tangga terendah dalam lima kuartal terakhir.
Ada banyak faktor yang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, seperti inflasi, pelemahan nilai tukar rupiah, penurunan pendapatan riil masyarakat, PHK, pengangguran, kenaikan pajak, biaya hidup yang meningkat, serta kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM. Namun, semua faktor tersebut pada dasarnya berakar dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Yakni sistem yang memisahkan kehidupan dengan aturan Allah SWT. Sistem yang berasaskan kebebasan dalam segala lini kehidupan. Sistem inilah yang menjadi lahan subur bagi tumbuhnya permasalahan-permasalahan tersebut. Rinciannya adalah sebagai berikut.
Pertama, sistem kapitalisme berfokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan pemerataan kesejahteraan. Akibatnya, kesejahteraan hanya dirasakan oleh segelintir elite, yaitu para pemilik modal. Pemerintah sibuk membangun infrastruktur di pusat-pusat ekonomi demi menarik investasi, tetapi abai terhadap pembangunan infrastruktur di pedesaan. Akibatnya, distribusi pangan terganggu, harga pangan lokal menjadi mahal, dan kalah bersaing dengan produk impor.
Kedua, sistem ekonomi kapitalisme membebaskan kepemilikan atas apa pun. Akibatnya, sumber daya alam (SDA) yang seharusnya dikelola negara demi kemaslahatan rakyat malah dikuasai oleh pemilik modal, baik asing maupun lokal. Dampaknya, rakyat kesulitan mengakses kebutuhan pokok. Contohnya, privatisasi air bersih membuat banyak warga tidak bisa menikmati akses air yang layak.
Ketiga, sistem kapitalisme memosisikan negara hanya sebagai regulator, bukan pengurus urusan umat. Pemerintah hanya membuat aturan, sedangkan swasta yang menyelenggarakan berbagai layanan dan kebutuhan masyarakat. Rakyat pun diposisikan sebagai konsumen yang hanya bisa mengakses layanan jika memiliki uang. Hanya warga yang memiliki kekayaan yang dapat hidup layak, sedangkan rakyat miskin kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
Keempat, sistem moneter kapitalisme berbasis mata uang kertas (fiat money) yang tidak memiliki sandaran pada komoditas berharga seperti emas dan perak. Hal ini menjadikan sistem keuangan rapuh dan tidak stabil. Pencetakan uang yang tidak didukung cadangan emas menyebabkan penurunan nilai mata uang atau inflasi. Inflasi inilah yang secara langsung menurunkan daya beli masyarakat dari waktu ke waktu.
Kondisi ini jauh berbeda tatkala Sistem Islam diterapkan ditengah - tengah kehidupan kita. Islam memiliki pengaturan yang khas dalam sistem ekonomi Islamnya. Khilafah yakni sistem pemerintahan Islam akan melakukan beberapa langkah berikut:
Pertama, memiliki wewenang penuh dalam mengelola perdagangan luar negeri. Negara diperbolehkan untuk melakukan impor sejumlah produk atau bahan baku yang tidak tersedia di dalam negeri. Kendati demikian, sebagai negara yang mandiri, Khilafah wajib berusaha untuk memberdayakan para ahli agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan dapat dihasilkan di dalam negeri.
Kedua, dalam sistem ekonomi Islam, ukuran pertumbuhan ekonomi dilakukan di sektor riil. Pemerintah maupun swasta dilarang mengembangkan sektor nonriil.
Ketiga, memastikan terbukanya lapangan kerja. Problematik dunia kerja sesungguhnya berfokus pada usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup. Isu pemenuhan kebutuhan dasar berkaitan dengan kebutuhan akan barang (seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal) serta layanan jasa (seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Dengan demikian, inti dari masalah ini terletak pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Penyelesaikan masalah ketenagakerjaan secara menyeluruh, negara harus memberikan perhatian pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mendongkrak daya beli masyarakat, negara harus mampu menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas khususnya bagi laki-laki sebagai qawwam dengan berbagai mekanisme. Hal ini bisa saja dengan membuka lapangan kerja di berbagai sektor, memberikan modal bisnis, iqtha’ (pemberian), dan lainnya. Seluruh mekanisme ini dijalankan untuk memastikan agar rakyat mampu memenuhi kebutuhan asasi mereka secara menyeluruh.
Dalam tataran teknis, negara tentu membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mewujudkan kemaslahatan umat sebagai implementasi dari tugasnya sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Dengan kekayaan alam yang dimiliki, negara mampu memberikan pelayanan maksimal dalam memenuhi kebutuhan rakyat, menggaji para pegawai negeri di setiap departemen melalui konsep APBN berbasis baitulmal.
Sungguh sempurna pengaturan ekonomi Islam jika diterapkan secara total, langsung berdampak dan sejahtera manusia. Maka kebutuhan tegaknya institusi negara bernama khilafah adalah mendesak dan darurat, untuk bisa mengembalikan kehidupan ini sesuai aturan Ilahi Rabbi.
Wallahu A'lam bishowwab.