Generasi Rusak dalam Penerapan Sistem Pendidikan Kapitalisme



Oleh : Imanta 
(Aktivitas Dakwah Kampus)




KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengungkapkan skor Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 berada di angka 69,50 atau masuk dalam posisi koreksi. untuk skor tersebut turun dari skor SPI 2023 yang berada di angka 71. Indeks Integritas Pendidikan Nasional tahun 2024 69,50 berada di level koreksi atau bermakna bahwa upaya perbaikan integritas melalui internalisasi nilai-nilai integritas sudah dilakukan, meski implementasi serta pengawasan belum merata, konsisten, dan optimal. terdapat beberapa temuan dari hasil SPI Pendidikan 2024 terkait dengan kondisi integritas pendidikan di Indonesia. Pertama, terkait kejujuran akademik. Kedua, terkait ketidakdisiplinan akademik. Ketiga, temuan gratifikasi. Keempat, pengadaan barang dan jasa. Kelima, penggunaan Dana BOS. Keenam, pungli. Adapun pelaksanaan SPI Pendidikan 2024 ini melibatkan 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden yang tersebar di 38 provinsi/507 kabupaten/kota. Survei dilakukan dalam rentang 22 Agustus 2024 sampai dengan 30 September 2024 (Kompas.com)

Sistem Pendidikan dengan kualitas rendah berakibat pada pengembangan potensi peserta didik. Mereka yang seharusnya mahir dalam berbagai bidang melalui penggalian potensi, namun justru terhalang oleh sekitar yang serba kekurangan. Hal ini adalah akibat dari sistem. Akses Pendidikan yang berkualitas sulit terjangkau baik dari segi biaya maupun fasilitas yang memadai. Dalam sistem sekuler ini, Pendidikan tak dianggap menjadi hak dasar yang harus ditekuni Masyarakat, namun sudah dikomersialkan secara luas. Hal ini terbukti dengan melihat kebijakan yang menempatkan biaya Pendidikan dalam APBN yang harus ditekan atau diefisiensi semaksimal mungkin, bahkan saat ini Pendidikan bukan menjadi prioritas utama untuk dilakukan penyelesaian terhadap segala problematika yang ada. pemangkasan biaya Pendidikan telah merajalela saat ini, dan semakin terjadi adanya ketimpangan akses Pendidikan berkualitas. Kemudian, sektor-sektor swasta diberi kebebasan untuk mendirikan institusi-institusi Pendidikan yang dari segi biaya tak terjangkau oleh Masyarakat. Sementara sistem Pendidikan yang langsung ditangani oleh negara, terjadi ketimpangan dari segi fasilitas, akses, maupun pengembangan potensi sekalipun. Terlihat disini terdapat ketidaksetaraan, bahkan semakin meningkat seiring berjalannya waktu.

Mereka yang memiliki kelebihan, potensi seakan-akan tertutup karena menikmati fasilitas dan akses seadanya. Sedangkan mereka yang menengah ke atas dan mampu untuk membayar fasilitas lebih, diberikan ruang seluas-luasnya untk mengakses dan explore diri. Kesenjangan dalam hal Pendidikan ini juga berdampak terhadap dunia kerja. Patokan tingkat Pendidikan menjadi tolak ukur kualitas dan jenis pekerjaan yang akan didapatkan. Sementara lapangan pekerjaan sanga minim. Sehingga begitu banyak pengangguran merajalela. Penyediaan lapangan kerja diserahkan kepada pihak koorporasi, sedangkan negara hanya berperan sebagai link and match antara dunia usaha dengan dunia kerja. Kurikulum Pendidikan disusun sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga gagal mencetak generasi yang bermutu.

Negara dalam Islam seharusnya bertanggung jawab penuh menjamin kebutuhan pokok Masyarakat terutama dalam hal Pendidikan tanpa memandang latar belakang social dan ekonomi. Pendidikan dalam Islam tak boleh diperjual belikan, namun dinikmati secara gratis oleh ummat. Seluruh pendanaan untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat diambil dari pos Baitul maal. Islam melarang sebuah negara untuk melakukan praktik swastanisasi atau privatisasi Pendidikan demi menjaga pemerataan dan kualits akses pelayanan dan fasilitas. Pendidikan dalam Islam membekali peserta didik dengan tsaqafah Islam dan Ilmu kehidupan, seperti kedokteran, sains, teknologi, dan lain-lain, sehingga akan melahirkan generasi yang pandai secara keilmuan sekaligus bertaqwa. Kemampuan mereka akan terealisasi untuk menyelesaikan persoalan ummat dan membangun peradaban. Akan terwujud seorang mujtahid, ilmuwan, pemimpin, hingga pasukan.

Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadis dari jalur Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda,

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai saat orang akan berperang di belakangny, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, ia akan mendapatkan pahala. Namun, jika ia memerintahkan yang lain, maka ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Lapangan pekerjaan dalam Islam juga mewajibkan negara untuk dikelola sedemian rupa. Menyediakan lapangan pekerjaan dan infrastruktur yang memadai dan berkualitas. Bukan hanya sekedar fasilitator untuk swasta. Air, tambang, hutan, dan jenis lainnya merupakan kepemilikan umum yang wajib dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini akan lebih banyak mewujudkan lapangan pekerjaan seperti industry dan pertanian. Negara juga mendorong pertumbhan usaha kecil dan menengah tanpa ada unsur ribawi di dalamnya. Selain itu, juga menghapus hambatan pajak yang membebani pengusaha. Kurikulum Pendidikan bukan disusun sesuai kebutuhan industry yang dikmersialisasikan, namun disesuaikan dengan kebutuhan nyata Masyarakat dan negara. Untuk itu, seluruhnya akan beraktivitas produktif, dan meminimalisir adanya pengangguran. Untuk yang tidak mampu secar fisik, maka negara juga wajib menjamin kehidupannya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak