Oleh: Saffana Afra
(Aktivis Mahasiswa)
Pelaksanaan UTBK SNBT 2025 kembali diwarnai kasus kecurangan yang memperihatinkan. Dalam dua hari pertama ujian, panitia menemukan 14 kasus kecurangan, dengan berbagai modus baru yang semakin canggih. Salah satu yang paling mencengangkan adalah penggunaan kamera tersembunyi di behel gigi (kompas.com, 25/04).
Kecurangan ini bukan hanya soal lemahnya sistem pengawasan, tetapi juga mencerminkan degradasi moral yang telah mengakar dalam sistem pendidikan saat ini. Survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2024 menyoroti bahwa 98% kampus masih menghadapi praktik menyontek dan perilaku curang lainnya (detik.com, 25/04). Bahkan, perilaku koruptif juga ditemukan di tingkat pendidik, dengan banyak guru dan dosen terlibat dalam pembiaran atau bahkan partisipasi aktif dalam pelanggaran integritas (kompas.com, 24/04).
Kondisi ini menunjukkan bahwa adanya penurunan integritas dalam dunia pendidikan bukan merupakan masalah individu, namun ini adalah problem sistemik. Sistem pendidikan hari ini, sistem pendidikan sekuler kapitalistik telah terbukti gagal dalam membentuk karakter. Karena dalam sistem sekuler kapitalis ini, tolak ukur keberhasilan dilihat dari pencapaian materi dan prestasi semu.
Sementara agama baik akidah maupun syariatnya dipisahkan dari kehidupan, termasuk dipisahkannya dari pendidikan hari ini. Maka halal-haram tidak akan diindahkan lagi demi mencapai suatu tujuan.
Padahal Islam telah dengan tegas telah mengharamkan perilaku curang dan menipu: “Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 188).
Ketika keberhasilan diukur semata dari prestasi semu dan materi, maka segala cara—apakah halal atau haram—menjadi relatif. Nilai kejujuran, tanggung jawab, dan ketakwaan tidak dijadikan pilar utama dalam proses belajar.
Sebaliknya, Islam menawarkan paradigma pendidikan yang berlandaskan akidah. Sistem pendidikan dalam Islam tidak hanya berfokus pada aspek kognitif dan keterampilan, tetapi juga menjadikan akidah Islam sebagai fondasi utama dalam membentuk karakter dan kepribadian peserta didik. Dalam Islam setiap proses pembelajaran diarahkan untuk menanamkan kepribadian Islam pada peserta didik: menjadikan mereka insan yang jujur, bertakwa, profesional, dan terikat pada hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan.
Negara pun harus ikut terlibat di dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Negara dalam sistem Islam (Khilafah) memiliki peran sentral dalam memastikan bahwa setiap individu senantiasa terikat dengan aturan syariat. Khilafah juga memiliki peran strategis untuk memastikan lingkungan pendidikan tetap bersih dari degradasi moral dan penurunan integritas tiap individunya.
Islam memandang bahwa kemajuan teknologi adalah amanah, yang hanya boleh digunakan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk menipu atau mengkhianati sistem. Dengan kepribadian Islam yang kokoh, peserta didik akan menjadikan teknologi sebagai alat untuk mendukung dakwah, meninggikan kalimatullah di muka bumi, bukan sebaliknya.
Dengan fondasi kepribadian Islam yang kuat, kemajuan teknologi akan digunakan secara bijak dan sesuai dengan tuntunan syariat. Hanya dengan sistem pendidikan yang benar dan berlandaskan Islam, akan lahir generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga luhur dalam akhlak dan misi hidupnya.
Fenomena kecurangan UTBK 2025 dan data integritas pendidikan dari KPK bukan sekadar persoalan teknis atau pengawasan. Ini adalah sinyal kuat bahwa sistem pendidikan butuh transformasi mendasar, bukan sekadar tambal sulam kebijakan. Solusinya bukan hanya pada regulasi lebih ketat, tetapi kembali pada sistem Islam yang berasal dari Allah SWT, Sang pencipta, Sang Pembuat Hukum. Sistem pendidikan Islam hanya bisa terwujud ketika negara menerapkan Islam dalam segala aspeknya (politik, hukum, ekonomi, kesehatan, dll).
Tags
Opini